SUKARELAWAN

Dr. W. A. Criswell

 

Yesaya 6:8

04-13-75

 

 

Kami menyambut saudara-saudara sekalian yang sedang mengikuti kebaktian ini melalui siaran radio dan televisi, kebagktian dari Gereja Baptis Pertama di kota Dallas dan pendeta akan menyampaikan warta yang diberi judul, Sukarelawan. Pada hari-hari belakangan ini, kami sedang memberitakan melalui salah satu potongan kesusasteraan yang paling agung yang pernah di tuliskan oleh seorang manusia biasa. Sajak-sajaknya, perumpamaannya, tingkatan keindahan serta kefasihan pidatonya, sebagaimana juga dengan kedalaman akan penyingkapan serta ungkapannya, tidak tertandingi, kecuali oleh kata-kata oleh Yesus, Tuhan kita.

 

Saya sedang memberitakan melalui kitab Yesaya, dan sekarang berada di dalam pasal yang ke enam. Tidak ada satupun pernyataan yang lebih baik atau lebih agung lagi di sana, keindahan bahasa, keagungan pemikiran, penyingkapan yang penuh dengan keagungan daripada yang dapat dilihat di dalam pasal yang ke enam dari kitab Yesaya ini.  Di dalamnya, telah digambarkan panggilan dari nabi itu, dan panggilan ini merupakan yang paling terperinci dari semua contoh yang telah kita dapatkan di mana seorang manusia telah dipanggil oleh Tuhan Allah untuk memenuhi tugas pelayanan kenabian.

 

Peristiwa itu kira-kira seperti ini, demikian dikatakan oleh pemuda itu, ketika dia menuliskannya di tahun ketika raja Uzia meninggal dunia, dan pada saat itu kemungkinan usianya masih sekitar dua puluh tahun. Setelah selama lima puluh lima tahun sebagai raja, Uzia sedang menantikan ajalnya. Dan pada hari-hari saat dia sedang menantikan ajalnya itu, pemuda itu melihat Tuhan di dalam Bait Suci, suatu penglihatan yang penuh dengan keagungan dan tiada bandingannya.

 

Dia melihat serafim itu ketika mereka berseru, “Kudus, kudus, kudus.” Di hadirat Tuhan Yang Mahabesar dan Mahatinggi dan Mahamulia dan Mahaagung, dia merasa seperti oang yang najis, orang yang penuh dengan dosa. Dan Tuhan telah memerintahkan seorang serafim untuk pergi ke altar, dan di sana mengambil sepotong batubara yang sedang menyala – api, suatu hukuman dari Tuhan Allah terhadap dosa, menyucikan, membersihkan; altar, jenis sifat dari Kristus yang mati karena dosa-dosa kita.

 

Dan dengan batubara yang menyala disentuhkan ke bibir nabi itu, dia telah dicuci dan dibersihkan. Lalu kemudian didengarkannyalah suara Tuhan yang mengatakan, “Siapakah yang akan Ku-utus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku? Dan sukarelawan itu menjawab, “Ini aku, utuslah aku.”

 

Dan Tuhan memerintahkan dia untuk pergi, tidak membawa pesan tentang kesuksesan yang besar atau respon yang besar, akan tetapi sebaliknya justru mengenai kekalahan serta hilangnya harapan: “Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan! Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh.”

 

Dan di dalam penderitaan yang mendalam, pemuda itu berseru, “Sampai berapa lama, ya Tuhan?” dan Tuhan menjawab, “Sampai kota-kota telah lengang sunyi sepi, tidak ada lagi yang mendiami, dan di rumah-rumah tidak ada lagi manusia, dan tanah menjadi sunyi dan sepi.”

 

Penglihatannya akan Tuhan Allah – yang tampaknya seperti memisahkan serta memudarkan kenyataan di dalam generasi kita. Untuk banyak orang, Tuhan Allah menjadi bagian selama beberapa zaman dari kaum mitologis dari Romawi dan Yunani. Dia menjadi bagian dari era primitif serta puisi, akan tetapi dia tidak lagi menjadi kenyataan. Untuk banyak orang, Tuhan Allah adalah suatu bujur yang kabur, yang tidak jelas; atau Dia itu berada sangat jauh sekali; atau seperti yang dikatakan oleh beberapa orang, Dia sudah mati dan sudah tidak ada lagi. Dan bagi banyak orang yang lain lagi, Dia itu bersifat tidak memperdulikan dan tidak mau menanggapi serta tidak mau tahu, akan tetapi tidak demikian halnya dengan nabi Yesaya. Dia itu nyata dan kedua matanya memandang kepada-Nya di dalam kemuliaan-Nya. Dan di hadirat Tuhan Allah Yang Mahaagung, dia merasa begitu tidak pantas.

 

Semakin dekan seseorang ditarik ke arah Tuhan Allah, seseorang itu akan merasa semakin penuh dengan dosa. Semakin jauh seseorang itu dari Tuhan Allah, seseorang itu akan melihat dirinya semakin baik dan pantas. Seperti cucuian wanita yang sedang di jemur di halaman belakang, kelihatannya begitu putih dan bersih, akan tetapi biarkanlah salju turun dan kain-kain tersebut dibandingkan dengan murninya warna putih dari salju itu, cucian itu kelihatan seperti berwarna kelabu dan kotor.

 

Demikianlah dengan kehidupan seseorang. Lihatlah padanya di dalam dirinya sendiri. Dia mungkin saja bangga akan dirinya. “Lihatlah bagaimana baiknya serta tegaknya diriku ini.” Akan tetapi apabila dibandingkan dengan kemurnian cahaya putih dari kemuliaan serta kekudusan yang menyala dari pada Tuhan Allah, dia kelihatan begitu kotor dan penuh dengan dosa.

 

Demikian juga dengan Yesaya. Dan dibersihkan dengan kurban penebusan yang agung dari Tuhan kita, dia mendengar suara Tuhan Allah yang memanggil seorang sukarelawan, dan dia membalas dan menjawab dengan hidupnya, “Ini aku, utuslah aku.”

 

Bukankah itu merupakan hal yang luar biasa yang terjadi? Ada seorang pria yang merasa dirinya begitu najis dan begitu tidak pantas di hadirat Tuhan Allah Yang Mahaagung. Dan Tuhan telah membersihkannya dengan kasih karunia penebusan, dengan satu altar penghakiman, oleh pengorbanan dari Kristus. Bukankah itu merupakan sesuatu yang luar biasa, bagaimana perlakuan Tuhan Allah terhadap kita?

 

Pria ini, seorang pria yang masih muda, merasakan dirinya tidak layak dan begitu penuh dengan dosa, MENGAPA Tuhan Allah tidak mengatakan demikian kepadanya, “Pergilah mandi dan kenakanlah pakaian yang baik dan engkau akan baik-baik saja?” Atau, mengapa Tuhan Allah tidak mengatakan seperti ini kepadanya, “Dapatkanlah pendidikan yang lebih baik lagi dan engkau akan bersiap sedia.” Atau, mengapa Tuhan Allah tidak mengatakan seperti ini kepadanya, “Masukilah sebuah program tentang perbaikan diri serta program tentang pengembangan diri dan engkau akan diberkati untuk pekerjaan besar dari pada Tuhan Allah?”

 

Bukankah saudara-saudara sekalian menginginkan jalan cerita yang seperti itu? Semua yang kita butuhkan hanyalah mengenakan pakaian yang bagus-bagus atau mendapatkan pendidikan yang lebih baik atau mencari program tentang pengembangan diri? Bukankah saudara-saudara ingin supaya hal itu dilaksanakan dengan cara seperti itu? Tuhan Allah tidak menginginkan seperti itu. Daun-daun ara tidak dapat menutupi ketelanjangan pria maupun wanita. Diperlukan adanya darah, dan di dalam tumpahnya darah tersebut, terdapat suatu penebusan serta pengampunan atas dosa-dosa. Dan setelah mendapatkan pengalaman bertemu dengan Tuhan Allah dan dilahirkan kembali oleh Roh Allah, dia mendengar suara dari Tuhan Allah yang mengatakan, “Siapakah yang akan Ku-utus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku? Dan dia menjawab, “Ini aku, utuslah aku.”

 

Nah, saya mengambilnya sehingga hal ini merupakan suatu catatan dari setiap anak-anak Tuhan Allah yangtelah lahir baru. Jika seseorang telah bertemu dengan Tuhan Allah, apabila seseorang mendapatkan penglihatan dari Tuhan, dan seandainya Roh Kudus telah menjamah hatinya dan mulutnya, dia akan mendengarkan panggilan dari Tuhan Allah. Jika seseorang mendapatkan penglihatan dari pada Tuhan Allah, dia akan mendengar suatu panggilan dari Tuhan Allah di dalam hatinya.

 

Panggilan itu datang dengan banyak cara. Panggilan itu bisa saja datang sebagai sebuah penglihatan akan malaikat seperti yang dialami oleh Yakub ketika dia melihat tangga itu dan para malaikat naik dan turun melalui tangga itu. Bukankah itu merupakan sesuatu yang luar biasa? Naik dan turun. Mereka berada di bumi ini dan mereka menaiki serta menuruni tangga itu. Atau panggilan itu bisa saja datang sebagai semak belukar yang menyala-nyala seperti yang dilihat oleh Musa dan suara yang berbicara kepadanya yang keluar dari semak yang terbakar tapi tidak habis itu, itu bisa saja datang sebagai suatu panggilan di malam hari - “Samuel, Samuel” – atau panggilan itu bisa saja datang sebagai suatu suara yang hening dan perlahan seperti yang dialami oleh nabi Elia, atau pengurapan seorang nabi seperti Daud.

 

Atau panggilan itu bisa saja datang sebagai suatu undangan untuk menjadi seorang penjala manusia seperti yang dialami oleh Simon Petrus, atau seperti nyala api di dalam hati seperti yang dialami oleh Kleofas atau panggilan itu bisa saja datang ketika bertemu dengan Yesus di jalanan menuju ke kota Damaskus seperti yang dialami oleh Saulus dari Tarsus, atau bisa saja datang sebagai suatu penglihatan akan Yesus yang telah dipermuliakan, yang telah bangkit, di angkat naik ke atas, yang memerintah di sorga, seperti yang dialami oleh rasul Yohannes yang dikuduskan, di kepulauan Patmos. Akan tetapi, kapan saja, di mana saja, ketika seseorang melihat suatu penglihatan akan Tuhan Allah, dia juga mendengar suara Tuhan memanggil dia.

 

Saat ini saya sedang memperhatikan orang-orang yang ada di dalam gereja kita, dan khususnya kepada pemimpin permohonan dana gedung kita. Dia belum lama ini bergabung dengan gereja ini seperti lamanya beberapa orang dari antara kita, akan tetapi saya telah membaptis dia bersama-sama dengan isterinya. Dan dia telah memberikan hidupnya kepada esus, dan dia telah mendatangi saya dan berkata, “Pak Pendeta, saya telah memberikan hidup saya kepada Tuhan dan seluruhnya harta yang saya miliki dan punyai dan semua dari diri saya telah saya berikan kepada Tuhan, dan saya ingin dipakai oleh Tuhan Allah. Semoga Tuhan Allah membantu saya melakukan sesuatu bagi-Nya.”

 

Setiap orang yang mendapatkan pengalaman dengan Tuhan Allah merasakan hal yang sama di dalam hatinya, dan dia akan bersedia menjadi seorang sukarelawan. Dia tidak dapat menahannya. Dia akan menjawab dengan hidupnya. Panggilan itu adalah kebutuhan itu, demikianlah dikatakan oleh buku Tuhan itu, dan kebutuhan itu adalah panggilan tersebut. Saya dapat mengilustrasikannya melalui keseluruhan firman Tuhan. Panggilan itu adalah kebutuhan dan kebutuhan itu adalah panggilan.

 

Ketika Daud masih kanak-kanak menjaga kawanan dombanya, bapanya memanggil dia dari tengah-tengah dombanya dan berkata, “Nak” – dan dia masih belum  bercukur, demikian dikatakan oleh Alkitab, masih seorang remaja merah - “Nak, bawa dan berikanlah makanan ini kepada saudara-saudaramu yang merupakan prajurit-prajurit dalam pasukan Allah itu.”

 

Dan anak laki-laki itu pergi menuju kepada pasukan Israel dan di seberang lembah Elah dilihatnyalah pasukan penghujat Filistin yang tidak bersunat itu. Dan setiap hari, ada seorang raksasa dari pasukan itu yang bernama Goliath yang berjalan menuruni bukit itu, dan di sana, dengan memandang wajah-wajah pasukan Tuhan Allah dia berkata, “Aku menantang kamu sekalian untuk keluar. Kamu sekalian adalah pengecut! Kamu tidak mempunyai Allah yang memiliki kekuasaan dan kekuatan untuk menyelamatkan. Dia juga pengecut, dan kamu sekalian sama dengan Dia.”

 

Dan dia menghujat nama Allah Yahwe, dan dia meremehkan bangsa Tuhan itu, dan mereka berjongkok di balik debu di depan dia. Dan anak muda itu tidak pernah mendengar seseorang yang mengutuki Tuhan Allah, anak muda itu bertumbuh menjadi dewasa dengan kawanan biri-biri itu, anak muda itu hanya tahu memainkan kecapinya, dan para malaikat menyendengkan telinga mereka untuk mendengarkan, anak muda itu menyanyikan kidung-kidung Mazmur pujian kepada Allah Yahwe. Dia belum pernah mendengar seseorang mengutuk Tuhan Allah dan dia merasa takjub ketika mendengar bangsa Tuhan itu dijelek-jelekkan serta gemetar ketakutan di balik debu tanah.

 

Dan dia melihat kepada sekelilingnya dan berkata, “Apakah tidak ada seseorang yang menantang penyembah berhala penhujat dan tidak bersunat ini?” Tidak seorangpun. Mereka gemetar ketakutan. Mereka merasa takut sekali. Dia berkata, “Aku akan pergi.”  Yang dibutuhkan adalah panggilan itu dan panggilan itu adalah yang dibutuhkan. “Aku akan pergi”.

 

“Mengapa,” kata mereka, “Engkau masing sangat muda, tidak bercukur, anak-laki-laki belasan tahun yang masih berwajah merah. Bagaimana engkau akan mengalahkan seorang raksasa yang dilengkapi dengan persenjataannya dan tombaknya yang sama besar dengan cahaya penenun seperti itu?”

 

Anak muda itu menjawab kembali, “Ketika menjaga biri-biri kepunyaan bapaku, ada seekor beruang, dan Tuhan Allah telah menolong saya menyelamatkan kawanan ternak saya untuk lepas dari cengkeraman cakar-cakar buaya tersebut. Lalu datang juga singa, dan Tuhan Allah telah menolong saya menyelamatkan kawanan ternak saya untuk lepas dari mulut singa tersebut. Tuhan Allah yang sama yang menyelamatkan dari beruang dan dari singa itu adalah Tuhan Allah yang sama yang akan menyelamatkan dari raksasa Goliath ini.”

 

Yang dibutuhkan adalah panggilan itu dan panggilan itu adalah yang dibutuhkan. Dan anak muda itu bersukarela. “Inilah aku. Pakailah aku.”

 

Bukankah demikian dengan Nehemia ketika saudaranya kembali dari Yudea dan menggambarkan kehancuran di kota Yerusalem, dan tembok-tembok itu telah diratakan dengan tanah dan pintu-pintu gerbanganya telah hangus dibakar dengan api? Perdana Menteri dari kekaisaran Persia menangis, menangis secara terbuka, dan mengorbankan dirinya sendiri di hadapan sang raja untuk dipakai oleh Tuhan Allah untuk membangun kembali pintu-pintu gerbang serta tembok-tembok Kota Suci tersebut. Yang dibutuhkan adalah panggilan itu dan panggilan itu adalah yang dibutuhkan.

 

Bukankah demikian yang terjadi dengan kehidupan rasul Paulus yang menuju ke Troas? Di dalam penglihatan malamnya dia melihat sebuah penglihatan akan seseorang di Makedonia yang berkata, “Menyeberanglah kemari dan tolonglah kami.” Dan ayat yang berikutnya mengatakan bahwa Paulus dan Silas serta dr. Lukas bersiap-siap untuk pergi menuju ke Makedonia. Dan kata demi kata, Kitab Suci berkata, “dengan sungguh-sungguh berkesimpulan bahwa Allah telah memanggil kami untuk memberitakan Injil kepada orang-orang di sana.”

 

Mengapa, Tuhan Allah tidak pernah mengatakan apapun juga kepada mereka demikian, “Pergilah ke Hellespont, pergilah ke benua Eropa, pergilah ke negara Inggris, pergilah ke benua Amerika.” Tidak! Dia hanya melihat seorang Makedonia berkata, “Tolonglah kami,” dan yang dibutuhkan adalah panggilan itu dan panggilan itu adalah yang dibutuhkan. Dan dia memalingkan wajahnya memandang ke arah barat sebagai ganti memandang ke arah timur, dan kita menjadi para pengikut Kristus dan demikian juga dengan para bapa leluhur kita. Inilah Roh Allah di dalam diri bangsa-Nya.

 

“Siapakah yang akan Ku-utus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku? Dan dia menjawab, “Ini aku, utuslah aku.” Itu merupakan suatu hal yang mengagumkan, hal yang menakjubkan bagaimana roh manusia yang telah diciptakan menurut gambar dan rupa Tuhan Allah boleh bangkit di dalam suatu kebutuhan, di dalam suatu keadaan darurat, hanya naik membubung tinggi ke arah sorga.

 

Tidak lama setelah berakhirnya Perang Dunia II, kami sedang berada di benua Eropa, bertahun-tahun yang lalu, untuk yang pertama kalinya saya berada di sana, dan kami berdiri di dalam sebuah antrian panjang di depan sebuah meja imigrasi di penyeberangan dari Foxton, Inggris menuju ke Malone, di Perancis, dengan menyeberangi kanal itu menuju ke Perancis. Dan antrian yang panjang itu bergerak dengan lambat menuju meja imigrasi tersebut.

 

Di depan saya berdiri seorang wanita, seorang wanita berkebangsaan Inggris dengan seorang anak gadis kecil yang besarnya kira-kira sebesar ini. Saya melihat pada paspor wanita tersebut. Di sana tertulis namanya adalah Emma Jensen. Dan karena sudah tertunda sekian lama di dalam antrian tersebut, saya mulai berbincang-bincang dengan wanita Inggris tersebut. Katanya, anak gadis itu, anak kecil itu, lahir di sebuah tempat penampungan ketika terjadi suatu serangan udara. Anak kecil itu telah menjalani sebagian besar hidupnya di dalam sebuah tempat penampungan serangan udara tersebut, dan wanita itu berkata, “Kami baik-baik saja, suami saya bersama-sama dengan saya dan anak kecil itu. Kami berhasil selamat melalui peperangan tersebut.

 

“akan tetapi beberapa hari sebelum pertempuran yang mengerikan itu diakhiri, ada sebuah bom roket yang meledak di atas rumah kami. Dan suami saya kemudian tewas terbunuh di sana. Segala sesuatu yang kami miliki telah musnah.”

  

Dan wanita itu menyingkapkan rambut anak kecil yang lebat itu, dan melewati kening menuju ke punggungnya melewati kepalanya terdapat luka parut yang hitam, dalam dan agak pucat. Wanita itu selanjutnya mengatakan, “Saya telah merawat anak gadis kami untuk dapat hidup dan menjadi sehat.”

 

Saya mulai menaruh simpati terhadap mereka. “Oh,” kata saya, “Saya begitu menyesal. Saya minta maaf. Terhadap kematian suami anda dan kehilangan anda atas rumah anda beserta dengan segala sesuatu yang anda miliki serta cidera berat yang di alami anak gadis kecil itu.”

 

“Tidak,” katanya. “Jangan bersimpati kepada saya, jangan bersimpati kepada saya.” Demikian kata wanita tersebut, “Ada ribuan dan ribuan lagi orang yang telah terluka dan mengalami cidera yang lebih buruk daripada yang saya alami.”

 

“Jangan bersimpati kepada saya, jangan kepada saya.” katanya, “Saya baik-baik saja, saya dapat mengatasinya.”

  

“Atas kebaikan dari Tuhan Allah,” katanya, “satu-satunya yang tersisa di dalam rumah kami adalah sebuah mesin tik.” Katanya, “Saya mendapatkan pekerjaan di Universitas Cambridge, mengerjakan pengetikan untuk seorang dosen hukum.

 

“Dan ketika saya meletakkan bayi itu, anak perempuan kecil itu di tempat tidurnya di malam hari, saya mengetik sampai larut malam dan mencari nafkah untuk menghidupi saya dan anak kecil itu. Jangan berikan simpati kepada saya. Saya baik-baik saja.”

 

Demikianlah semangat manusia di hadapan suatu kebutuhan dan sebuah ajakan untuk bangkit dan bersinar. Demikian juga dengan rumah tangga iman kepercayaan. “Tuhan, Tuhan, sekarang karena saya telah menyerahkan hidup saya kepada-Mu, sekarang karena saya sudah bersukarela, bagaimana?” Dan Tuhan Allah telah memberikan tugas yang merupakan suatu penugasan yang sukar dan berat.

 

Tidak pernah mudah, tidak pernah. Setiap waktu Allah memanggil, setiap waktu anak-anak Tuhan mendengar suara Allah, dan menjadi sukarelawan, tugas yang diberikan itu senantiasa sukar dan sulit.

 

Bukankan saudara-saudara akan berfikir bahwa hal itu akan menjadi salah satu kesuksesan? Saudara-saudara sekalian pergi dan memberitakan serta menyampaikan pesan itu, dan seluruh dunia akan mendengar dan mereka akan berpaling dan mereka akan diselamatkan dan semua mereka akan berada di dalam kerajaan itu? Bukankah saudara-saudara akan berfikiran seperti itu?

 

Kenyataannya adalah kebalikannya. Yang gelap itu bertambah kelam, dan bumi menjadi lebih fasik dan lebih tersesat. Dan di dalam rasa sakit kita berseru, “Sampai berapa lama, Ya Tuhan, sampai berapa lama?” Dan Tuhan menjawab, “Sampai kota-kota telah lengang sunyi sepi, tidak ada lagi yang mendiami, dan di rumah-rumah tidak ada lagi manusia, dan tanah menjadi sunyi dan sepi.” Demikianlah dengan hari-hari kita dan panggilan kepada kita serta penglihatan kita akan Tuhan Allah – sungguh suatu saat yang gelap, kelam, suram!

 

Dan kegelapan itu menyebar dan lama-kelamaan semakin menghitam. Minggu yang baru lalu, saya baru saja memberikan khotbah kepada Asosiasi Pekabar Injil Nasional. Ada sebuah asosiasi, sebuah organisasi dari gereja-gereja Liberal yang disebut dengan Dewan Gereja-Gereja Nasional.

 

Ada sebuah organisasi komunitas dan kelompok agama dari gereja-gereja Percaya Alkitab Fundamental. Ada sebanyak tiga puluh tiga kelompok agama yang bergabung di dalamnya. Dan kelompok itu disebut juga dengan Asosiasi Pekabar Injil Nasional, dan minggu yang baru lalu, saya memberikan khotbah kepada delegasi-delegasi tersebut.

 

Di suatu malam minggu yang lalu sebelum saya membawakan pembicaraan itu, mereka menyajikan tragedi yang menimpa terhadap misi pekabaran Injil kita di Vietnam. Yang pertama, ada sebuah foro, sebuah foto slide lentera. Ada sebuah foto tentang sebuah tugu di sana yang didirikan untuk mengenang kematian para misionaris kita yang telah tewas dibunuh.

 

Dan di dalam gambar itu di sisi sebelah sini dari tugu tersebut berdiri seorang pendeta berkebangsaan Vietnam, dan di sisi sebelah sini berdiri juga seorang pendeta berkebangsaan Vietnam. Dan pria yang menunjukkan gambar itu kepada saya berkata, “Kedua pendeta ini, pendeta dari kedua sisi ini, mereka berdua, baru saja menjadi martir. Mereka telah memberikan nyawa mereka kepada Kristus di depan orang-orang Viet Kong yang haus darah itu serta gerombolan-gerombolan jahat dari utara.”

 

Orang yang berikutnya berdiri adalah seorang dokter, dan dia menyajikan kisahnya saat demi saat ketika dia menggambarkan datangnya pasukan Komunis dari arah utara, yang pertama kali melalui daratan tinggi dan kemudian melalui kota-kota di sepanjang tepi pantai, dan penghancuran serta kematian yang mengikuti setelah bangkitnya pasukan-pasukan yang menyerang dari arah utara tersebut.

 

Dan kemudian kepada kami mereka sajikan beberapa daftar, nama-nama serta keluarga-keluarga dari para misionaris baik yang telah menjadi martir maupun yang telah ditawan atau mereka yang telah menghilang dari pandangan orang. Dan kemudian sesudah diberikan daftar orang-orang yang telah memberikan nyawanya di dalam tangan-tangan musuh yang mengerikan, kami semua berdiri dan di dalam doa hening, memohon kepada Tuhan Allah akan berkat-Nya serta kehadiran-Nya di daerah yang tragis dan menyedihkan itu.

 

Hal ini berlangsung juga pada saat ini. Tidakkah saudara-saudara berfikir, tidakkah saudara-saudara mengira, bahwa di dalam menghadapi kehilangan yang seperti itu, kematian dan kehancuran serta tragedi yang seperti itu, tidakkah saudara-saudara akan berfikir bahwa orang-orang Kristen itu akan mengundurkan diri? Sampai berapa lama? “Sampai kota-kota telah lengang sunyi sepi, tidak ada lagi yang mendiami, dan di rumah-rumah tidak ada lagi manusia, dan tanah menjadi sunyi dan sepi.” “Sampai berapa lama, Ya Tuhan, sampai berapa lama?” 

 

Tidakkah saudara-saudara akan berfikir bahwa orang-orang Kristen itu akan mengundurkan diri, bahwa mereka akan menghentikan tugas pelayanan mereka? Hal itu terlalu melemahkan semangat, hal itu terlalu sukar. Saat yang berikut ketika saya mengambilnya, akan saya ambil dari pasal yang ke tujuh, dan nabi yang masih muda itu berdiri di sana, di hadapan Ahas, raja itu, memulai tugas pelayanan kenabiannya untuk selama lebih dari setengah abad lamanya.

 

Tidak ada masuk ke dalam benak saya untuk berhenti. Tidak ada masuk ke dalam pikirannya untuk merasakan kegagalan. Dia sedang melakukan pekerjaan Tuhan Allah, dengan menyampaikan pesan-pesan dari Tuhan Allah dan tidak ada yang namanya kegagalan di dalam Yang Mahakuasa, yang ada hanyalah pengorbanan dan hidup untuk menjawab pertanyaan dari mereka yang namanya adalah nama-Dia.

 

Bukankah itu merupakan sesuatu yang luar biasa bagaimana Iman Kepercayaan Kristen dikumpulkan bersama-sama. Orang-orang yang terdahulu biasanya mengatakan, adalah darah dari para martir yang merupakan benih gereja. Pengorbanan yang ada di dalamnya, air mata yang berada di dalamnya, pengabdian yang ada di dalamnya, tumpahnya darah kehidupan di dalamnyalah yang telah memberinya kekuatan.

 

Saya pernah mendengar seorang pria yang mewakili suatu kelompok agama yang makmur. Dia datang ke sebuah kampus universitas dan di sana dia memohon untuk para pemuda sdan pemudi untuk mau pergi ke benua Afrika sebagai misionaris. Dan karena datang dari suatu kelompok agama yang makmur, konservatif dan hmemiliki latar belakang sejarah, dia berkata, “Marilah, anak-anak muda, datanglah kemari. Telah disediakan gaji yang menggiurkan untuk anda sekalian. Akan diberikan pula tunjangan pensiun yang cukup untuk anda sekalian. Akan disediakan kamp tempat tinggal untuk anda sekalian yang dibekali dengan persediaan makanan Amerika yang cukup.

 

“Akan dikirimkan belanja bulanan bagi anda sekalian dari negeri kita sendiri. Akan disediakan transportasi bagi anda sekalian, seperti mobil. Akan diberikan kepada anda sekalian, segala sesuatu barang yang anda perlukan. Marilah pergi ke benua Afrikadan wakilkanlah Tuhan kita.” Dan ketika dia selesai mengutarakan ajakannya, ada satu orang yang menanggapinya. Dan kemudian ada seorang lagi yang memebrikan tanggapan. Kemungkinan, ada orang ketiga yang akan memberikan respon, dan hanya sedemikian saja.

 

Lalu belakangan datanglah ke kampus universitas yang sama, misionaris yang lain dari persekutuan yang lebih miskin. Mereka bermarkas di tengah-tengah negeri yang begitu gelap itu. Dan perwakilan misi itu berdiri dan berkata, “Wahai para pemuda dan pemudi, datanglah kemari. Ada sebuah tugas yang sangat suram. Kami tinggal di tempat yang digelapkan.” Demikianlah katanya, “Kami tinggal di tengah-tengah penyakit dan di tengah-tengah kematian, akan tetapi, datanglah kemari!” Dan ketika dia selesai mengucapkan ajakan untuk berkorban itu, menuju ke tengah-tengah penyakit itu, menuju kepada penderitaan itu serta menuju ke arah kematian itu, altar itu dijejali dengan para pemuda dan pemudi yang menawarkan hidup mereka bagi Tuhan Allah.

 

Bukankah itu merupakan sesuatu yang luar biasa mengenai iman kepercayaan Kristen? Permudahlah hal tersebut, buatlah ia menjadi lembut, buatlah menjadi penuh dengan kelimpahan dan semua itu akan diceraiberaikan di depan penglihatanmu sendiri. Akan tetapi jika di dalamnya terdapat pengorbanan, hidup menuju kepada kematian di dalamnya, maka iman kepercayaan itu akan hidup. Iman kepercayaan itu akan bersemangat, akan memiliki tenaga. Dan orang-orang akan diselamatkan olehnya.

 

Begitu dekat kemuliaan itu kepada kita yang terbuat dari debu,

Begitu dekat Tuhan Allah itu kepada manusia,

Ketika kewajiban berbisik perlahan, “Engkau harus,”

Orang-orang Kristen menjawab, “Aku bisa.” 

 

Inilah aku, Tuhan, Utuslah aku. Pakailah diriku. Untuk tempat yang tenagn seperti Sion? Tidak. Pakailah aku, ya Tuhan, untuk memberikan hidupku kepada-Mu, untuk melayani diri-Mu, untuk memuliakan nama-Mu.

Dan kami tidak akan pernah dilemahkan lagi. Ataupun kami tidak akan pernah kehilangan hati kami. Dia tidak seperti itu. “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, tetapi dengan setia Ia akan menyatakan hukum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajaran-Nya.”

 

Inilah permohonan kami kepada saudara-saudara sekalian pada pagi hari ini. Apabila saudara-saudara mendapatkan penglihatan akan Tuhan Allah, apabila saudara-saudara sekalian memiliki suatu pengalaman dengan Tuhan, saudara-saudara sekalian akan merasakan panggilan Tuhan Allah di dalam hati saudara-saudara. Dan dapibal saudara-saudara sekalian telah merasakan Tuhan Allah berada did alam hati saudara-saudara , apabila anda telah menjadi seorang pengikut Kristus yang telah lahir kembali, saudara-saudara sekalian akan menjawabnya dengan hidup saudara-saudara sekalian. Saudara-saudara sekalian akan bersukarela: “Inilahaku, Tuhan, utuslah aku.”

 

Bagaimanapun hasilnya nanti – semua itu berada di dalam tangan-Nya. Dia tidak menjanjikan kesuksesan, hanya sebuah tugas yang sulit dan sukar. Akan tetapi apabila Tuhan Allah telah berfirman, saudara-saudara sekalian harus menjawabnya dengan hidup saudara-saudara, “Inilah aku, ya Tuhan, pakailah diriku ini. Utuslah diri hamba ini. Berkatilah aku ini.”

 

Maukah saudara-saudara menjawab dengan hidup saudara-saudara seperti itu, pada pagi hari ini?

 

“Aku telah mendengar suara Tuhan, dan aku akan datang. Aku telah mengambil keputusan bagi Tuhan Allah, dan inilah aku datang.”

 

Apakah harus menerima Kristus sebagai Juru Selamat? Datanglah. Apakah harus memberikan hidup saudara-saudara sekalian di dalam persekutuan gereja? Datanglah. Apakah harus menjawab suatu panggilan khusus serta ajakan yang khusus dari Tuhan? Datanglah. Ketika Roh Kudus akan mendesakkan undangan tersebut ke dalam hati saudara-saudara sekalian, jawablah sekarang juga. Datanglah sekarang juga. Lakukanlah sekarang juga sembari kita berdiri dan sembari kita bernyanyi.