ALLAH YANG MENYELAMATKAN MELALUI DOA

(THE GOD WHO DELIVERS BY PRAYER)

 

Dr. W. A. Criswell

 

Yesaya 36-37

11-16-75

 

 

Kami menyambut saudara-saudara sekalian yang mengikuti kebaktian dari Gereja Baptis Pertama di kota Dallas melalui siaran radio dan melalui siaran televisi. Dan ini adalah Pendeta yang menyampaikan warta yang berjudul: Allah Yang Menyelamatkan Melalui Doa.

 

Kami sedang memberitakan melalui kitab Yesaya, dan pada hari Minggu yang lalu, kita telah menyelesaikan pasal yang ketiga puluh lima, nubuat dari nabi Yesaya yang begitu indah dan sangat memberikan kekuatan yang berharga ketika nabi itu sedang memberikan penghiburan kepada bangsa itu.

 

Nah, sebelum kita sampai pada bagian kenabian besar yang kedua dari kitab itu, sampai pada pasal yang ke 40, ada di antara tiga pasal yang memiliki arti penting secara sejarah. Dan warta kita untuk pagi hari ini akan menjadi sebuah penyajian akan kisah tersebut serta penyingkapan akan karakter Tuhan Allah di dalam dua dari ketiga pasal tersebut, yaitu dari pasal yang ke 36 dan yang ke 37:

 

“maka dalam tahun ke empat belas zaman raja Hizkia, majulah raja Sanherib, raja Asyur, menyerang segala kota berkubu negeri Yehuda, lalu merebutnya…….

Raja Asyur mengutus Rabshakeh – pemimpin dari pasukannya; Rabshakeh adalah nama dalam bahasa Asyur unutk sebutan “kepala staff,” pemimpin bala tentaranya …… dan dia berdiri seraya berkata…… “Baiklah katakan kepada Hizkia: Beginilah kata raja agung, raja Asyur: Kepercayaan macam apakah yang kau pegang ini?

 

Saudara-saudara sekalian katakan, “Kami percaya di dalam nama Tuhan Allah kita.” 

 

Beginilah kata raja: Janganlah Hizkia memperdayakan kamu, sebab ia tidak sanggup – Tuhan Allah tidak sanggup - melepaskan kamu.

Janganlah Hizkia mengajak kamu berharap kepada Tuhan dengan mengatakan: Tentulah Tuhan akan melepaskan kita; kota ini tidak akan diserahkan ke dalam tangan raja Asyur….

Janganlah sampai Hizkia membujuk kamu dengan mengatakan: Tuhan akan melepaskan kita! Apakah pernah para allah bangsa-bangsa melepaskan negerinya masing-masing dari tangan raja Asyur?  

Kemudian pergilah Elyakim, Sebna dan Yoah menghadap Hizkia dengan pakaian yang dikoyakkan, lalu memberitahukan kepada raja perkataan Rabshakeh.

Segera setelah raja Hizkia mendengar itu, dikoyakkannyalah pakaiannya dan diselubunginya badannya dengan kain kabung, lalu masuklah ia ke rumah Tuhan.

Disuruhnya jugalah Elyakim, kepala istana, Sebna, panitera negara, dan yang tua-tua di antara para imam, dengan berselubungkan kain kabung, kepada nabi Yesaya, nabi Allah itu.

Berkatalah mereka kepadanya: “Beginilah kata Hizkia: Hari ini hari kesesakan, hari hukuman dan penistaan; sebab sudah datang waktunya untuk melahirkan anak, tetapi tidak ada kekuatan untuk melahirkannya.

  

Dan setelah raja Hizkia telah menyatakan persoalannya kepada Tuhan Allah, Sanherib mengirimkan sepucuk surat kepadanya.

 

Hizkia menerima surat itu dari tangan para utusan, lalu membacanya: kemudian pergilah ia ke rumah Tuhan dan membentangkan surat itu di hadapan Tuhan.

Hizkia berdoa di hadapan Tuhan, katanya:

“Ya Tuhan, semesta alam, Allah Israel, yang bertakhta di atas kerubim! Hanya Engkau sendirilah Allah segala kerajaan di bumi.

Sendengkanlah telinga-Mu, ya, Tuhan, dan dengarlah; bukalah mata-Mu, ya Tuhan, dan lihatlah; dengarlah segala perkataan Sanherib yang telah dikirimnya untuk mencela Allah yang hidup.

Lalu Yesaya bin Amos menyuruh orang kepada Hizkia mengatakan: “Beginilah Firman Tuhan, Allah Israel: Tentang yang kau doakan kepada-Ku mengenai Sanherib, raja Asyur,

Inilah firman yang telah diucapkan Tuhan mengenai dia:

Siapakah yang engkau cela dan engkau hujat? Terhadap siapakah engkau menyaringkan suaramu, dan memandang dengan sombong-sombong? Terhadap Yang Mahakudus, Allah Israel!  

Sebab itu beginilah Firman Tuhan mengenai raja Asyur: Ia tidak akan masuk ke kota ini dan tidak akan menembakkan panah ke sana; juga ia tidak akan mendatanginya dengan perisai dan tidak akan menimbun tanah menjadi tembok untuk mengepungnya.

Dan Aku akan memagari kota ini untuk menyelamatkannya, oleh karena Aku dan oleh karena Daud, hamba-Ku.

 

Aku akan mempertahankan kota ini. . .

 

Keluarlah malaikat Tuhan, lalu dibunuh-Nyalah seratus delapan puluh lima ribu orang di dalam perkemahan Asyur.

Keesokan harinya pagi-pagi tampaklah semuanya bangkai orang-orang mati belaka!

Sebab itu berangkatlah Sanherib, raja Asyur dan pulang, lalu tinggallah ia di Niniwe. Pada suatu kali ketika ia sujud menyembah di dalam kuil Nisrokh, allahnya, maka Adramelekh dan Sarezer, anak-anaknya, membunuh dia dengan pedang, dan mereka meloloskan diri ke tanah Ararat. Kemudian Esarhadon, anaknya, menjadi raja menggantikan dia.   

 

Sungguh suatu perbedaan yang luar biasa di sini, di dalam hidup raja Hizkia, seorang raja yang gemar berdoa, dan bapanya Ahas, yang merupakan seorang raja yang penuh dengan celaan serta penyangkalan! Karena di dalam waktu seperti kesesakan, Ahas mengirimkan utusan untuk menerima Tiglath Pileser serta membuat persekutuan dengan bangsa Asyur dan bangsa Asyur kemudian datang dan dengan Shalmaneser, raja pengganti Tiglath Pileser dan Sargon, di dalam kampanyenya terhadap Samaria, Shalmaneser meninggal dunia dan dan Sargon menyempurnakan penaklukan itu serta menghancurkan Kerajaan bagian Utara untuk selama-lamanya, dan membawa serta orang-orang Samaria ke dalam pembuangan serta perbudakan.

 

Dan sekarang, raja pengganti Sargon, Sanherib, datang serta mengepung Yehuda dan menahan Yerusalem seperti seseorang yang akan memegang ragum di tangannya.

 

Apakah dia harus berpaling kepada bangsa Mesir untuk meminta bantuan? Nabi Yesaya berkata kepada Hizkia.: “Demikianlah Firman Tuhan, “Pada saat kembali dan beristirahat engkau akan diselamatkan, dalam keheningan dan dalam keyakinan akan menjadi kekuatanmu.”

 

Dan Hizkia, mendengarkan suara nabi Allah, membawakan persoalannya kepada Tuhan dan menunggu jawaban Tuhan Allah yang berkuasa di sorga. Dan Tuhan Allah melihat ke bawah dari sorga dan Dia melihat Hizkia, berselubungkan kain kabung, ditutupi dengan debu, membungkukkan badan di hadapan nama-Nya Yang Agung dan Perkasa di dalam rumah Tuhan.

 

Dan Tuhan Allah berfirman, “Terhadap-Kulah raja itu telah menghujat, raja Sanherib ini, seolah-olah Aku tidak mampu melepaskan dari tangan-tangannya yang kejam.”

 

Dan malam itu, Tuhan Allah hanya mengutus satu orang malaikat saja – hanya satu orang saja – melintas di atas perkemahan orang-orang Asyur itu. Dan keesokan paginya, ketika panglima perangnya membunyikan terompet untuk menyerbu kota itu, yang ada hanyalah kesunyian. Seratus delapan puluh lima ribu mayat tentara tidak bangkit, tidak menjawab, tidak menanggapi.

 

Salah satu puisi yang paling terkenal dari seluruh karya tulis dari Inggris adalah puisi yang ditulis oleh Lord Byron ini, puisi yang diberi judul dengan, “Kehancuran Sanherib” :

 

Orang-orang Asyur datang seperti serigala pada lipatan. 

Dan pengikutnya memancarkan cahaya ungu dan keemasan. 

Dan kilau tombak-tombak mereka seperti bintang-bintang di lautan,

Ketika tiap malam ombak biru bergulung di kedalaman danau Galilea. 

 

Laksana dedaunan di hutan ketika musim panas baru datang,

Alam semesta beserta panji-panjinya terlihat tatkalah terbenamnya mentari

Laksana dedaunan di hutan ketika musim gugur telah bertiup,

Semesta alam esok terbaring kering dan layu.

 

Karena Malaikat Kematian melebarkan saya-sayapnya pada saat tiupan,

Dan menghembuskan nafas di wajah musuh ketika ia melintas;

Dan mata orang-orang penidur berlapis lilin kematian dan dingin,

Dan hati mereka sekali pernah timbul dan tetap bertumbuh selamanya!

 

Dan di sana terdapat benih dengan lubangnya yang melebar,

Dan melaluinya tidak bergulung nafas kesombongannya;

Dan putih busa dari bicaranya terdapat di hamparan rumputnya,

Dan dingin seperti percikan ombak yang memecah karang. 

 

Dan di sana terdapat pengendara yang menyimpang dan pucat,

Dengan embun di alisnya, dan karat pada pesannya:

Dan tenda-tenda itu hening, yang tersisa hanyalah panji-panji belaka,

Tombak-tombak itu tidak berdiri, terompet-terompet tidak ditiupkan.

 

Dan janda-janda dari Asyur bersuara nyaring dalam raungan mereka,

Dan patung-patung berhala itu hancur berantakan di kuil Baal;

Dan keperkasan orang-orang selain bangsa Israel, tidak dihantam dengan pedang,

Telah meleleh seperti salju di dalam pandangan Tuhan sekilas!

 

Salah satu puisi yang termashyur dari kesusasteraan Inggris.

 

Dan apa yang terjadi dengan Sanherib? Raja yang suka menghujat itu yang meninjukan kepalan tangannya ke depan Tuhan Allah Yang Mahaperkasa, dan yang berani mencela serta mengejek bangsa Tuhan? Apakah dia akan dapat melarikan diri dalam keadaan tanpa terluka, tanpa dihukum, tanpa dihakimi?

 

Dan mata Tuhan mengikuti dia dan terus mengikuti dia ketika dia membalikkan badannya untuk pulang ke ibukotanya dan kembali ke istananya di Niniwe. Dan jari Tuhan menunjuk kepadanya, pada setiap putaran roda itu, pada setiap inci jarak yang ditempuhnya menuju ke sana.

 

Dan Tuhan Allah berfirman, “Tidak di negeri yang asing, akan tetapi di negerinya sendiri, di rumah allahnya sendiri, di antara anak-anaknya sendiri, Aku akan menghakimi dia.”

 

Dan pada suatu hari ketika Sanherib berada di dalam rumah allahnya, anak-anaknya sendiri menghabisinya dan Sanherib mati terbaring di dalam darahnya sendiri.

 

Demikianlah, tangan dari Tuhan Allah Yang Mahaperkasa, bekerja di dalam Sanherib, satu tangan penghakiman serta penghukuman. Melalui raja Hizkia, tangan-tangan pelindung yang menjaga seperti seorang gembala, melepaskan serta melindungi.

 

Sekarang, untuk penjelasan yang lebih terperinci mengenai bagian ayat tersebut. Di dalam kemuliaan di sana, di sorga, di sana duduk Tuhan Yang Mahaperkasa dan Mahaagung, Raja Kemuliaan, Pencipta langit dan bumi, dan Dia memiliki dua macam di dalam seluruh pernyataan diri-Nya sendiri. Ada dua sisi Tuhan Allah di dalam segala sesuatu yang kita ketahui mengenai Dia dan di dalam segala hal oleh mana Dia telah menyatakan diri-Nya kepada kita.

 

Ada penghukuman serta keselamatan di dalam Tuhan Allah. Ada berkat dan kutuk serta pukulan dan ledakan. Dan kedua-duanya senantiasa berada di dalam karakter Tuhan Allah Yang Mahaperkasa. Kapan saja ada penyingkapan mengenai diri-Nya, kedua hal itu senantiasa berada di dalam Tuhan Allah.

 

Saudara-saudara sekalian akan menemukannya di dalam pasal yang ke dua puluh dari kitab Keluaran, ketika Tuhan Allah memberikan Kesepuluh Perintah Allah itu berkata, “Yang pertama: “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. Yang kedua: Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku.” – dualisme di dalam diri Tuhan Allah.

 

Saudara-saudara sekalian akan melihatnya di dalam para nabi: “Jiwa-jiwa yang berdosa akan mati,” demikian kata nabi itu. Dan kemudian di dalam nafas yang sama, “Ketika Aku hidup, demikian kata Tuhan, Aku tidak memiliki kesenangan dalam kematian orang-orang yang jahat, kecuali bahwa orang-orang jahat itu mau berpaling dari sifatnya yang jahat dan dari kehidupannya. Oh, berubahlah, berubahlah untuk mengapa engkau akan mati?”

 

Saudara-saudara sekalian melihat dualisme yang sama dari Tuhan Allah di dalam Injil Kristus. Ayat yang terakhir dari pasal yang ketiga kitab Yohannes diakhiri seperti ini:

 

“Barangsiapa yang percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.” 

 

Dan itulah yang menjadi pemberitaan dari para rasul itu: “Janganlah terkecoh. Tuhan Allah tidak sedang mengejek. Apapun yang ditaburkan oleh seseorang, maka ia akan menuainya. Sungguh suatu hal yang menakutkan untuk jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup, karena Tuhan Allah kita adalah api yang menghanguskan.”

 

 Apa yang saudara-saudara lihat di dalam bagian ayat itu, di dalam kisah tentang Sanherib itu, yang telah menghujat Allah Yang Mahaperkasa, serta yang memperolok-olokkan bangsa Tuhan itu – apa yang saudara-saudara temukan di dalam Tuhan, Tuhan akan Penghakiman. Saudara-saudara sekalian akan melihat di dalam seluruh sejarah di bumi yang hidup di hadirat-Nya.

 

Sekarang, di bumi di mana kita berada ini, adalah benar bahwa Tuhan Allah adalah Allah akan Penghakiman, Allah akan Penghukuman. Apa yang ditaburkan oleh seseorang, dia juga akan menuainya.

 

Akan tetapi seperti di dalam raja Hizkia sertya di dalam kebutuhannya yang sangat mendesak yang membuat dia berselubungkan kain kabung dan debu masuk ke dalam rumah Tuhan untuk membungkukkan badan di depan Yang Mahaperkasa dan Mahaagung itu – saudara-saudara sekalian akan mendapatkan Allah yang melepaskan, Allah Yang menjawab doa, Allah yang mengangkat kedua tangan-Nya Yang Perkasa untuk menolong serta untuk bekerja bersama-sama dan untuk berjaga-jaga dan untuk memberkati bangsa-Nya. Selalu seperti itu.

 

Yosafat berkata kepada Tuhan, “Oh Tuhan, kami tidak memiliki kekuatan apapun melawan pasukan besar yang datang melawan kami ini. Kami juga tidak tahu apa yang harus kami lakukan, akan tetapi mata kami menatap pada-Mu.”

 

Dan kemudian Kitab Suci mengatakan, “Dan Yehuda berdiri di hadapan Tuhan bersama-sama dengan para imamnya, dan bersama dengan pasukannya, dan dengan bapa dan ibunya, dan dengan keluarganya dan dengan anak-anaknya.” Bahkan anak-anak berdiri di sana menatap ke arah langit; dan Tuhan Allah melepaskan mereka dengan lengan yang perkasa.

 

Di lantai yang ke dua dari gedung di seberang jalan sana, gedung kapel kita, merupakan tempat saya belajar. Dan di lantai yang kedua itu terdapat dua buah gambar di dinding dari Daniel berada di dalam kandang singa, di dalam keheningan serta dalam keyakinan, dengan kedua tangannya terlipat di belakang punggungnya, melihat ke atas kepada Tuhan Allah Yang Agung, yang berkuasa untuk menjawab segala doa serta berkuasa untuk menyelamatkan. Dan saya menduga dia sedang berkata kepada raja itu, yang berseru, “Daniel, apakah Allahmu berkuasa menyelamatkan dirimu?”

 

Dan negarawan itu menjawab, “Ya, raja, Tuhan Allah telah mengutus malaikat-Nya untuk menutup mulut singa-singaitu.” Dan dia berjalan di dalam kedamaian serta keheningan dan keyakinan yang sempurna di antara binatang-binatang rakus dan pemakan daging itu. 

 

Bukankah itu perkataan yang diucapkan oleh nabi Yesaya? “Engkau akan menjaga dia yang pikirannya tetap tertuju kepada-Mu di dalam kedamaian yang sempurna, mereka yang percaya di dalam Tuhan.”

 

 

Dan yang satu yang telah saya bacakan sebelumnya, dari kitab Yesaya, “Demikianlah Firman Tuhan, “Pada saat kembali dan beristirahat engkau akan diselamatkan, dalam keheningan dan dalam keyakinan akan menjadi kekuatanmu.”

 

Hanya mencari jawaban daripada Tuhan Allah. Akan tetapi seseorang akan berkata, “Itu sudah lama terjadi. Tuhan Allah tidak menjawab seperti itu lagi sekarang. Bagian ayat dari mana anda menjelaskan Firman Tuhan dengan lebih mendalam, berkaitan dengan sesuatu yang telah terjadi tujuh ratus tahun sebelum Kristus. Dan kisah-kisah yang anda sebutkan dari dalam Kitab Suci itu, dari kitab Daniel itu, peristiwa itu terjadi lima ratus lima puluh tahun sebelum Kristus. Semuanya ini sudah lama terjadi, akan tetapi Dia bukan Allah yang seperti itu lagi. Dia tidak lagi menjawab bangsa-Nya. Tidak di zaman ini. Dia melakukannya dulu terhadap mereka yang percaya kepada Alkitab, akan tetapi Dia tidak melakukannya lagi zaman sekarang ini.”

 

Tidak, Dia masih Allah yang sama di zaman ini, masih Allah yang sama pada hari ini, dan Allah yang sama untuk selama-lamanya. Dan hari ini Dia menjawab doa, dan hari ini Dia menyelamatkan, dan hari ini Dia memberikan berkat yang sama penuhnya dan sama mewahnya dan sama ajaibnya dan sama agungnya dan sama jayanya seperti yang telah dilakukan-Nya bertahun-tahun yang lalu. 

 

Ketika saya berusia tujuh belas tahun, ibu saya membawa saya ke Baylor. Kami tidak memiliki uang dan tidak mungkin bagi putranya untuk mendapatkan pendidikan, maka ibu saya melakukan pekerjaan kasar dan kemudian saya dapat didaftarkan di sekolah itu.

 

Saya berlutut sebagai seorang anak laki-laki yang bersuia tujuh belas tahun, dan saya berkata kepada Tuhan Allah, “Tuhan Allah yang baik, di seluruh penjuru kampus ini banyak pemuda yang datang ke universitas ini, dan mereka sedang mengusahakan cara mereka untuk menyelesaikan sekolah mereka. Beberapa dari antara mereka mengutip kertas-kertas bekas di sekitar kampus. Beberapa orang dari antara mereka membersihkan jendela. Beberapa orang dari antara mereka bekerja menyapu asrama mahasiswa serta ruang-ruang kelas. Tuhan Allah yang baik, kata saya, dapatkah, dapatkah, dapatkah saya menjalani jalan saya menyelesaikan sekolah yang hidup dengan Injil? Sebagai seorang pendeta di sebuah gereja kecil di pedesaan? Dapatkah saya menghidupi diri saya sendiri dan menyelesaikan sekolah saya, hanya dengan memberitakan Injil? Oh, tolonglah, Tuhan Allah yang baik, biarkanlah hal itu terjadi, biarkanlah hal itu terjadi.”

 

Dan sebagai seorang anak laki-laki yang berusia tujuh belas tahun, saya ditugaskan sebagai seorang pendeta dari gereja-gereja kecil di pedesaan. Dan saya telah menjalaninya – tanpa mendapatkan dukungan yang lain, saya berhasil menjalaninya dengan menyelesaikan sekolah saya, memberitakan Injil itu, menggembalakan gereja-gereja kecil di pedesaan itu.

 

Dan setelah saya menamatkan pelajaran dari universitas itu, tanpa mengenal satu jiwapun di daerah Kentucky, saya mendaftarkan diri di Seminari Theologi Gereja Baptis wilayah Selatan. Saya berada di sana selama enam tahun lamanya. Saya absen pada hari Minggu pertama saya di Kentucky, berkhotbah. Saya tidak hadir pada satu hari Minggu. Saya tidak berkhotbah pada satu hari Minggu itu. Bertahun-tahun sesudahnya saya berada di sana, saya sedang berkhotbah, ditugaskan sebagai seorang pendeta dari gereja-gereja kecil di pedesaan, dan demikian, membuatnya menjadi memungkinkan bagi saya untuk mengikuti sekolah itu. Sebuah jawaban atas doa dari Tuhan Allah.

 

Dan di dalam pemeliharaan waktu serta kehidupan yang baik dari Tuhan Allah, saya ditugaskan untuk menggembalakan gereja kita yang terkasih di kota Dallas. Di ujung sana gereja-gereja sekarat. Di ujung jalan sana gereja tidak memiliki masa depan. Di seluruh kota-kota besar di muka bumi ini, di ujung jalannya gereja-gereja sudah tidak dikenang lagi, sudah binasa, sudah terbuang.

 

Sejak saya menjadi pendeta di kota Dallas, ada sembilan gereja yang menghilang di pusat kota sana. Mereka tidak berada di sini lagi. Sembilan gereja banyaknya. Dan Tuhan, inilah aku, dipanggil sebagai pendeta dari Gereja Baptis Pertama di kota Dallas, yang berada di pusat kota. Dan gereja-gereja di pusat kota berhilangan.

 

Saya berlutut di hadapan Tuhan dan saya berkata, “Tuhan Allah yang baik, andaikata saya setia kepada Firman itu, dan apabila saya memberitakan Injil itu dengan bersungguh-sungguh serta disertai dengan kecemburuan, Tuhan Allah yang baik, maukah Engkau menempatkannya ke dalam hati orang-orang yang telah Engkau pilih – maukah Engkau menempatkannya di dalam hati mereka untuk datang dan untuk menjadi bersama-sama dengan kami dan menolong kami membangun mercusuar bagi Kristus di tengah-tengah kota besar yang bertumbuh ini?”

 

Tidak ada seorangpun dari gereja ini yang datang ke sini untuk kesenangan. Tidak ada seorangpun dari gereja ini kecuali mereka yang menaiki kenderaan mereka yang tidak melewati lusinan atau empat puluh gereja dalam perjalanan mereka untuk berada di sini bersama-sama dengan kita. Tidak seorangpun yang datang ke gereja ini kecuali mereka yang memilih untuk datang. Tuhan Allah telah menempatkannya di dalam hati mereka untuk datang. Dan itulah sebuah jawaban terhadap sebuah doa yang telah dipanjatkan lebih dari tiga puluh satu tahun yang lalu.

 

Pada hari Minggu yang lalu, ada sepasang jemaat yang begitu menawan. Pagi hari ini mereka akan datang bersama-sama dengan keluarga kecil mereka untuk bergabung dengan gereja ini melalui pembaptisan, dan pasangan serasi yang menawan itu, pasangan yang sangat berharga itu berkata kepada saya, “Sungguh suatu hal yang aneh, sungguh suatu hal yang tidak biasa sehingga kami dapat berbicara dengan anda dan tentang akan mendapatkan pembaptisan, dan akan menjadi jemaat dari gereja yang ada di pusat kota ini. Karena kami tinggal sangat jauh.”

 

Dan saya berkata, “Itu tidaklah aneh. Hal itu tidaklah ganjil. Tuhan Allah yang melakukannya. Tuhan Allah telah meletakkan di dalam hatimu, karena saya telah berlutut lebih dari tiga puluh satu tahun yang lalu di hadapan Tuhan Allah dan telah meminta kepada Tuhan Allah, ‘Tuhan, apabila aku setia di dalam tugas pelayanan akan Firman itu, maukah Engkau mengirimkan mereka-mereka yang telah Engkau pilihkan untuk menjadi bersama-sama dengan kami di dalam Gereja-Mu.”

 

Lihatlah di sekitar anda. Pada kebaktian pukul 08:15 pagi, gereja itu begitu sesak, sehingga anda tidak akan mendapatkan tempat duduk. Dan pada kebaktian di sini, mereka yang dapat hadir, mendengarkan, penuh dengan doa kepada Firman dari Allah yang hidup, kepada penjelasan yang lebih terperinci lagi akan bagian ayat dari kitab Yesaya

 

Pada hari ini Dia menjawab doa seperti yang telah dilakukan-Nya selama berabad-abad. Dan Dia adalah Tuhan Allah yang sama yang akan menjawab doa-doa kita di masa yang akan datang.

 

Lebih dari tiga puluh satu tahun yang lalu, saya memberitahukan sesuatu di atas mimbar ini yang secara terbuka tidak pernah saya singgung kembali. Sekali-sekali, seorang wartawan surat kabar harian atau seorang pengarang sebuah buku atau pokok masalah berkumpul di dalam sebuah artikel majalah, saya akan teringat kembali tentang hal itu. Sejak saat itu, saya tidak pernah menyinggungnya secara terbuka kepada umum. Hanya yang sekali itu saja.

 

Lebih dari tiga puluh satu tahun yang lalu, ditambah dengan sekitar empat bulan, saya pernah bermimpi bahwa saya memeasuki auditorium ini dengan seorang pria berada di depan saya dan seorang pria berada di belakang saya. Dan saya duduk di sana, persis di bagian itu yang ada di balkon sana.

 

Saya tidak pernah lagi ke gereja ini kecuali satu kali dan peristiwa itu sudah empat puluh tahun sebelumnya. Akan tetapi saya melihat setiap detil gereja tersebut sama seperti yang sedangn saudara-saudara sekalian lihat sekarang ini, dengan pengecualian akan jalan masuk yang telah saya ubah sejak saya berada di sini. Keadaan itu persis sama dengan ketika meninggalnya Dr. Truett. Gedung itu begitu kokoh. Bagian depannya ditutupi dengan bunga dari sisi yang satu sampai ke sisi yang lainnya, dan peti jenazah itu berada di sini, dan orang banyak menangis terisak-isak.

 

Saya bertanya kepada pria yang ada di sana, “Mengapa orang-orang menangis?”

 

Dan mereka menjawab, “Pendeta yang agung itu, Dr. Truett, telah meninggal dunia.”

 

Ketika saya duduk melihat pada pengaturan bunga itu serta melihat kepada peti jenazah itu dan orang-orang yang menangis terisak-isak, saya mendengarkan tangisan mereka, pria yang berada di samping saya, di sebelah sini, meletakkan tangannya di lutut saya dan berkata, “Engkau harus turun dan memberitakan kepada bangsaku.”

 

Saya berpaling untuk melihat pria yang berbicara kepada saya itu dan yang berbicara itu adalah Dr. Truett. Saya berkata, “Oh, tidak, tidak, tidak.”

 

Dia kembali meletakkan tangannya di atas lutut saya dan berkata, “Engkau harus turun dan memberitakan kepada bangsaku.”

 

Satu bulan atau dua bulan sesudahnya – gereja yang tidak pernah mengenal saya itu, yang bahkan tidak pernah tahu bahwa saya itu ada di bumi ini – gereja itu memanggil saya untuk menggembalakan jemaat ini.