"PERASAAN KASIH SAYANG TERHADAP JIWA-JIWA"

("THE PASSION FOR SOULS")

 

Dr. W. A. Criswell

 

4-6-75

YESAYA 6:8

 

 

Oh, Saya ingin kita memiliki sebuah auditorium yang besar, sangat luas dan memiliki tempat duduk sebanyak dua kali dari banyaknya orang yang duduk  di sini, dan paduan suara kita dapat mengambil tempat di depan di mana saudara-saudara sekalian dapat melihat mereka semua!

 

            Pengumuman telah dikumandangkan bahwa pada tanggal 27 dari bulan ini, hari minggu yang terakhir dari bulan ini, kita akan mendengarkan khotbah sepanjang hari dan makan malam di tempat itu, suatu acara kumpul bersama di pedesaan zaman dahulu, bersama-sama mencari Tuhan. Kita akan memulainya pada kebaktian pukul 08:15 pagi, dan kebaktian nyanyian serta puji-pujian dan pengajaran serta kemuliaan akan berada di sini di dalam tempat yang kudus ini sampai dengan siang hari.

 

Lalu kemudian di siang hari, kita akan menuju ke pusat kemasyarakatan yang besar itu. Ajaklah setiap orang yang ingin saudara-saudara ajak bersama-sama dengan anda, dan kita akan menyanyikan lagu-lagu irama country. Ethel Waters akan bersama-sama dengan kita. Banyak lagi yang lain yang akan bersama-sama dengan kita, dan kita akan terus menjalankannya, saling berbagi atas apa yang telah dikaruniakan oleh Tuhan Allah kepada kita di dalam puji-pujian dan di dalam makanan dan minuman, dalam berkat memecah-mecah roti.

 

Dan hal itu akan menjadi salah satu hari yang terbesar, yang terindah yang pernah kita alami di sepanjang hidup kita. Darimana saya mendapatkan ide untuk melakukan segala hal seperti ini? Suatu ketika, sekretaris eksekutif dari negara bagian kita mendatangi saya dan berkata, “Saya pernah bertemu dengan seorang pria pada sebuah asosiasi nun jauh di sana yang berkata – dia adalah pendeta dari yang terbesar.”

 

“Baiklah, siapa pendeta dari pedesaan yang terbesar di dunia ini?” Dan pria itu menjawab, “Criswell, di kota Dallas sana.” Saya berfikir bahwa itu merupakan pujian yang terbaik yang pernah saya terima sepanjang hidup saya dan kata-kata pelukisan yang terbaik yang pernah dikatakan mengenai gereja kita. Gereja itu merupakan gereja pedesaan yang terbesar di dunia ini, dan kita akan mendemonstrasikannya pada hari itu dengan berkhotbah sepanjang hari dan bersantap malam di tempat itu dan menyanyikan puji-pujian kepada Tuhan Allah dan memberitakan dan hanya melakukan segalanya untuk membuatnya menjadi hari haleluya kepada Yesus.

 

Warta kecil untuk kita di saat ini adalah “Sebuah kegemaran akan jiwa-jiwa.” Dan kami mengucapkan selamat datang kepada saudara-saudara sekalian yang mendengarkan melalui siaran radio dan yang sedang menyaksikan melalui televisi, kebaktian Gereja Baptist Pertama di kota Dalleas. Dan ini adalah pak Pendeta yang berbicara dari sebuah nas di dalam pasal yang keenam dari kitab Yesaya.

Di dalam kebaktian hari Minggu yang terakhir, saya melihat suatu penjelasan yang lebih terperinci dari pasal tersebut seutuhnya. Pada hari ini, kita akan berbicara tentang salah satu nas di dalamnya, ayat yang ke 8. Pasal yang keenam merupakan sebuah catatan atas sebuah panggilan terhadap seorang nabi yang masih berusia muda di dalam tahun ketika Raja Uzia yang agung itu mati:

 

“Aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci.

Para Serafim berdiri di sebelah atas-Nya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang.

Dan mereka berseru kepada seorang kepada seorang, katanya: “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!”

 

Dan di dalam kehadiran kemuliaan yang demikian tinggi, pemuda itu berseru dan berkata,

 

“Celakalah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni Tuhan semesta alam.”

Tetapi seorang dari pada Serafim itu terbang mendapatkan aku; di tangannya ada bara, yang diambilnya dengan sepit dari atas mezbah.

 

Dan mezbah itu pernah sebagai sebuah simbol hukuman dari Tuhan Allah terhadap dosa. Itu merupakan simbol dari kayu salib, simbol dari pengorbanan Kristus sehingga kita beroleh hikmat.

 

Ia menyentuhkannya kepada mulutku serta berkata: “Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni.”

Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Maka sahutku: “Ini aku, utuslah aku!”

Kemudian firman-Nya: “Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menganggap: jangan!

Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup, supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh.”

 

Pengajaran akan orang-orang yang tertinggal. Tidak semua orang akan percaya, akan tetapi beberapa orang akan senantiasa percaya.

Tidak semua orang akan berpaling, akan tetapi beberapa dari antara mereka akan selalu berpaling. Tidak semua orang akan membukakan pintu hati kepada Tuhan Allah, akan tetapi beberapa orang dari antara mereka mau melakukannya. Dan nabi muda itu menyerahkan dirinya sendiri sebagai seorang sukarelawan untuk menjadi utusan itu dan pemberita itu: “Ini aku, Tuhan, utuslah aku!”

 

Dan itu akan menimbulkan pokok akan pesan tersebut, suatu kegemaran akan jiwa-jiwa. Saya pertama sekali berbicara dari pelayan itu, pendeta dari gereja itu dengan rekan-rekan penatuanya. Mengatakan seseorang yang memegang teguh kepada ketuhanannya, “Saya mengagumi bagaimana saya dapat memberitakan dengan kaku dan dengan dinginnya, bagaimana saya dapat meninggalkan orang banyak di dalam kondisi tersesat mereka dan bahwa saya tidak pergi mengunjungi mereka dan memohon kepada mereka demi Tuhan, biar bagaimanapun mereka akan menerimanya dan bagaimanapun penderitaan atau pergumulan yang akan berakibat kepada saya.

 

“Ketika saya turun dari mimbar saya, saya bukan dituduh akan kekurangan terhadap ornamen-ornamen atau kemewahan, tidak juga karena mengucapkan kata-kata yang kurang baik, akan tetapi keyakinan saya telah bertanya kepada saya, “Bagaimana anda dapat membicarakan tentang kehidupan dan kematian dengan hati yang seperti itu? Bagaimana anda dapat memberitakan sorga dan neraka di dalam perilaku yang tidak perduli serta kesepian?”

 

“Yang sebenarnya, gemuruh keyakinan ini benar-benar terngiang-ngiang di telinga saya, oh, Tuhan, lakukanlah hal itu pada jiwa kami sendiri,sehingga Engkau akan memakai kami berbuat untuk jiwa-jiwa yang lain.” Dr. Andrew Bonnar mendengarkan seorang pemberita yang berbicara dengan kecemburuan serta dusta yang sangat besar.

 

Dan ketika kebaktian itu usai, dia menjumpai pemberita itu dan berkata, “Anda suka berkhotbah, bukankah demikian?” Dan orang itu menjawab, “Ya, dengan sebenarnya, saya suka melakukannya.” Dan Dr. Bonnar bertanya kepadanya, “Akan tetapi, apakah anda mengasihi jiwa-jiwa dari orang-orang yang anda khotbahi itu?”

 

Adalah suatu tangisan yang jauh dan perbedaan yang sangat luas antara mempersiapkan sebuah khotbah atau mengorganisir sebuah gereja atau memperbanyak sebuah program dan mengasihi orang banyak, mencoba untuk membawakan mereka kepada Tuhan Allah, mencoba untuk memenangkan mereka untuk Yesus, mengasihi jiwa-jiwa mereka ke dalam kerajaan itu dan terbeban terhadap orang-orang yang tersesat di tengah-tengah kita.

 

Ketika saya tumbuh menjadi dewasa, ada seorang pelayan yang luar biasa, bagi saya, pelayan Yesus yang luar biasa yang bernama Lee R. Scarborough. Dia merupakan seorang Pekabar Injil yang tulus, ditugaskan sebagai Direktur dari seminari kita di Fort Worth, di sana dia mendirikan apa yang dinamakannya kursi api.

 

Saya akan mendengarkannya sebagai seorang pelajar di Baylor, sebagai seorang seminarian muda dan sebagai seorang pendeta dari sebuah gereja. Saya tidak pernah mendengarkan dia, saya tidak pernah mendengarkannya akan tetapi dia menggerakkan jiwa saya, bukan karena dia begitu fasih berceramah dengan brilian, bukan karena dia begitu elegan atau dramatis di dalam penyampaiannya, akan tetapi karena ketulusannya, jiwa orang itu begitu merindukan orang-orang yang tersesat.

 

Dan ketika dia berkhotbah, dia menekankan permohonan terhadap orang-rang yang akan diselamatkan. Saya ingat, sebagai seorang pelajar di Baylor, teman satu kamar saya telah ditugaskan ke tugas pelayanan Injil di Gereja Baptist Travis Avenue di Fort Worth. Dan dia mengajak saya untuk bersama-sama dengannya dari Waco sampai ke Fort Worth untuk menyampaikan perintah pada pelayanan pentahbisan tersebut.

 

Dan pada saat pentahbisan tersebut, Dr. Lee Scarborough memanjatkan doa pentahbisan itu, dan dia berdoa di dalam doanya seperti ini: “Oh, Tuhan Allah, ingatlah akan anak laki-laki tuna wisma pemboros yang aku pungut hari ini di jalanan Fort Worth dan yang sekarang ini berada di rumahku untuk beristirahat dan tidur di malam hari ini.  Tuhan, tolonglah aku memenangkan anak laki-laki tunawisma yang pembors itu kepada-Mu sebelum dia meninggalkan rumah kami.”

 

Ketika saya mendengarkan doa dari direktur seminari kita itu, sukar bagi saya untuk menyadari bahwa orang yang agung, penuh dengan kemuliaan itu, di suatu tempat di jalanan kota Fort Worth, telah memungut seorang anak tunawisma, membawanya pergi bersama-sama dengannya dan mengajaknya ke rumahnya sendiridan sekarang dia sedang memanjatkan doa seperti ketika dia sedang menikmati makan malam keluarga dan ketika dia tertidur di bawah atap rumah tersebut sepanjang malam sehingga Tuhan Allah akan membantunya memenangkan anak laki-laki tersebut kepada Yesus.

 

Dr. Truett, pendeta dari gereja ini selama 47 tahun, yang terkenal kemana-mana itu, biasanya sering berkata di setiap khotbah, “Seharusnya di sana ada catatan pencarian.” Dan menggunakan ungkapan itu beberapa kali, sehingga ungkapan itu melekat di dalam ingatan saya, “catatan pencarian.” Bagaimanapun warta itu diberi judul, dari bagian manapun Kitab itu diberitakan, seharusnya di dalam khotbah itu terdapat suatu tarikan, suatu sentakan pada hati seseorang untuk menyerahkan dirinya sendiri kepada Yesus.

 

Minggu yang baru lalu ini, saya berada di salah satu kota yang besar, kota besar di Amerika, kota terbesar kita yang kedua, dan saya berbicara selama berjam-jam kepada sekelompok pendeta yang dibawa bersama-sama dalam pertemuan kota tersebut. Dan salah satu hal yang telah saya mintakan adalah bahwa setiap kali orang itu berkhotbah, berkhotbah untuk sebuah putusan, menjangkau ke arah suatu keputusan, memanjatkan sebuah permohonan, menyampaikan sebuah ajakan dan percaya bahwa Tuhan Allah akan menghormatinya, bahwa Dia akan memberikan jiwa-jiwa kepadamu untuk dimenangkan.

 

Dan beberapa orang dari antara mereka dalam sebuah bagian yang ditugaskan dari pertemuan tersebut untuk pertanyaan-pertanyaan, beberapa orang dari antara mereka berkata, “Bagaimana cara anda melakukannya? Apa yang telah anda katakan? Dan jika seseorang datang, apa yang akan saya lakukan dengannya?” 

Jawaban saya adalah seperti yang sudah akrab dengan saudara-saudara sekalian:  “Saudaraku, lakukanlah dengan cara yang sama seperti seorang pramuniaga yang akan meminta seseorang untuk membeli mobil yang sedang ditawarkannya itu atau membeli polis asuransi yang tengah dijelaskannya itu atau membeli sepotong barang dagangan di pertokoan itu. Lakukanlah dengan cara yang sama.”

 

Kita memiliki sesuatu untuk di jual, jika saya diperkenankan menyebutnya demikian. Kita memiliki barang yang terbaik di dunia ini untuk kita tawarkan jika saya diperkenankan menyebutnya demikian. Kita memiliki polis asuransi yang terbaik di seluruh permukaan bumi ini, wah, untuk selama-lamanya. Hanya ketika saudara-saudara sekalian memanjatkan sebuah permohonan untuk seseorang untuk melakukan sesuatu, atau untuk membeli sesuatu, atau untuk memiliki sesuatu, pintakanlah sebuah permohonan untuk seseorang untuk menerima Yesus, untuk membukakan pintu hatinya kepada Yesus, untuk mengatakan ya kepada Kristus.

 

Dan kemudian ketika dia maju ke depan, bersukacitalah, bersukacitalah, berdoalah bersama-sama dengannya, berbicaralah kepadanya, bacalah Kitab Suci itu bersama-sama dengan dia, hanya bergembiralah saja di segala tempat bahwa Roh Kudus telah menghormati permohonan itu, dan kemudian mengikutinya sepanjang sisa hidupnya di dalam komuni dan di dalam persekutuan dari gereja itu.

 

Akan tetapi saya berkata kepada orang itu, “Yang terpenting dan diatas segalanya, bagaimana hal itu akan mengubah jiwamu sendiri dan tugas pelayananmu sendiri, pemberitaanmu sendiri, jika di dalamnya senantiasa ada doa kepada Tuhan Allah itu, “Tuhan, berikanlah kepadaku hari ini sebuah tuaian. Berikanlah jiwa-jiwa kepadaku.”  Hal itu akan mengubah setiap perkataan yang akan saudara-saudara  katakan, setiap gerak isyarat yang anda lakukan, setiap suara dari suara anda, jika anda tahu bahwa anda sedang berdii di hadirat Tuhan Allah dan orang banyak serta para malaikat di sana, untuk memanjatkan sebuah permohonan terhadap orang-orang yang tersesat, kegemaran akan jiwa-jiwa.”

 

Bolehkah sekarang saya berbicara mengenai saudara-saudara sekalian? Seseorang telah bertanya kepada saya di dalam salah satu pertemuan itu mengenai Roh Kudus dan tentang menghadiri pelayanan-pelayanan. Dan saya berkata, “Ini merupakan bagian dari kehendak Tuhan Allah terhadap hidup kita. Kita adalah Bait Suci Allah. Masing-masing dari kita adalah rumah Tuhan. Itulah perbedaan secara pentakosat itu.”

 

Di dalam Perjanjian Lama, Roh itu, hadirat Tuhan Allah ditempatkan di dalam Tabut Perjanjian, dan di dalam Bait Suci, kemuliaan Tuhan Allah yang syakinah, akan tetapi di Pentakosta, Roh Kudus menemukan sebuah tempat tinggal dan rumah. Dia sudah berada di dalam Tabut Perjanjian itu sekarang, Dia telah mendirikan Baitnya Scin-Nya sekarang di dalam hati orang-orang yang percaya.

 

Tubuh kita merupakan bait suci untuk Roh Kudus. Dan Dia memiliki rumah yang lain lagi. Dia memiliki bait suci yang lain lagi, dan bait suci itu adalah tempat suci Tuhan ketika bangsa Tuhan berkumpul bersama-sama di dalam nama-Nya. Dan apakah yang menjadi kuasa dari pertemuan itu?

 

Sederhana saja. Ketika saya membawa Roh Kudus bersama-sama dengan saya di dalam hati saya dan saudara-saudara sekalian membawa Roh Kudus di dalam diri saudara-saudara sekalian dan kita sedang berada di sini bersama-sama di dalam gereja ini, ada sebuah kuasa berada di dalamnya. Ada sesuatu yang menggerakkan berada di dalamnya. Ada suatu kemuliaan dan suatu puji-pujian berada di dalamnya yang kadang kala terlalu jauh ke dalam untuk air mata.

 

Hati kita baru saja dilimpahi. Itu adalah hadirat Tuhan Allah di dalam kebaktian tersebut. Dan itulah sebabnya mengapa kita semua memiliki sesuatu yang vital dan sesuatu yang sangat berarti penting, suatu bagian yang penuh dengan arti pada saat memasuki rumah Tuhan. Kita bukan hanya berjalan tak tentu arah di sini, bukan hany aberkumpul untuk bergembira saja di sini. Kita datang di dalam nama Tuhan Allah, untuk maksud Tuhan Allah, dengan suatu doa perantaraan di dalam  jiwa-jiwa kita sehingga Tuhan Allah akan menggunakan saya dan setiap bagian dari kebaktian itu untuk memenangkan seseorang kepada Yesus.

 

Bagi kita untuk datang ke rumah Tuhan, dengan acuh tak acuh, biasa-biasa saja, dengan cepat, sungguh tak dapat terpikirkan. Bagi anak-anak Tuhan yang sejati, hal tersebut adalah mustahil. Oh, betapa penuh dengan arti demikian untuk datang. Satu kali Emerson pernah berkata, “Para pencuri berada di atas pelana dan mereka mengendarai umat manusia.”

 

Saudara-saudara  tahu, ketika saya membacanya, saya berfikir, “Saya ingin tahu, apa yang akan dikatakan oleh Emerson saat ini, apa yang akan dikatakan oleh Ralph Waldo Emerson di zaman ini. Dia akan berkata bahwa, “Segala hal berada di atas pelana dan mereka mengendarai umat manusia,” dia mengatakan hal tersebut ketika sebelum adanya mobil, sebelum ditemukan adanya radio, sebelum ditemukan adanya televisi, sebelum ditemukan adanya pertunjukan film, sebelum adanya segala hal yang kita semua ketahui di zaman sekarang yang telah menekan terhadap perhatian, yang memerintahkan pemikiran-pemikiran dari seluruh dunia.

 

Saya ingin tahu apa yang akan dikatakan oleh Emerson di zaman sekarang ini. Seluruh benda, semua benda, kita hidup di dalam sebuah kedahsyatan akan benda-benda tersebut. Pikiran kita telah dilahap mereka, dan kita menjadi begitu demam di dalam kegelisahan kita bahwa jika kita tidak mendapatkan penghiburan atau kita tidak sedang melihat pada televisi atau jika kita tidak sedang bergegas menuju arah yang entah kemana, kita menjadi sungguh menyedihkan dan tidak bahagia, semua dari yang mana merupakan suatu reaksi dari suatu kemurnian rohani atau kekosongan jiwa.

 

Oh, doronglah mereka jauh-jauh ke luar sana. Saya tidak perlu dihibur. Saya dapat memiliki suatu hari yang menyenangkan dengan Tuhan Allah, saya tidak perlu di bawa ke suatu tempat. Saya dapat memiliki satu sessi yang baik sekali bersama-sama dengan Yesus, tidak perlu tergesa-gesa dan tidak perlu menjadi demam, hening bersama-sama dengan Tuhan, tidak merasa takut, hidup di dalam keyakinan yang tidak terbatas di dalam Dia dan mengasihi bangsa Tuhan Allah dan mengasihi orang-orang yang tersesat unuk siapa Yesus telah wafat.

 

Sungguh suatu cara yang menyenangkan jika saja saya bisa seperti itu! Saudara-saudara  tahu, kadang kala saya pikir kita hampir mengenali iman kepercayaan di dalam diri kita dibandingkan dengan agama Kristen sebagaimana adanya di zaman dari para rasul dan para misionaris pekabar Injil yang pertama-tama dahulu. Mereka begitu cemburu, dan kita begitu bersikap dingin.

 

Mereka begitu berhasrat, dan kita begitu dingin dan mati. Mereka tidak ingin menangisi sebuah kota seperti yang dikatakan Paulus menangisi kota Efesus. Dari rumah ke rumah dengan deraian air mata, bersaksi, menyatakan penyesalan kepada Tuhan Allah dan iman dalam Tuhan kita Tuhan Yesus Kristus. Saya meragukan apakah kita jarang bahkan menangisi akan diri kita sendiri.

 

Oh, Tuhan, roh akan rasa kasihan dan perantaraan mungkin akan menimpa jemaat kami. Perasaan kasih sayang terhadap jiwa-jiwa untuk mengenang mereka yang tersesat, untuk berdoa bagi mereka, dan mengatakan hal-hal yang baik bagi Yesus untuk setiap kesempatan yang kita miliki.

 

Di salah satu gereja yang besar dari kawasan selatan, saya sedang menyelenggarakan pertemuaan kebangunan, dan pada pukul 10.00 di pagi hari, saya berbicara tentang memanjatkan doa kepada mereka yang tersesat, suatu beban untuk mereka yang tersesat. Dan ketika kebaktian itu telah berakhir, saya sedang berdiri di depan mimbar dan dikelilingi oleh orang-orang yang sedang berbicara dengan saya, kebanyakan mereka adalah yang begitu baik dengan mengatakan betapa mereka merasa bahagia dengan kehadiran saya di sana dan betapa mereka diberkati oleh warta tersebut.

 

Dan sementara saya sedang berdiri di sana, berjalan dan dengan segera berdiri di depan saya. Tubuhnya tinggi, seorang pria kurus dengan jari jemarinya yang kurus menyerupai tulang belulang, dengan sebuah Alkitab hitam yang besar di balik lengannya sedemikian rupa. Dia mengambil sikap berdirinya di depan saya dengan kaku, dan dengan jari jemarinya yang kurus menyerupai tulang belulang dia hampir meninju hidung saya.

 

Dia meletakkannya di dalam hidung saya, dan dia berkata, “Anda bukanlah seorang pemberita Perjanjian Baru.” “Baiklah,” kata saya, “Saya fikir saya adalah seorang pemberita Perjanjian Baru.” Apa yang membuatnya berfikir bahwa saya bukanlah seorang pemberita Perjanjian Baru? Dia berkata, “Nah, pagi ini, saya datang ke sini untuk mendengarkan anda, dan anda bukanlah seorang pemberita Perjanjian Baru. Saya mendengar anda berkhotbah pagi tadi mengenai memanjatkan doa terhadap mereka yang tersesat dan beban bagi orang-orang yang tersesat.”

 

Dia mengeluarkan Alkitabnya dari balik lengannya dan memegangnya persis di depan saya dan berkata, “Tunjukkanlah kepada saya dari dalam kitab ini di mana dikatakan bahwa kita harus berdoa bagi orang-orang yang tersesat dan menjadi terbeban karena orang-orang yang etsresat itu.” “Baiklah,” kata saya, “Jawabannya ada di seluruh isi Alkitab itu.”

 

“Baiklah,” katanya, “berikanlah kepada saya pada pasal berapa dan ayat yang keberapa di mana Tuhan Allah mengatakan bahwa kita harus berdoa bagi orang-orang yang tersesat.” “Baiklah,” kata saya, saya berkata, “Teman, saya merasa malu, akan tetapi bagaimanapun juga, pada saat ini juga, saya tidak dapat menunjukkan pada anda pasal dan ayatnya.”

 

Dia mendekatkan tubuhnya yang tinggi, kurus menyerupai kerangka itu, meletakkan jari-jemarinya kembali ke wajah saya dan berkata, “Bukankah itu yang telah saya katakan tadi? Anda bukan seorang pemberita Perjanjian Baru.” Dan dia berbalik dengan perasaan penuh dengan kemenangan di tumitnya dan melangkah keluar dari gereja tersebut dan meninggalkan saya di tengah-tengah para pengagum saya.

 

Seandainya di sana ada sebuah pintu perangkap untik terbuka di lantai, saya akan sangat berterima kasih untuknya, hanya untuk mengenyahkan dari penglihatan. Oh, mereka membawa saya ke kamar hotel. Saya menutup pintunya. Saya terduduk di sebuah kursi dan menguburkan wajah saya di dalam tangan saya dan berkata, “Tuhan yang baik, bukankah hal itu benar? Bukankah orang sinting itu benar adanya? Tidak ada suatu apapun di dalam Firman Tuhan mengenai berdoa bagi orang-orang yang sesat?”

 

Saya memiliki sebuah pengalaman aneh yang mana akan saudara-saudara sekalian hadapi suatu saat nanti. Ketika saya menjeritkan doa itu, “Tuhan, apakah tidak ada di dalam pekerjaan, untuk berdoa bagi orang-orang yang tersesat,” Tuhan mendatangi saya di dalam kamar itu dan meletakkan tangan-Nya ke atas bahu saya – semuanya seperti kenyataan saja – dan berkata kepada saya, “Mengapa, wahai pendeta, apakah engkau tidak pernah membaca di dalam Firman Tuhan yang kudus dari kitab Roma pasal yang ke 10, ayatnya yang pertama?

 

“Saudara-saudara, keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka diselamatkan.”

 

Atau ketika nabi Yeremia berseru,

 

“Oh, sekiranya kepalaku penuh air dan mataku jadi pancuran air mata, maka siang malam aku akan menangisi orang-orang puteri bangsaku yang terbunuh!”

 

Suatu perasaan kasih akan orang-orang yang tersesat. Karena seseorang yang akan dihabisi dengan sebuah perasaan kasih yang hebat bukanlah sesuatu yang baru.

 

Di hari-hari yang terdahulu itu, di masa yang telah silam itu, kembali ke zamannya Kristus dan sebelumnya dan ke zaman Paulus dan sebelumnya, mengapa, karena di sana terdapat orang sehingga setiap anak sekolah begitu terbiasa dengannya. 

Dihabisi oleh suatu perasaan untuk penaklukan secara militer adalah Magnus Pompey.  Dihabisi oleh kegemaran akan kekuasaan adalah Julius Caesar.Dihabisi oleh kegemaran akan pujian serta sanjungan adalah Tullius Cicero. Dihabisi dengan suatu kegemaran akan tradisi adalah Porcius Cato. Dihabisi oleh kegemaran akan kenikmatan adalah Mark Antony. Dihabisi oleh kegemaran akan uang adalah tiga serangkai yang lainnya yaitu Aemelius Lepidus.

 

Akan tetapi di zaman itu, datanglah seorang pria yang begitu berbeda. Dihabisi oleh kegemaran akan mereka yang tersesat, Yesus berpindah dengan perasaan kasih, yang pernah dimiliki-Nya, nama-Nya yang memikul. Saya emiliki suatu perasaan kasih sayang kepada orang banyak. Dan Dia mengajarkan Injil akan kerajaan kepada kaum miskin, dan Dia telah menyembuhkan mereka dari segala penyakit mereka serta memikul kepedihan mereka.

 

Dan semangat akan perantaraan serta beban karena orang-orang yang tersesat berada di dalam setiap orang rasul-Nya dan murid-murid-Nya. Dan seharusnya hal tersebut berada di dalam diri kita saat ini. Sebentar lagi, apa yang tersisa di dalam waktu kita akan sirna, saya ingin menunjukkannya kepada saudara-saudara sekalian sebentar lagi bagaimana hal tersebut adanya.

 

Erasmus merupakan seorang intelektual yang tiada taranya. Tidak ada yang berani menantang kunggulannya. Dia itu seorang yang luwes, dia adalah seorang yang terpelajar, dia itu berotak brilian, dia itu begitu berbudi bahasa yang halus, akan tetapi bukanlah Erasmus yang hatinya digerakkan kepada Tuhan Allah dan bagi bangsa tersebut. Adalah Marthin Luther yang kasar, besar, kasar dan tidak sopan.

 

Dan ketika seorang sahabat dari Martin Luther bertanya kepada Erasmus yang berkata bahwa dia percaya di dalam prinsip-prinsip yang didukung serta diperjuangkan oleh Luther, ketika seorang sahabat Luther meminta kepada Erasmus untuk berdiri di sampingnya, “Akankah saya akan kehilangan hidup saya dan kehilangan kesuksesan saya?”

 

Tuhan Allah memakai manusia yang mencintai orang banyak. Bolehkah saya menyebutkan satu orang lain saja lagi? Saudara-saudara sekalian melihat dua orang pria di dalam waktu yang bersamaan ketika Inggris sedang menghadapi sebuah revolusi berdarah. Revolusi Perancis benar-benar memandikan bangsa itu dengan darah, semua karena Revolusi Perancis.

 

Sebuah revolusi yang serupa sedang mendatangi dari kumpulan orang-orang yang tertindas dan kaum miskin. Sebuah revolusi yang serupa sedang mendatangi di Inggris, dan di sana ada dua orang yang berdiri saling berdampingan. Yang satu bernama Sir Horace Walpole dan yang lainnya bernama George Whitfield.

 

Whitfield bertumbuh menjadi dewasa di sebuah warung minuman, di dalam sebuah kedai minuman, dan dia tidak mengetahui sesuatu apapun di saat-saat masa mudanya kecuali sisi buruk dari kehidupan, sisi mesum dari kehidupan, sisi kotor dari kemanusiaan. Sir Horace Walpole tumbuh menjadi dewasa di dalam rumah seorang bansgawan dengan gelar Duke, dia merupakan pewaris dari kekayaan yang luar biasa banyaknya.

 

Dan melihat kepada tragedi yang dialami oleh Inggris di saat itu, Horace Walpole mendengarkan kepada Whitfield, digerakkan oleh Whitfield, berpaling dari kehidupannya yang penuh dengan kemewahan, hanya dengan melihat kepada seluruh dunia ketika terbaring di dalam sebuah tragedi dan kesesakan dengan pengabaian yang terakhir, yang penghabisan, Sir Horace Walpole.

 

George Whitfield, oh, saya berharap saya dapat mendengarkan dengungan suara dari pria itu. David Garrick, aktor besar dari Inggris itu berkata, “Oh, ketika saya mendengarkan suaranya dan gerak isyaratnya yang dramatis.” David Garrick berkata, “Dia dapat melafalkan kata Mesopotamia dan membuat saya menjadi terisak-isak menangis.”

 

John Newton, yang menuliskan lagu Amazing Grace, John Newton berkata, “Aku tidak tahu siapa pemberita kedua yang terbaik di seluruh Inggris, akan tetapi saya tahu siapa yang pertama - George Whitfield.” Ketika George Whitfield sedang memberitakan di kota Philadelphia, Francis Hopkins dan Benjamin Franklin pergi untuk mendengarkan dia.

 

Mereka telah mendengar bahwa dia membuat suatu permohonan akan uang kepada Tuhan, maka Francis Hopkins berkata, “Aku akan meninggalkan segala-galanya yang aku miliki di rumah sehingga aku tidak dapat memberikan apapun lagi.” Dan kedua orang itu berdiri di sana dan mendengarkan kepada Whitfield. 

 

Dan Benjamin Franklin, ketika dia mendengarkan Whitfield, merupakan yang pertama memutuskan, “Aku akan memberikan semua tembagaku kepadanya.” Dan ketika Whitfield meneruskannya, Benjamin Franklin berkata, “Aku akan memberikan seluruh perakku kepadanya.” Dan ketika dia melanjutkannya, Benjamin Franklin berkata, “Aku akan memberikan seluruh emasku kepadanya.”

 

Dan ketika pada akhirnya kolekte itu dikumpulkan, Benjamin Franklin telah memberikan segalanya yang dimilikinya. Dan Francis Hopkins, seorang juri dan pengarang essay mengenai hukum yang hebat itu, telah meninggalkan segalanya di rumahnya sehingga dia tidak dapat memberikan apapun, akan tetapi karena mendengar kepada George Whitfield, dia berpaling kepada seorang tetangga dan berkata, “Wahai tetanggaku, pinjamkanlah sejuamlah uang kepadaku. Saya harus memberi.”

 

Seorang pemberita yang tidak saya kenal, namanya adalah Cooper, ketika George Whitfield berkhotbah kepada sekelompok orang yang berjumal 30.000 orang di kota Boston Commons, seorang pendeta di Boston berkata, “Di minggu yang menyusul, saya mendapatkan lebih banyak pria dan wanita yang datang menemui saya, mereka yang terbeban akan jiwa-jiwa mereka daripada di dalam keseluruhan 24 tahun tugas pelayanan saya sebelum saya.”

Oh, Tuhan, bahwa, saya fikir, adalah tentang apa semuanya ini. Keluwesan kita mungkin menemukan susunannya dan pelatihan akademis kita mungkin akan menjadi sesuatu yang dibutuhkan oleh zaman modern, dan keindahan dari kebaktian penyembahan kita, saya yakin akan selalu dapat diterima oleh Tuhan Allah ketika kebaktian itu dapat dilakukan secara sopan dan sesuai dengan aturan, demikian dikatakan di dalam Kitab Suci, akan tetapi, di manakah hati dan dimanakah sentakan dan dimanakah permohonan dan di manakah orang-orang tersesat milik Tuhan Allah dan anak-anak yang suka melawan itu?

 

Saya harus mengakhirinya. Pada tugu peringatan akan George Whitfield, mereka mengukirkan gambar sebuah hati yang menyala-nyala.