KEMATIAN: BERDOA DALAM KEHENDAK ALLAH

(DEATH: PRAYING IN THE WILL OF GOD)

 

Dr. W. A. Criswell

 

Yesaya 38, 39

11-23-75

 

 

Kami menyambut saudara-saudara sekalian yang bersama-sama dengan kami sedang mengikuti jalannya kebaktian Gereja Baptis Pertama di kota Dalas melalui siaran radio dan siaran televisi. Ini adalah pendeta yang menyampaikan warta yang diberi judul: Doa dan Kehendak Allah. 

 

Di dalam pemberitaan kami melalui nabi Yesaya, kita telah sampai kepada kedua pasal penutup sebelum bagian ayat yang agung itu, yang berbentuk puisi itu, nubuatan dalam kesusasteraan manusia serta dalam seluruh Firman Tuhan. Kitab Yesaya pasal yang ke 40 sampai dengan pasal yang ke 66, tanpa diragukan lagi merupakan perkataan yang paling agung, pernyataan yang paling besar, pusi yang paling mengagumkan dari perkataan manusia.

 

Dan kedua pasal ini, seperti kedua pasal di hari Minggu yang lalu, merupakan sejarah. Kedua ayat tersebut diletakkan di antara pasal yang ke tiga puluh enam dna pasal yang ke empat puluh – sebuah kisah kehidupan raja Hizkia dan nabi Yesaya

 

Lalu kemudian kita akan membacakannya, dimulai dari pasal yang ke tiga puluh delapan, dari ayatnya yang pertama:

 

Pada hari-hari itu Hizkia jatuh sakit dan hampir mati. Lalu datanglah nabi Yesaya bin Amos dan berkata kepadanya: “Beginilah Firman Tuhan: Sampaikanlah pesan terakhir kepada keluargamu, sebab engkau akan mati, tidak akan sembuh lagi.”

Lalu Hizkia memalingkan mukanya ke arah dinding dan ia berdoa kepada Tuhan.

Ia berkata: “Ah, Tuhan, ingatlah kiranya, bahwa aku telah hidup di hadapan-Mu dengan setia dan dengan tulus hati dan bahwa aku telah melakukan apa yang baik di mata-Mu.”

Maka berfirmanlah Tuhan kepada Yesaya:

“Pergilah dan katakanlah kepada Hizkia: Beginilah Firman Tuhan, Allah Daud, bapa leluhurmu: Telah Kudengar doamu dan telah Kulihat airmatamu. Sesungguhnya Aku akan memperpanjang hidupmu lima belas tahun lagi

 

 Dan sebagai sebuah pertanda . . .

 

“Sesungguhnya, bayang-bayang pada penunjuk matahari buatan Ahas akan Kubuat mundur ke belakang sepuluh tapak yang telah dijalaninya.” Maka pada penunjuk matahari itu pun mundurlah ke belakang sepuluh tapak dari jarak yang telah dijalaninya.

 

 Sekarang, pasal yang berikutnya, pasal yang ke tiga puluh sembilan:

 

Pada waktu itu Merodakh-Baladan bin Baladan, raja Babel, menyuruh orang membawa surat dan pemberian kepada Hizkia, sebab telah didengarnya bahwa Hizkia sakit tadinya dan sudah kuat kembali.

Hizkia bersukacita atas kedatangan mereka, lalu diperlihatkannyalah kepada mereka gedung harta bendanya, emas dan perak, rempah-rempah dan minyak yang berharga, segenap gedung persenjataannya dan segala yang terdapat dalam perbendaharaannya. Tidak ada barang yang tidak diperlihatkan Hizkia kepada mereka di istananya dan di seluruh daerah kekuasaannya.

Kemudian datanglah nabi Yesaya kepada raja Hizkia dan bertanya kepadanya: “Apakah yang telah dikatakan orang-orang ini? Dan dari manakah mereka datang?” Jawab Hizkia, Mereka datang dari negeri yang jauh, dari Babel!”

Lalu tanyanya lagi: “Apakah yang telah dilihat mereka di istanamu?” Jawab Hizkia: “Semua yang ada di istanaku telah mereka lihat. Tidak ada barang yang tidak kuperlihatkan kepada mereka di perbendaharaanku.”

Lalu Yesaya berkata kepada Hizkia: “Dengarkanlah Firman Tuhan semesta Alam!

Sesungguhnya suatu masa akan datang, bahwa segala yang ada dalam istanamu dan yang disimpan nenek moyangmu sampai hari ini akan diangkut ke Babel. Tidak ada barang yang akan ditinggalkan, demikianlah Firman Tuhan.”

Dan dari keturunanmu yang akan kau peroleh, akan diambil orang untuk menjadi sida-sida di istana raja Babel.

 

Salah satunya adalah Daniel, seorang budak dan seorang sida-sida. Tiga yang lainnya adalah Meshakh, Sadrakh, dan Abednego – sida-sida, orang-orang yang telah dikebiri, budak di dalam istana raja Babel.

 

Ketika saudara-saudara membaca kisah itu, kisah mengenai hidup dari raja Hizkia yang baik itu, saudara-saudara tidak akan dapat berbuat apapun juga kecuali berfikir bahwa sungguh suatu perkara yang luar biasa dan ajaib ketika Tuhan Allah berkata, “Sampaikanlah pesan terakhir kepada keluargamu, sebab engkau akan mati, tidak akan sembuh lagi.”

 

Dan mendengar kalimat kematian yang datang dari Tuhan Allah Yang Mahaagung dari sorga itu, dia berdoa dan dia menangis, dan datang dari rasa hormatnya kepada raja yang baik itu, Tuhan Allah telah menambahkan hidupnya selama lima belas tahun lamanya. Dan kita telah membacanya dan berfikir, “Betapa luar biasanya, betapa ajaibnya!”

 

Akan tetapi, sebagai ganti doa, “Bukan keinginanku, akan tetapi jadilah kehendak-Mu. Andaikata lebih baik bagiku untuk hidup, berikanlah hari-hari itu kepadaku dan perpanjanglah tahun-tahun hidupku. Seandainya lebih baik bagikiu untuk mati, semoga Tuhan Allah memilih apa yang terbaik bagiku.” Hizkia tidak berdoa seperti itu. Ketika vonis kematian itu disampaikan kepadanya melalui nabi Yesaya itu, dia berdoa sehingga dia boleh hidup. Dan datang dari rasa hormat serta sebagai jawaban kepada doa itu, Tuhan Allah telah menambahkan hidupnya selama lima belas tahun lamanya.

 

Akan tetapi ada dua hal, penghakiman, mengerikan, hal-hal yang menakutkan datang dari jawaban terhadap doa itu serta datang dari lima belas tahun tersebut. Pertama-tama, di dalam kurun waktu lima belas tahun itu, anaknya, Manasye, telah lahir. Dan bukan hanya satu kali, akan tetapi sering kali bahwa Tuhan Allah berfirman di dalam Firman-Nya yang Kudus bahwa “karena dosa-dosa serta kejahatan Manasye, putra Hizkia, Aku akan membinasakan bangsa ini. Aku akan membuat negeri ini menjadi hampa. Aku akan membuat mereka berada di dalam perbudakan serta pembuangan.”

 

Nah, coba saudara-saudara lihat di dalam kitab 2 raja-raja pasl yang ke 21: “Manasye berumur dua belas tahun pada waktu ia menjadi raja”; yaitu, dia lahir di dalam kurun waktu lima belas tahun itu, setelah tiga tahun daripadanya berlalu. Di dalam lima belas tahun tambahan hidup kepada Hizkia, putranya Manasye dilahirkan.

 

“dan lima puluh lima tahun lamanya iamemerintah di Yerusalem. . . . Dan ia melakukan apa yang jahat di mata Tuhan, sesuai dengan perbuatan keji bangsa-bangsa yang telah dihalau Tuhan dari depan bangsa Israel.” 

 

Dia membangun kembali mezbah-mezbah untuk semua allah berhala, justru di dalam rumah, di dalam Bait Suci Tuhan. “Bahkan, ia mempersembahkan anaknya sebagai korban dalam api.” Dia mengorbankan anaknya sendiri sebagai korban bakaran kepada Molekh.

 

“Dan Manasye menyesatkan mereka, sehingga mereka melakukan yang jahat lebih dari pada bangsa-bangsa yang telah dipunahkan Tuhan dari hadapan orang Israel. Kemudian berfirmanlah Tuhan dengan perantaraan para hamba-Nya, yakni para nabi: “Oleh karena Manasye, raja Yehuda, telah melakukan kekejian-kekejian ini, berbuat jahat lebih dari pada segala yang telah dilakukan oleh orang Amori yang mendahuilui dia, dan dengan berhala-berhalanya ia telah mengakibatkan orang Yehuda berdosa pula,  sebab itu beginilah Firman Tuhan, Allah Israel: Sesungguhnya Aku akan mendatangkan malapetaka atas Yerusalem dan Yehuda, sehingga setiap orang yang mendengarnya akan bising kedua telinganya. . . .  Lagi pula Manasye mencurahkan darah orang yang tidak bersalah sedemikian banyak, hingga dipenuhinya Yerusalem dari ujung ke ujung, belum termasuk dosa-dosanya yang mengakibatkan orang Yehuda berdosa pula dengan berbuat apa yang jahat di mata Tuhan.”

 

Nah, kita akan menggunakannya kembali di dalam pasal yang berikutnya, meskipun tidak begitu cukup. Sekarang berbicara mengenai Yosia, raja yang baik itu, cucu dari raja Manasye. Tidak ada yang seperti dia, seperti yang telah dikatakan oleh Alkitab, “Sebelum dia tidak ada raja seperti dia yang berbalik kepada Tuhan dengan segenap hatinya, dengan segenap jiwanya dan dengan segenap kekuatannya, sesuai dengan segala Taurat Musa; dan sesudah dia tidak ada bangkit lagi yang seperti dia” – raja Yosia yang baik dan mengagumkan ini. 

 

“Sekalipun demikian, Tuhan tidak memalingkan kemurkaan-Nya yang dahsyat, dengan kemarahan-Nya yang telah dikobarkannya terhadap Yehuda, karena semua penyesatan yang telah dihasutkan oleh Manasye. Dan Tuhan telah berfirman, Aku akan melenyapkan Yehuda dari pandangan-Ku. Aku akan menghapuskan Israel dan akan tidak memakai kota Yerusalem yang telah Aku pilih ini kembali,” -  karena dosa-dosa yang telah dilakukan oleh Manasye.

 

Dan meskipun hal itu tidaklah cukup, Alkitab mengambilnya kembali di dalam pasal yang ke 24 dari kitab 2 raja-raja:

 

“Dalam zamannya majlah berperang Nebukadnezar, raja Babel, lalu Yoyakim menjadi takluk kepadanya tiga tahun lamanya; tetapi kemudian Yoyakim berbalik dan memberontak terhadap dia.

Tuhan menyuruh gerombolan-gerombolah Kasdim, gerombolan-gerombolan Aram, gerombolan-gerombolan Moab, dan gerombolan-gerombolan bani Amon melawan Yoyakim; Ia menyuruh mereka melawan Yehuda untuk membinasakannya sesuai dengan Firman Tuhan yang diucapkan-Nya dengan perantaraan para hamba-Nya, yaitu para nabi.

Sungguh, hal itu terjadi kepada Yehuda sesuai dengan titah Tuhan untuk menjauhkan mereka dari hadapan-Nya oleh karena dosa-dosa Manasye, setimpal dengan segala yang dilakukannya,

dan juga oleh karena darah orang yang tidak bersalah yang telah ditumpahkannya, sebab ia telah membuat Yerusalem penuh dengan darah orang yang tidak bersalah, dan Tuhan tidak mau mengampuninya.”

 

- dan Tuhan tidak mau mengampuninya; dan Tuhan tidak mau mengampuninya. 

 

Dan meskipun hal itu tidak cukup, dengarkanlah pada apa yang dikatakan oleh nabi Yeremia:

 

Tuhan berfirman kepadaku” “Sekalipun Musa dan Samuel berdiri di hadapan-Ku, hati-Ku tidak akan berbalik kepada bangsa ini. Usirlah mereka dari hadapan-Ku, biarlah mereka pergi . . . 

Dan apabila mereka bertanya kepadamu: Kemanakah kami harus pergi? Maka jawablah mereka: Beginilah Firman Tuhan: Yang mau ke maut, ke mautlah! Yang ke pedang, ke pedanglah! Yang ke kelaparan, ke kelaparanlah! Dan yang ke tawanan, ketawananlah!

Aku akan mendatangkan atas mereka empat hukuman, demikianlah firman Tuhan: pedang untuk membunuh anjing-anjing untuk menyeret-nyeret, burung-burung di udara dan binatang-binatang di bumi untuk memakan dan menghabiskan.

Dengan demikian Aku akan membuat mereka menjadi kengerian bagi segala kerajaan di bumi, oleh karena segala apa yang dilakukan Manasye bin Hizkia, raja Yehuda, di Yerusalem.”

 

Semuanya datang dari sebuah jawaban akan doa. Seandainya tidak ditambahkan umur Hizkia yang lima belas tahun itu, Manasye tidak akan pernah dilahirkan. Akan tetapi datang dari jawaban doa tersebut, datanglah anak laki-laki ini untuk kesalahannya Tuhan Allah tidak mau memaafkan Yerusalem dan menghukum mereka serta membuat mereka masuk ke dalam perbudakan.

 

Yang kedua: apa yang muncul dari lima belas tahun itu, yang datang dari doa yang terjawab itu? Merodakh Baladan, putra dari Baladan, raja Babel; yaitu sang putera mahkota, pangeran mahkota, pewaris takhta, Pangeran Wales, diutus oleh raja Babel untuk menemui Hizkia dalam rangka untuk menyanjung-nyanjung dia, untuk melecehkan dia.

 

Asyur adalah sebuah kerajaan yang besar, dengan ibukotanya yang bernama Niniwe. Akan tetapi tepat di sebelah selatan ibukota Niniwe itu, pada sungai Tigris itu, terdapat sebuah propinsi yang memiliki ibukota yang berada di atas sungai Efrata. Dan Propinsi itu adalah Babel. Dan di sana ada seorang raja, seorang pangeran, orang yang digaji, orang yang diangkat dan diberhentikan, seorang gubernur kerajaan – ada seorang gubernur di propinsi Babel, dan di dalam hatinya ia bermaksud untuk menggulingkan raja dari kerajaan Asyur serta berkeinginan untuk mendirikan sebuah kerajaan dunia untuk dirinya sendiri.

 

Maka ketika dia mendengar tentang sakitnya raja Hizkia dan kesembuhan yang dialami oleh raja Hizkia itu, dia mengutus puteranya, calon raja Babel di masa yang akan datang itu, untuk berkunjung menemui raja Hizkia, untuk memuji-muji dia dan dengan demikian untuk mendapatkan dukungan di dalam persekongkolannya untuk melawan raja Asyur. Dan Hizkia tunduk pada bujukan tersebut.

 

Ada seorang pemimpin Gereja Baptis Pertama yang luar biasa ketika saya masih muda dulu. Dia adalah ketua dari salah satu institusi besar kita dan dia merupakan seorang negarawan pemimpin golongan agama nomor satu di dunia ini. Saudara-saudara dapat membalikkan kepalanya dengan cara yang saudara-saudara sukai dengan cara bujukan, dengan bujuk rayu.

 

Dan karena kesukaan Tuhan Allah ada padanya, Hizkia menjadi sombong dan tersanjung. Dan ketika pangeran ini datang mengunjunginya, di dalam kebanggaannya bahwa Tuhan Allah telah menambahkan umur selama lima belas tahun kepadanya bersama-sama dengan semua hal yang menyertainya, dengan sombongnya, dia menunjukkan segala sesuatu yang telah diberikan kepadanya oleh Tuhan Allah kepada pangeran yang datang itu.

 

Dan kemudian adalah Yesaya, nabi Tuhan Allah itu, datang kepadanya dengan perkataan:

“Sesungguhnya suatu masa akan datang, bahwa segala yang ada dalam istanamu dan yang disimpan nenek moyangmu sampai hari ini akan diangkut ke Babel. Tidak ada barang yang akan ditinggalkan, demikianlah Firman Tuhan.”

Dan dari keturunanmu yang akan kau peroleh, akan diambil orang untuk menjadi sida-sida di istana raja Babel.”

 

Betapa mengerikan tugas yang saya emban sekarang ini, menyatakan serta menjelaskan Firman Tuhan dengan mendalam! Ada sebuah doa yang harus dipanjatkan di dalam semua perubahan serta keuntungan dari kehidupan kita, akan tetapi doa itu seharusnya sedemikian: “Tuhan, apabila lebih baik bagiku untuk mati, biarkanlah aku mati. Jika lebih jauh lagi kerajaan-Mu di muka bumi ini dan demikian akan dipilih, maka Tuhan, biarkanlah hal itu terjadi, bukan aku, ya Tuhan, tetapi Engkau. Oh, Tuhan, Bukan pilihan serta kehendakku yang jadi akan tetapi pilihan serta kehendak-Mulah..”

 

Maka kita melihat satu fase dari tugas yang mengerikan ini. Hizkia, yang sedang menghadapi kematian, dan bagi setiap orang dan bagi setiap keluarga, kematian adalah begitu mengerikan, hantu yang mengerikan, tamu yang mengerikan. Roman kematian benar-benar begitu menakutkan.

 

Maka, Hizkia, sama seperti kita semua, ketika keputusan akan kematian itu disampaikan kepadanya oleh nabi itu, dia berseru kepada Allah, “Oh Tuhan, lepaskanlah aku dari hukuman mati ini.”

 

Nah, bagaimana dengan menghadapi kematian kita? Apakah ini merupakan sesuatu yang kita takuti sehingga kita tidak menyerukan kepada Tuhan, “Tuhan, kehendak-Mu jadilah?” Bukankah ini merupakan sesuatu yang kita pertarungkan di hadapan Tuhan dan permintaan Tuhan serta secara medesak menghantam takhta Allah?: “Tuahn, kematian – rintangilah dia. Semoga tidak terjadi. Tuhan, ampunilah, berikanlah kepada kami bertahun-tahun lagi ke depan.”

 

Bagaimana tentang perilaku kita terhadap hukuman akan kematian? Yang pertama, marilah kita lihat anak-anak Tuhan yang ada di dalam Alkitab yang sedang menghadapi kematian.

 

“Dan Tuhan Allah berfirman kepada Daud, ‘Anak yang lahir dari Batsyeba itu akan mati.’ Dan Daud berbaring di tanah dan mengenakan kain kabung serta menangis berseru kepada Tuhan Allah, dan anak itu mati” – meskipun Daud bersyafaat. “Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku.’”

 

Kematian merupakan sebuah perkumpulan kepada orang-orang kita di dalam kemuliaan. Di dalam kitab Perjanjian Lama, kitab itu akan berbicara mengenai kematian seperti ini: “Dia dikumpulkan bersama-sama dengan bangsanya. Dia dikumpulkan bersama dengan leluhurnya.”

 

Dan Tuhan Yesus menggunakannya sebagai dasar pengajaran yang agung untuk kebangkitan dari antara orang yang mati. Tuhan berkata, Allah berfirman, “Aku adalah Allah Abraham dan Allah Ishak dan Allah Yakub.” Dan, “Tuhan Allah bukan Allah dari orang-orang yang sudah mati melainkan yang hidup.” Dan dijelaskan dengan lebih mendalam lagi, berdasarkan hal tersebut, Tuhan mengatakannya ketika kita mati, kita dikumpulkan kepada bangsa kita. Kita dikumpulkan kepada leluhur kita. Kita turut dihitung bersama-sama dengan orang-orang yang telah ditebus.

 

Sekali lagi, perilaku dari Tuhan Yesus saudara-saudara menuju kepada kematian. Dia mengatakan tentang kedatangan akhir waktu-Nya sendiri. Dia berkata, “Sungguh bijaksana bagimu untuk pergi. Karena jika Aku tidak pergi, paraclete itu, Penghibur itu,  tidak akan datang. Akan tetapi jika Aku pergi, jika Aku mati, Aku akan mengutus Dia kepadamu.”

 

Kita memiliki Allah yang bukan hanya berada di atas tahtanya di sebuah kota Yerusalem, akan tetapi Dia berada di dalam hati saudara-saudara. Dia berada di dalam rumah saudara-saudara. Dia berada di mana saja saudara-saudara berada dan saudara-saudara dapat datang ke hadapan-Nya serta memaparkan segala permasalahaan, memaparkan segala keputusan serta setiap perubahan di hadapan-Nya. Saudara-saudara sekalian dapat berbicara kepada-Nya, dan Dia dapat berbiacara kepada saudara-saudara sekalian. Penghibur itu datang karena kematian Yesus.

 

Sekali lagi, ketika rasul Paulus berada di dalam penjara bawah tanah, di dalam penjara kekaisaran Romawi, ketika dia menghadapi eksekusi akan kematiannya, dia menulis kepada jemaat gereja terkasih di Filipi, yang mengatakan,

 

“Aku di desak dari dua pihak, karena untuk berpisah dan diam bersama-sama dengan Krsitus adalah jauh lebih baik. Tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu. Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” 

 

Satu-satunya alasan Paulus mengatakan bahwa dia akan memilih untuk hidup kemungkinan akan menjadi hamba Tuhan, sehingga dia boleh menolong serta mendorong semangat saudara-saudara sekalian. Akan tetapi “untuk berpisah dan diam bersama-sama dengan Krsitus adalah jauh lebih baik.”

 

Inilah perilaku anak-anak Tuhan di dalamAlkitab. Harus bagaimanakah perilaku kita menghadapi kematian? Apakah kematian itu adalah sesuatu hal yang sebelumnya kita takuti? Sesuatu yang selalu kita doakan? Sesuatu yang kita khawatirkan? Suatu hukuman yang mengerikan serta menakutkan di dalam hidup kita? Apakah ini yang akan menjadi perilaku kita terhadap kematian?

 

Tuhan Allah berkata kepada mereka yang melihat dalam iman kepercayaan kepada-Nya, Tuhan Allah berfirman, “Adalah lebih baik di sebalah sana daripada di sini.” Tuhan Allah berfirman bahwa kita akan memiliki tubuh yang baru, sebuah rumah kediaman yang baru, sebuah Tabut Perjanjian yang baru, sebuah tubuh yang telah dibangkitkan kembali serta yang telah dipermuliakan di dalam dunia itu, di balik gerbang-gerbang kematian.

 

Di sana tidak akan ada lagi mata yang buta. Di sana tidak akan ada lagi tubuh yang lumpuh. Di sana tidak akan ada lagi yang pincang serta yang tergagap, Di sana tidak akan ada lagi orang-orang yang sakit. Di sana tidak akan ada lagi usia tua dan yang pikun. Di sana tidak akan ada lagi digali kubur di balik bukit kemuliaan. Di sana tidak akan ada lagi rangkaian bunga untuk pemakaman di rumah besar kita di angkasa. Di sana tidak akan ada lagi arak-arakan di jalanan yang terbuat dari emas itu, dibelakang orang-orang yang sedang mengikuti sembari menangis dan tersedu sedan. Tuhan Allah, telah mempersiapkan sesuatu yang lebih baik untuk kita –

 

Dua hari yang lalu, Gubernur Negara Bagian Texas memanggil saya dan berkata, “Badan Legislatif telah mengalihkan kepada saya perlindungan terhadap orang-orang yang buta dan lumpuh dari negara bagian kita Texas.” Dia berkata, “Kami ingin supaya anda berbakti memberikan pelayanan pada dewan penjemaatan kepada orang-orang yang begitu membutuhkan kita ini.”

 

Saya sudah memegang semua apa yang dapat saya letakkan pada kedua lengan saya dan di sekujur tubuh saya, akan tetapi bagaimana saya dapat mengatakan tidak untuk permintaan yang seperti itu? Hidup kita telah dipenuhi dengan begitu banyak kesengsaraan serta air mata dan penyesalan – penyakit dan kebutaan, hukuman demi hukuman, hari lepas hari mendapatkan hukuman akan halangan serta kesukaran serta melukai hati dan badan. Itulah hidup ini, akan tetapi dalam hidup di masa yang akan datang, tidak ada lagi dewan-dewan yang telah dtujuk oleh gubernur untuk melindungi orang-orang buta dan orang-orang lumpuh serta orang-orang yang gagap dan lemah.

 

Bukan hanya itu, akan tetapi kita akan menjadi bersama-sama dengan orang-orang yang telah ditebus yang datang dari segala zaman. Kita akan duduk, demikianlah firman Tuhan, bersama-sama dengan Abraham dan Ishak dan Yakub, bersama-sama dengan para rasul, bersama-sama dengan para nabi, bersama-sama dengan anak-anak Tuhan dari sepanjang abad dan sepanjang waktu. An yang terbaik dari segalanya, kita akan memecah-mecah roti di atas meja bersama-sama dengan Tuhan. Seperti yang ada di dalam lgu dari buku kita, Tuhan sendiri yang akan mempersiapkan manna bagi kita ketika kita memecah-mecah roti dengan-Nya – manna, di mana-mana. Kasih dan berkat dari Tuhan Allah, melihat Dia berhadap-hadapan, secara langsung.

 

Jadi mengapa kita menakutkan kematian serta hukuman akan kubur?Mengapa kita harus melakukannya? Saya khawatir kita melakukannya justru karena kita tidak percaya. Ketiadaan iman pada kita telah membutakan hidup kita, telah mengeraskan hati kita serta memenuhi kita dengan rasa takut dan ramalan serta kekhawatiran. Dan daripada mencari gerbang-gerbang yang akan membuat kita masuk ke dalam kemuliaan dunia yang akan datang itu, kita merasa takut kepadanya dan merasa ngeri kepadanyadan bahkan tidak berani untuk berbicara mengenainya.

 

Mengapa, karena apabila saudara-saudara berbicara mengenai kematian, saudara-saudara akan menjadi murung. Jika saudara-saudara berbicara mengenai kematian, saudara-saudara akan mengalami perasaan melancholia, dan kemuraman hidup dari mana kita tidak akan pernah begitu merasa bersalah. Marilah kita menyembunyikannya dari pandangan kita. Marilah kita untuk tidak menyinggungnya di dalam pembicaraan kita. Marilah kita memikirkannya di dalam bahasa kita.

 

Saya ingat sekali waktu, seorang pendeta yang sudah tua, ketika saya masih muda, ada seorang pendeta tua di desa yang berkata kepada saya, “Nak, begitu seringnya ketika orang-orang yang lebih tua ingin berbicara kepadamu mengenai sorga serta mengenai negeri yang akan datang nanti, orang-orang yang masih muda akan menyamping seolah-olah itu merupakan sesuatu yang tidak pantas untuk dibicarakan.”

 

“Dan lihat, mereka ini adalah orang-orang yang sudah tua dan mereka sedang berhadapan dengan suatu perjalanan yang jauh, dan mereka ingin berbicara dengan anda mengenai kematian serta mengenai sorga dan mengenai kuburdan kebangkitan kembali. Dan kecenderungan dari seorang pemuda adalah,” demikian katanya kepada saya, “bukanlah berbicara mengenai hal itu seolah-olah anda merasakan bahwa mereka akan meninggal segera.”

 

Dan pendeta tua itu berkata kepada saya, “Nak, jangan lakukan itu. Jika engkau akan menempuh sebuah perjalanan yang jauh, sangat jauh, bukankah akan menjadi menarik bagimu karena seseorang berbicara kepadamu tentang siapa yang sudah berada di sana? Seseorang yang akan menceritakan beberapa hal yang ada di sepanjang perjalanan? Tidakkah anda akan tertarik jika anda akan melakukan suatu perjalanan yang jauh?”

 

Dan pendeta tua itu berkata, “Mereka ini akan melakukan suatu perjalanan, sebuah perjalanan yang jauh, dan mereka tertarik, dan apabila mereka berbicara kepada anda mengenai sorga serta mengenai kemuliaan dunia yang akan datang itu, bicaralah kepada mereka, dengarkanlah mereka, bacakanlah sesuatu untuk mereka, katakanlah hal-hal yang telah dinyatakan oleh Tuhan Allah di dalam Kitab Suci-Nya kepada mereka, dan hal itu akan menghibur serta menguatkan hati mereka ketika mereka berhadapan dengan saat terakhir yang agung itu.”

 

Tidak seharusnya kita seperti itu. Di dalamnya, kematian memiliki kemuliaan dari berkat kehidupan bagi kita, yang telah dijanjikan Tuhan Allah kepada kita yang telah memandang di dalam iman kepercayaan kepada-Nya. Saya melihat begitu banyak hal yang menyangkal iman kepercayaan itu, seolah-olah tidak ada sorga di sana serta tidak ada kebangkitan kembali serta tidak ada penyembuhan dan tidak ada pengurapan dari Tuhan Allah di dalam dunia di balik kubur.

 

Berapa kali saudara-saudara pernah melihat seseorang yang hidupnya telah dijalaninya, hari itu telah diselesaikan, tugas itu telah dijalankan, dan waktunya telah tiba untuk masuk ke dalam sukacita akan Tuhan, dan sebagai ganti bahwa mereka telah diperblehkan untuk mati dan menjadi bersama-sama dengan Yesus, semua jenis peralatan serta semua jenis perlengkapan yang telah dibawa ke sini oleh keberhasilan yang terakhir yang disebut juga dengan ilmu pengetahuan itu? Dan ada hal-hal yang tergantung di sini serta tergantung di sana serta benda-benda di sekitar dalam rangka untuk menjaga agar protoplasmanya tetap hidup hanya untuk sedikit waktu lagi.

 

Di masa muda saya, ada seorang ilmuwan, seorang doktor, yang bernama Alexis Carroll. Dan Dr. Alexis Carroll mengawetkan jantung seekor ayam tetap hidup selama dua puluh tujuh tahun. Dan satu-satunya alasan mengapa ia memberhentikan percobaan itu setelah dua puluh tujuh tahun adalah bahwa doktor itu menemukan cara untuk mengawetkan jantung itu tetap hidup selama-lamanya, memberinya makanan serta membuang kotorannya dan jantung itu berdetak dan berdetak selama dua puluh tujuh tahun lamanya.

 

Ilmu pengetahuan dapat melakukan hal yang sama mengenai protoplasma yang ada di dalam tubuh manusia. Mereka dapat membuatnya menjadi tetap hidup dan menjaganya sedemikian. Anda tahu, untuk memberikan lubang angin, tempatkanlah padanya seperti suatu nada tambahan: “Sungguh mengerikan mengalami kematian. Begitu menakutkan untuk erjatuh ke dalam kubur. Kita harus menjaga protoplasma ini supaya tetap hidup selama yang dapat kita lakukan, karena kematian adalah hal yang menakutkan.”

 

Dan di dalam berita-beita utama dari surat-surat kabar ini, ada seorang gadis yang telah meninggal, dan peralatan-peralatan tetap mengawetkan protoplasma itu supaya tetap hidup, hari lepas hari, minggu lepas minggu.

 

Dapatkah saudara-saudara percaya bahwa Tuhan Allah telah melupakan kita, dan sorga sudah disembunyikan dari kita, dan seluruh perbendaharaan serta hal-hal yang baik dari Tuhan Allah yang telah ditanamkan di dalam diri kita sudah begitu menyangkal kita, bahwa dengan nafas saya yang terakhir, saya akan berjuang untuk satu kali lagi? Ketika Allah berfirman, “Mata tidak pernah melihat dan telinga tidak pernah mendengarkan, begitu juga keduanya tidak masuk ke dalam hati dari seorang manusia hal-hal baik apa yang telah dipersiapkan oleh Tuhan Allah kepada mereka yang mengasihi-Nya.”

 

Jika ada pekerjaan serta sebuah tugas yang dapat saya lakukan sehingga saya boleh tawarkan kepada Tuhan Allah, kemudian semoga Tuhan Allah memberikan kesehatan serta kekuatan dan kebijaksanaan serta umur yang panjang kepada saya untuk melakukannya. Akan tetapi ketika tugas saya sudah berakhir, kemudian Tuhan, dapatkah saya beristirahat di dalam diri-Mu?

 

Karena bagi seorang Kristen, kematian bukanlah sesuatu hal yang menakutkan. “Hai maut, dimanakah sengatmu? Hai kubur, di manakah kemenanganmu?” Puji syukur bagi Allah yang telah menganugerahkan semua perbendaharaan serta setiap berkat bagi kita, serta jaminan serta setiap pengharapan dan setiap janji di dalam Kristus Yesus Tuhan kita.

 

Di dalam gereja ini, ada seorang wanita yang berhati tulus. Di usia tuanya, dia meninggal dunia. Dan melalui kejeniusan peralatan, mereka membawanya kembali kepada kehidupan di dalam salah satu dari empat rumah sakit kita dan ketika dia membuka matanya kembali, ketika dia kembali hidup, dia berkata, “Oh Tuhan, Oh, Tuhan, mengapa saya harus mengulang untuk mati kembali!”

 

Saya harus bergegas.

 

Mengapa harus mati seperti itu bagi seorang Kristen? Ada dua hal. Yang pertama: itu hanyalah tertidur saja – kerangka fisik di dalam .  hal itu kematian What is it to the Kristusian to die?  It is two things.  Number one: Yesus