PANGGILAN KENABIAN

(The Prophetic Call)

 

Dr. W. A. Criswell

 

03-23-75

Yesaya 6:1-12

 

 

Kami adalah orang-orang yang berhutang kepadamu, wahai para pemain orkestra dan paduan suara sekalian. Anda benar-benar bersiap dan kami menunggu anda untuk Paskah yang agung nanti, dan nyanyian anda dan permainan anda untuk hari Minggu malam yang akan datang.

 

Kami menyambut saudara-saudara sekalian di dalam kebaktian dari Gereja Baptist Yang Pertama di kota Dallas melalui radio dan melalui televisi. Ini adalah Pendeta yang menyampaikan warta yang diberi judul Panggilan Kenabian.

 

Ketika kita belajar melalui kitab Yesaya, kita telah sampai kepada salah satu pasal yang paling agung dari seluruh Firman Tuhan itu. Pasal itu berada di dalam pasal yang keenam dari kitab Yesaya.

 

“Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci.

Para Serafim berdiri di sebelah atas-Nya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang.

Dan mereka berseru kepada seorang kepada seorang, katanya: “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!”

Maka bergoyanglah alas lambang pintu disebabkan suara orang yang berseru itu dan rumah itu pun penuhlah dengan asap.

Lalu kataku: “Celakalah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni Tuhan semesta alam.”

Tetapi seorang dari pada Serafim itu terbang mendapatkan aku; di tangannya ada bara, yang diambilnya dengan sepit dari atas mezbah.

Ia menyentuhkannya kepada mulutku serta berkata: “Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni.”

Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Maka sahutku: “Ini aku, utuslah aku!”

Kemudian firman-Nya: “Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menganggap: jangan!

Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup, supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh.”

Kemudian aku bertanya: “Sampai berapa lama, ya Tuhan?” Lalu jawab-Nya: “Sampai kota-kota telah lengang sunyi sepi, tidak ada lagi yang mendiami, dan di rumah-rumah tidak ada lagi manusia dan tanah menjadi sunyi dan sepi.

Tuhan akan menyingkirkan manusia jauh-jauh, sehingga hampir seluruh negeri menjadi kosong.

Dan jika di situ masih tinggal sepersepuluh dari mereka, mereka harus sekali lagi ditimpa kebinasaan, namun keadaannya akan seperti pohon beringin dan pohon jawi-jawi yang tunggulnya tinggal berdiri pada waktu ditebang. Dan dari tunggul itulah akan keluar tunas yang kudus!”

 

Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah dan nama-Nya akan dipanggil Ajaib, Mulia, Allah Yang Mahakuasa, dan Raja Damai.

 

Kita telah membaca nas tersebut pagi hari tadi. Ini adalah kali yang pertama dan satu-satunya waktu ketika mereka disebut dengan nama “serafim.” Seorang Seraf, berbentuk tunggal. Bentuk jamak di dalam bahasa Ibrani adalah “îm.” Serafim, berbentuk jamak, seperti kerub, berbentuk tunggal, dan kerubim berbentuk jamak.

 

Dia menyaksikan serafim berdiri di atas, di sekitar, di bawah dan di sekeliling takhta Allah. Mereka disusun tidak seperti biasanya – kemungkinan salah satu urutan malaikat yang tertinggi, seperti malaikat utama layaknya serafim ini.

 

Dan mereka terlihat perkasa dan agung, mereka melayani Tuhan Allah di dalam kerendahan yang paling dalam: dengan dua sayap dari masing-masing seraf menutupi wajah mereka, dengan dua sayap masing-masing seraf menutupi kaki-kaki mereka di dalam kerendahan hati yang paling dalam di hadapan Tuhan Allah. Dan dengan dua dari sayap-sayapnya melayang-layang untuk melaksanakan tugas dan perintah Tuhan.

 

Dan mereka berseru seorang kepada seorang di dalam pujian kudus tiga kali seruan, “Kudus, kudus, kudus.” Saya pasti akan berfikir bahwa seruan itu menyebutkan kepada yang tiga dari Tritunggal.

 

Saudara-saudara sekalian menyanyikan sebuah lagu yang didasarkan pada Kitab Suci yang tadi.

 

Kudus, kudus, kudus, Tuhan Allah Yang Mahakuasa,

Pagi-pagi benar, nyanyin kami akan naik ke hadirat-Mu.

Kudus, kudus, kudus, Yang kuasa dan bermurah hati,

Allah di dalam tiga diri, Trinitas yang Kudus – Trinitas Yang Diurapi.

 

Maka serafim itu berseru, ketika mereka melayani Allah dan ketika mereka menundukkan kepala di hadapan Tuhan Allah, “Kudus, kudus, kudus!” 

Pemandangan akan penglihatan itu pasti memiliki keagungan yang tidak ada bandingannya. Apakah saudara-saudara  menyadari di mana dia melihat kemuliaan Tuhan yang tinggi dan menjulang itu? Di dalam suatu tempat yang kudus di dalam kota suci itu, di dalam Bait Suci di kota Yerusalem.

 

Itu adalah suatu tempat yang mana dimasuki oleh Pompey yang sombong dan angkuh dan pembangkang, sebagai seorang penyembah berhala di dalam sikap penodaan dan penistaan pada tahun 63 SM. Pompey, dengan tentara Romawinya menyapu bersih dari arah timur dan mereka merebut Yehuda dan membuatnya menjadi bagian dari kekaisaran Romawi, dengan membuatnya menjadi sebuah propinsi kepada Kaisar Romawi. Dan Pompey merebut paksa kota suci itu, kota Yerusalem, dan tentu saja Bait Suci Allah yang bersama-sama dengannya.

 

Pompey, yang sombong dan angkuh dan pembangkang,berbaris melalui kota suci itu sampai ke Bait Suci Allah, masuk ke dalam halaman bangsa fasik, masuk ke dalam halaman bangsa Israel, masuk ke dalam halaman istana kaum wanita, masuk ke dalam halaman para imam, dan berdiri di depan pintu tempat yang suci itu sendiri.

 

Ketika hal itu menjadi kelihatan bahwa Pompey yang pemuja berhala itu mau memasuki tempat yang suci di mana hanya kaum Imam yang dapat memasukinya untuk melayani Tuhan, bangsa Yahudi kehilangan muka di hadapan ribuan orang dan di hadapan jenderal Romawi, memohon dengan sungguh-sungguh, meminta, mendesak supaya dia tidak menodai Bait Suci Allah itu.

 

Di dalam penghinaan yang keji dan dan tajam itu, jenderal yang angkuh itu berjalan menuju Tempat Suci di mana terdapat kaki dian bercabang tujuh dan meja persembahan, dan altar dupa keemasan di mana hanya para imam yang melayani, di mana Uzia ini diserang penyakit kusta ketika dia berani melakukan jabatan yang terpisah, menodai karena hanya para imam saja yang boleh melakukannya.

 

Dia bukan hanya memasuki Tempat Suci itu saja, akan tetapi dia juga menjulurkan tangannya untuk meraih selubung yang memisahkan antara Tempat Suci itu dengan Tabut Perjanjian, dan dengan sikap menghina, dia menariknya ke samping dan melangkah ke tempat yang paling kudus Tuhan Allah ang Maha Agung.

 

Berdiri, melihat di sekitarnya untuk sesaat, keluar kembali dan berkata, “Mengapa, tempat itu kosong! Tidak ada apapun di sana kecuali kegelapan!”

 

Demikianlah Pompey. Dan itu adalah tempat yang sama di mana Yesaya melihat Tuhan tinggi dan menjulang. Hal itu membuat mata dari jiwa untuk melihat Tuhan Allah dan telinga dari hati untuk mendengar Tuhan Allah. Dan mereka yang tidak dapat melihat, Dia tidak ada terlihat. Dan bagi mereka yang tidak dapat mendengar, Dia tidak berbicara. Akan tetapi bagi mereka yang memiliki mata untuk melihat dan telinga untuk mendengar, dan hati untuk merasakan, Tuhan Allah hadir di dalam kemuliaan di depan kita untuk selama-lamanya.

Di dalam penglihatan Yesaya, dia merasakan dirinya itu penuh dengan dosa dan tidak pantas. “Celakalah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni Tuhan semesta alam.”

 

Setiap manusia yang pernah berdiri di hadirat Tuhan akan menemukan dirinya menguasai, merasakan sebuah pasang naik yang menjalari dirinya akan ketidak-pantasan, ketidak sucian, penuh dengan dosa dan kejahatan.

 

Orang tua kita yang pertama merasakan hal tersebut ketika mereka menyembunyikan diri mereka sendiri dari hadapan Tuhan Allah, tanpa mengenakan pakaian dan merasa malu, mendengar suara-Nya ketika Dia berjalan di dalam taman di hari yang sejuk itu.

 

Musa merasakan perasaan yang sama ketika berada di depan semak belukar yang menyala-nyala, dia menyembunyikan wajahnya dari hadirat Tuhan.

 

Manoa merasakan hal yang sama ketika malaikat itu datang untuk memberitahukan kelahiran putra mereka, Samson, dan naik ke sorga di dalam kidah api kemuliaan. Manoa berseru, “Kami pasti sudah mati, karena kami telah melihat Tuhan.”

 

Ayub merasakannya ketika dia berkata, “Aku telah mendengar mengenai Dia melalui pendengaran kedua telingaku, akan tetapi kedua mataku telah melihat-Nya, Oh, Tuhan, aku ini hanyalah debu dan tanah, aku menyesal! Aku meminta pengampunan dari Tuhan bahwa aku bahkan telah berbicara di hadirat-Mu!” 

 

Simon Petrus merasakan perasaan tersebut ketika menangis di hadapan Tuhan, “Menjauhlah dariku, karena aku adalah manusia yang penuh dengan dosa.”

 

Paulus merasakannya ketika dibutakan oleh kemuliaan cahaya itu, dia dibimbing oleh tangan itu masuk ke dalam kota Damaskus.

 

Yohannes Pembaptis merasakannya ketika melihat Yesus yang dipermuliakan di dalam pasal yang pertama, dia terjatuh di dekat kaki Tuhan seperti orang yang sudah mati.

 

Setiap saat ketika seseorang merasa bahwa dia layak, bahwa dia itu baik, bahwa dia itu beriman, dia hanya belum melihat Tuhan. Dia belum pernah berada di hadirat Tuhan Allah. Karena semakin dekat seorang manusia sampai kepada Tuhan Allah, semakin dia akan merasa penuh dengan dosa dan tidak layak. “Celakalah aku! Aku binasa, karena kedua mataku telah melihat sang Raja, Tuhan semesta alam.”

 

“Tetapi seorang dari pada Serafim itu terbang mendapatkan aku; di tangannya ada bara, yang diambilnya dengan sepit dari atas mezbah. Ia menyentuhkannya kepada mulutku serta berkata: “Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni.”

 Diambil dari altar persembahan, demikianlah salib itu. Di sanalah penebusan itu dilaksanakan. Di situlah tempatnya darah itu ditumpahkan, dan di dalam penumpahan darah tersebut, terdapat pengampunan atas dosa-dosa. Di kayu salib Kristus, kita mendapatkan pengampunan serta penebusan dan keselamatan.

 

Dan dari kayu salib, dari altar itu, Yesaya menemukan bahwa hatinya telah disucikan dan bibirnya telah dibersihkan. Lalu kemudian dia mendengar suara Tuhan dan secara sukarela menjadi pelayan Tuhan Allah dan utusan Tuhan Allah.

 

Pesan apa yang harus disampaikannya? Apakah itu suatu kejayaan atau suatu kemenangan? Tidak. Pesan itu malah sebaliknya.

 

“Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menganggap: jangan! Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup, supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh.”

 

Dan Yesaya berkata, “Oh Tuhan, sampai berapa lama aku harus membawa pesan seperti ini?”

 

Dan Dia menjawab, “Sampai kota-kota telah lengang sunyi sepi, tidak ada lagi yang mendiami, dan di rumah-rumah tidak ada lagi manusia dan tanah menjadi sunyi dan sepi. Tuhan akan menyingkirkan manusia jauh-jauh, sehingga hampir seluruh negeri menjadi kosong.

 

Sungguh suatu tugas yang tidak lazim melainkan tugas yang menyedihkan. Saya fikir bahwa ini merupakan salah satu alasan bahwa pasal yang keenam dari kitab Yesaya berada di sini dan penglihatan itu tidak berada di dalam pasal yang pertama. Mengapa Yesaya tidak memulai dengan panggilannya seperti yang dilakukan oleh nabi Yeremia dan seperti yang telah dilakukan oleh Yehezkiel, tetapi Yesaya tidak. Mengapa?

 

Karena lima pasal yang pertama begitu tragis kesedihannya dan pasal yang keenam ditempatkan di sini sehingga di sana mungkin ada alasan mengapa tragedi yang mengerikan akan pesan yang disampaikan oleh Yesaya. Tugasnya ialah untuk membawa sebuah pesan akan penghukuman serta pendeitaan bagi bangsa tersebut.

 

Bukankah itu merupakan perkara yang luar biasa? Dan hal itu merupakan Firman Tuhan yang telah disingkapkan dari sejak semula sampai pada kesudahan zaman. Tidak pernah ada saat ketika dunia itu sapu bersih ke dalam kerajaan tersebut. Tidak pernah ada suatu saatpun, tidak pernah ada suatu pendapatpun, bahwa mereka yang memberitakan Injil dari Kristus akan mampu mengubah dunia.

 

Akan tetapi dunia secara meningkat menjadi kejam dan jahat, penuh dengan peperangan dan pertentangan serta pertumpahan darah.

 

Saudara-saudara  tahu? Dengan membaca kitab Wahyu, saya berfikir bahwa saya telah melihat zaman-zaman yang telah berlalu sejak dari jemaat gereja di Filadelfia dari pintu yang terbuka, sampai pada zaman yang terakhir, jemaat Laodikia dari pengingkaran yang terbuka.

 

Ketika saya masuh muda, setiap negeri dari seluruh muka bumi ini terbuka untuk para misionaris. Saudara-saudara sekalian dapat mengirimkan para misionaris sampai ke daratan China yang manapun yang saudara-saudara sekalian sukai, semua misionaris manapun yang saudara-saudara  sukai ke daerah India, semua misionaris manapun yang saudara-saudara  sukai ke setiap suku bangsa dari dunia ini.

 

Sejak saat saya masih seorang pemuda, saya telah melihat bangsa demi bangsa menutup diri terhadap para misionaris. Ada suatu pembersihan keluarga manusia yang luar biasa dahsyatnya yang sekarang dibungkam oleh tangan-tangan besi menentang pemberitaan Injil akan kasih karunia dari Anak Allah. Bukan hanya itu saja, saya sedang melihat lebih banyak lagi daerah yang terbenam ke dalam kegelapan paham komunisme yang atheis.

 

Hal itu menjadi sebuah selubung bagi saya. Hal itu merupakan suatu penyebab akan rasa takut yang tak terbatas dan hal tersebut membuat saya gemetar. Sekarang ini, saat ini juga, ada beberapa dari antara mereka yang melarikan diri dengan hati yang hancur serta rasa sakit hati dari gerombolah kaum komunis dari Vietnam Utara.

 

Mengapa orang-orang itu tidak melarikan diri ke kota Hanoi? Mengapa mereka tidak melarikan diri ke arah utara? Komunisme merupakan suatu momok dan komunisme hanya akan sampai berkuasa kepada saudara-saudara sekalian melalui peperangan, oleh tinju dari seorang pria.

 

Dan sekali sebuah negara jatuh ke dalam tangan kaum komunis, tidak ada ilustrasi yang pernah mampu melepaskan dirinya sendiri darinya. Hal tersebut laksana sebuah kutuk. Seperti sebuah kematian. Seperti sebuah hukuman dan hal tersebut meningkat di seluruh permukaan bumi ini.

 

Ketika saya selesai menyampaikan warta tersebut pada pukul 8.15 pagi tadi, salah seorang dari misionaris kita yang berada di Kenya berkata, “Apakah anda tahu bahwa sepertinya Kenya akan jatuh ke tangan kaum komunis?” Saya menjawab, “Or, tidak.”

 

Saya dapat berfikir tentang Tanzania. Ketika saya berada di sana, kaum kunis sedang membangun jalan dari kota Dar es Salaam turun sepanjang sisi Tazania menuju ke Lusaka, ibukota dari Zambia. Saya sudah dapat memikirkan mengenai Tanzania, akan tetapi tidak dengan Kenya, dengan ibukotanya yang megah Nairobi. 

 

Saya berkata, “Kapankah peristiwa semacam itu berlangsung?”

 

Lalu wanita itu menjawab, “Dalam beberapa hari terakhir ini. Dalam beberapa hari terakhir ini saja.” Kenya sedang berjalan terhuyung-huyung seperti apakah dia akan mengikuti kaum komunis atau bukan.

 

Hal itu terlihat seperti kaum komunis yang sedang mengepung Portugal, sahabat dan benteng kita yang hebat di tanjung barat dari Semenanjung Iberia. Dan ketika Portugal jatuh, bagaimana bisa ada suatu kemampuan dari Amerika untuk membantu Israel, saya tidak tahu.

 

Samudera Hindia berangsur-angsur menjadi bagian dari perairan Rusia setiap harinya dengan banyaknya pelabuhan di sekitarnya. Dan kapal-kapal selam mereka yang beraneka ragam merupakan suatu ancaman terhadap kehidupan nasional serta eksistensi Amerika dan daerah bebas lainnya.

 

Ini merupakan hari itu dan ini adalah saat-sat di dalam mana kita hidup. Mereka mengingatkan saya tentang hari-hari penderitaan di dalam mana Yesaya telah dipanggil sebagai nabi Tuhan.

 

Ada satu alasan lagi mengapa saya berfikir pasal yang keenam itu berada di sini dan bukan berada di depan, mengapa penglihatan itu dikisahkan di sini, bukan dari awalnya. Saya juga berfikir bahwa itu merupakan suatu pendahuluan terhadap Kitab Immanuel – pasal yang ke 7 sampai dengan pasal yang ke 11.

 

Karena di dalam kekelaman dari hari itu dan di dalam tragedi dan kehilangan dari saat itu ketika Raja Uzia mati, “Aku juga” – dan kata “juga” itu saling berhubungan, memiliki arti penting dan penting artinya – ketika raja Uzia mati, “Aku juga melihat.”  Uzia dulunya adalah seorang raja yang hebat, seorang pengelola yang hebat, dan di bawah pemerintahannya kerajaan itu sampai kepada kemuliaan yang diketahui sama seperti di bawah pemerintahan raja Daud dan raja Salomo. 

 

Tetapi ketika raja Uzia mati, setiap harapan untuk masa depan telah dihempaskan ke tanah. Lalu kemudian di dalam tragedi pada saat itu dan di dalam kekaguman akan pesan dari pada Tuhan Allah yang disuruh Tuhan Allah supaya disampaikannya, bahwa dia membuka kedua matanya dan melihat Tuhan semesta alam, Raja Kemuliaan tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci.

 

Dan demikianlah caranya penglihatan itu diakhiri – pengajaran akan orang-orang yang tertinggal: akan ada di dalamnya mereka yang mengasihi Tuhan Allah serta melayani Tuhan Allah. Dan dari tunggul dari pohon yang telah ditebang oleh Tuhan Allah itu akan bangkit satu bangsa dan satu kerajaan yang akan memuliakan Tuhan kita untuk selama-lamanya.

 

“Walaupun melalui kulitku, cacing-cacing akan membinasakan tubuh ini, meskipun demikian di dalam dagingku aku akan melihat Allah.”

 

“Mataku akan melihat.” 

Mautku boleh saja mennyia-nyiakan kita,  dan kuburanpun boleh menelan kita, dan para omnivora yang kelaparan dari neraka boleh menjangkau kita, dan seluruh dunia boleh saja terbenam ke dalam kegelapan, suatu kegelapan yang rasanya tidak dapat dilalui. 

 

Dan bangsa-bangsa di dunia boleh saja menjadi busuk, dan pemerintahan boleh runtuh, akan tetapi di atas segalanya itu memerintah dalam kedaulatan kasih karunia dan kemuliaan adalah Raja dari jiwa kita dan pengharapan dari hati kita serta Juru Selamat dari gereja.

 

Ketika kita sampai pada pasal yang ketujuh itulah permulaan dari Kitab Immanuel yang Agung. “Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamai Dia “Immanuel – Tuhan bersama kita’” – Yesaya 7:14. 

 

Dan pasal yang ke 9, “Dan namanya disebutkan orang: Penasehat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.”

 

Dan pasal yang ke 11, “Serigala akan tinggal bersama domba dan macan tutul akan berbaring di samping kambing.

 

“Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan Tuhan, seperti air laut yang menutupi dasarnya. .”

 

Tuhan berkata, “Ketika semua perkara ini mulai terjadi, angkatlah kepalamu, karena penebusanmu sudah dekat.” 

 

Dari apa yang dapat saya baca di dalam Kitab Suci, saya berfikir bahwa bumi mulai mengarah kepada penyempurnaan yang agung, saya berfikir bahwa dunia ini bergerak menuju Peperangan Armagedon yang Agung.

 

Saya memikirkan kapal-kapal selam ini dengan hulu ledak nuklirnya, dan saya memikirkan pesawat-pesawat pembom yang kecepatannya melebihi kecepatan suara ini akan melepaskan bom-bom atom maut dan penghancuran, yang berhulu banyak itu, saya fikir kita sedang bergerak meunju penyempurnaan Tuhan Allah yang agung.

 

Kita tidak boleh patah semangat. Kita tidak boleh menggigil di dalam ramalan atau di dalam ketakutan, karena hal ini hanyalah permulaan dari rahmat Tuhan, penebusan Tuhan, kedatangan Tuhan, damai sejahtera daripada Tuhan, kerajaan Tuhan.

 

Dan di dalamnya saudara-saudara sekalian dan saya dan semua yang mengasihi Tuhan akan memiliki bagian yang indah, penuh dengan kejayaan serta pantas. 

 

Sungguh sebuah pengharapan, sungguh sebuah berkat, sungguh sebuah semangat! Ini, pesan dari Tuhan dari takhta kasih karunia, disampaikan melalui nabi-Nya dan oleh rasul-rasul-Nya yang kudus demi kebahagian kita serta semangat kita dalam setiap hari dan di dalam setiap waktu – kegelapan yang bukan kepalang – di dalam mana mukin hidup kita ditenggelamkan.

 

Lihatlah, Dia tetapi hidup. Angkatlah wajahmu; Dia tetap memerintah, dan bumi ini adalah kepunyaan-Nya, dan seluruh perjalanan nasib dari seluruh hari esok yang akan datang. 

 

Kita harus menyanyikan lagu permohonan kita, dan sembari kita menyanyikannya, satu pasang, satu keluarga, atau hanya seseorang dari saudara-saudara sekalian menyerahkan hidupnya kepada Yesus, meletakkan hidupnya di dalam persekutuan gereja, memuji serta mengasihi Tuhan Allah bersam-sama dengan kami.

 

Maukah saudara-saudara  datang? Ambillah keputusan itu sekarang juga di dalam hati saudara-saudara  dan pada nada yang pertama dari bait yang pertama, turunilah anak-anak tangga ini masuk ke dalam lorong dari sini sampai ke depan sana, “Aku datang, hari ini, pak Pendeta. Inilah aku.”  Sembari kita berdiri dan sembari kita bernyanyi.