DI PULAU PATMOS
(IN THE ISLE OF PATMOS)
Dr. W. A. Criswell
Wahyu 1:9
04-09-61
Kami mengucapkan selamat datang bagi anda semua yang sedang bergabung dengan ibadah dari Gereja First Baptist Dallas. Ini adalah Pendeta yang sedang menyampaikan khotbah pada pukul tujuh pagi, khotbah yang berjudul Di Pulau Yang Bernama Patmos. Teks kita akan diambil dari Wahyu pasal satu ayat 9: “Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di Pulau yang bernama Patmos oleh karena Firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus” (Wahyu 1:9).
Kaisar Roma, yang merupakan saudara Titus bernama Domitian. Titus adalah seorang Jenderal yang berbakat, putra dari Vespasian, yang juga merupakan seorang yang hebat dalam perang. Titus adalah orang yang memimpin tentaranya dalam menghancurkan Yerusalem, ketika ayahnya dipanggil untuk menjadi Kaisar Roma. Titus adalah seorang penguasa yang memiliki kemampuan dan bijaksana. Tetapi sebelum kekuasaannya berkembang luas, dia meninggal dunia dan saudaranya Domitian dinobatkan untuk menduduki takhta. Domitian adalah seseorang yang sangat berbeda dengan ayahnya Vespasian dan saudaranya Titus. Domitian adalah seorang penguasa yang kejam dan haus darah. Dia adalah kaisar Roma yang pertama yang memerintahkan seluruh taklukannya untuk menyebut dia sebagai “Tuhan dan Allah kami.” Dia adalah Kaisar Roma yang pertama kali membuat patung dirinya dan menempatkannnya di seluruh tempat ibadah yang berada di seluruh, dan memerintahkan orang-orang untuk menyembahnya sebagai seorang allah. Dan orang-orang Kristus menolaknya dengan keras. Bagi mereka, dan juga sama seperti kita, tidak ada Allah lain selain Allah. Dan kita mengenalNya di dalam Yesus Kristus. Dan untuk bersujud di bawah sebuah patung atau gambar merupakan sebuah pemberhalaan. Dan tentu saja sebagian orang-orang Kristen yang berada di Asia memiliki kehidupan yang sulit, karena sejumlah besar dari mereka berada di dalam bagian imperium itu. Dan perintah untuk menyembah dan bersujud di hadapan patung Domitian dan menganggapnya sebagai allah merupakan sebuah penghinaan bagi mereka.
Gembala jemaat di ibukota Propinsi Roma Asia adalah Yohanes, murid dari Tuhan sendiri, yang sekarang telah berusia lanjut. Dan di dalam masa penganiayaan Domitian, Yohanes dibuang ke Pulau Patmos. Patmos hanyalah salah satu tempat pembuangan dari banyak tempat pembuangan yang dimiliki oleh Domitian untuk orang-orang yang mendapat murkanya. Patmos adalah sebuah Pulau yang penuh dengan batu karang yang terletak sekitar dua puluh empat mil dari bagian barat pantai Asia Kecil, yang secara langsung berseberangan dengan Kota kuno Miletus. Pulau karang itu memiliki diameter sekitar dua puluh lima mil, yang memiliki dataran dari batu-batu yang keras. Dan tentu saja Yohnes tidak memakai belenggu, tanpa penjaga, ataupun dikurung dalam sebuah penjara. Dia memiliki akses yang bebas untuk menjelajahi seluruh Pulau kecil itu. Dan di tempat yang keras itu, tempat yang sangat cocok bagi dia ketika dia melihat sebuah penglihatan yang mulia yang disebut “Wahyu Yesus Kristus.”
Dia berbicara tentang dirinya sendiri di dalam pasal pertama dari kalimat yang akan menjadi teks kita: “Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di Pulau yang bernama Patmos oleh karena Firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus” (Wahyu 1:9). Ini bukanlah hal yang asing atau baru atau sesuatu yang baru, bahwa Yohanes mengalami penderitaan di dalam pembuangan itu. Karena Yesus telah berkata bahwa salah satu tanda dari murid-muridNya adalah penganiayaan mereka dan penderitaan mereka. Dalam Khotbah di Bukit, Tuhan kita berkata, “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” [Matius 5:10-12]. Di dalam diskusi tentang akhir zaman yang disampaikan oleh Tuhan kita dalam Matius 24:9 Juruselamat kita berkata, “Pada waktu itu kamu akan diserahkan supaya disiksa, dan kamu akan dibunuh dan akan dibenci semua bangsa oleh karena nama-Ku.” Di dalam Injil Yohanes pasal enam belas, di dalam pembicaraan di ruang atas, untuk menghiburkan murid-muridNya Tuhan berkata, “Dalam dunia kamu akan menderita penganiayaan” (Yohanes 16:33). Dan Rasul Paulus di dalam surat terakhir yang dia tulis kepada anaknya dalam pelayanan berkata kepada Timotius di dalam 2 Timotius 3:12: “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya.” Itu adalah sebuah tanda dari pemuridan. Dan seluruh penderitaan dan pencobaan adalah sebuah tanda dari kemurahan sorga dan berkat Allah.
Dan seluruh Perjanjian Baru adalah sebuah catatan dari penderitaan dari jemaat Tuhan kita. Yohanes Pembaptis mati dalam darahnya sendiri. Juru Selamat kita di salibkan di bawah langit yang terbuka, ditinggikan dari dunia. Dan kisah jemaat sejak awal ditulis dalam darah dan dalam air mata. Di dalam Kisah Rasul pasal delapan ayat satu, “Pada waktu itu mulailah penganiayaan yang hebat terhadap jemaat Yerusalem” (Kisah rasul 8:1). Dan kemudian dimulailah daftar yang panjang dari para martir yang terus berlanjut hingga pada masa yang sekarang ini. Stefanus dirajam dengan batu sampai mati di luar kota Yerusalem. Kepala Yakobus yang merupakan saudara Yohanes yang menulis Kitab Wahyu ini dipenggal dari tubuhnya oleh pedang yang kejam dari Herodes Agripa I. Di dalam Kitab Wahyu, pasal dua ayat tiga belas, Tuhan kita berbicara tentang martirNya, yaitu Antipas, yang dibunuh karena kesetiaannya kepada Firman Allah di kota Pergamus. Ketika Kitab Ibrani ditulis, dalam sebuah masa penganiayaan yang hebat, penulis Ibrani membuat seruan kepada jemaat kecil agar kita keluar gerbang, tanpa kemah, memikul celaan terhadap Tuhan kita. Ketika Kitab Wahyu ditulis, Polikarpus adalah gembala di Smirna. Dan Polikarpus dibakar di tiang pembakaran. Ketika Kitab Ibrani ditulis, Ignatius adalah gembala di jemaat Antiokhia. Dia dihukum sampai mati. Dia dibawa ke Roma dan di sana dia disobek oleh binatang buas, dia orang Kristen pertama yang mati di Koloseum Roma yang baru selesai dibangun. Ini adalah kisah dari umat Tuhan kita sepanjang generasi dan sepanjang abad. Dan pada pagi hari ini saya berbicara mengenai mengapa hal ini ada di dalam tujuan elektif Allah.
Tuhan mengizinkan umatNya untuk dianiaya. Alasan yang pertama adalah hal ini: dari pencobaan dan kemartiran dan pemenjaraan dan penderitaan serta kesukaran umat Allah, Allah menyampaikan kebenaranNya bagi jiwa kita. Hal ini terlihat sangat jelas di dalam surat-surat Paulus. Kebanyakan pelayanan dari Paulus dihabiskan di dalam penjara. Bukankah hal itu terlihat seperti hanya menghabiskan hidupnya dengan sia-sia, ketika dia dapat memberitakan injil ke Dalmatia, atau ke Spanyol atau ke Gaul atau ke Libya atau ke Ionia? Tetapi kebanyakan hidupnya sebagai seorang Kristen dihabiskan di dalam sebuah kurungan. Mengapa Allah membiarkan hal itu? Karena dari penjara yang membatasinya itu, Paulus mengirim surat-surat yang secara praktis melengkapi seluruh Perjanjian Baru. Dari penderitaan kehidupan Rasul Paulus, kepada kita disingkapkan tentang kebenaran Allah yang merupakan fondasi dari jemaat-jemaat Yesus Kristus. Dari hidup yang patah dan mengalami rasa sakit serta menderita pukulan dan rajaman, Wahyu ini menjadi dikenal. Dan seandainya tidak ada penderitaan dan air mata serta pemenjaraan maka tidak akan ada penyingkapan bagi kita tentang kebenaran yang hebat dari Allah yang hidup. Allah mengizinkan umatNya untuk dianiaya.
Kita menemukan sebuah contoh dari hal itu di dalam Wahyu itu sendiri. Tidak akan pernah ada tulisan Wahyu jika Yohanes tetap tinggal sebagai gembala di Efesus. Tetapi di dalam kesusahan besar itu, panggilan yang tidak biasa bagi umat Allah, di dalam tempat yang terpencil di Pulau yang penuh dengan bebatuan, yaitu di Pulau Patmos, Yohanes melihat penglihatan yang luar biasa dan kemudian dituliskan dalam Kitab Wahyu untuk memberikan penghiburan dan dorongan bagi kita di dalam kitab yang terakhir dari Firman Allah.
Anda menemukan sebuah contoh tentang hal itu di dalam kehidupan Pengkhotbah Baptis kita yang luar biasa, yaitu John Bunyan. Karena dia menolak untuk berpaling dari mengkhotbahkan Injil Anak Allah, dia ditempatkan di Penjara Bedford selama dua belas tahun penuh. Salah satu karya sastra yang paling pedih di dalam seluruh literatur Inggris adalah karya John Bunyan ketika dia menggambarkan rasa sakit di dalam hati ketika sedang melihat wajah anaknya yang buta dan miskin yang bernama Mary yang menjual renda sehingga keluarga itu tetap memiliki makanan untuk dimakan. Hal itu akan membawa air mata ke dalam hati anda ketika John Bunyan menggambarkan rasa sakit di dalam hatinya ketika dia melihat anak gadisnya yang buta itu di dalam kelaparan dan kekurangan serta dalam pakaian yang kumal.
Akan tetapi dari kurungan itu, dan dari pemenjaraan yang tragis itu, di dalam dua belas tahun kesunyian dalam kurungan itu, kita memiliki Alkitab sekuler dunia yang dekat dengan Kitab Suci itu sendiri, yang paling disukai dan yang paling sering dibaca dan yang paling terkenal dari seluruh karya sastra yang pernah dihasilkan dalam hidup manusia, yaitu, Pilgrim’s Progress—penglihatan yang penuh kemenangan dari orang Kristen di dalam perjalanan yang melelahkan ini menuju dunia yang akan datang. Dan seandainya tidak ada kesusahan dan penderitaan yang dilalui oleh John Bunyan, dia tidak akan melihat penglihatan dan alegori yang kita kenal di dalam Pilgrim’s Progress (Perjalanan Musafir).
Alasan yang kedua mengapa Allah mengizinkan penderitaan dan mati martir serta pemenjaraan dan kesusahan umatNya, ditemukan dalam pencarian dan penemuan kembali dari kebenaran Allah yang telah menjadi gelap oleh tipu muslihat manusia. Tetapi hal itu dibawa kembali ke dalam terang di dalam api dari umat Allah yang mati martir. Kebenaran itu dikuburkan oleh tipu muslihat manusia, kebenaran itu disembunyikan oleh orang-orang yang berniat menjadi imam dari Allah Yang Maha Tinggi. Kebenaran itu akan mati, akan binasa dari bumi jika tidak dibangkitkan kembali oleh para martir Allah. Kembali ke permulaan tahun 1300-an dan 1400-an, leluhur Baptis kita, yang selanjutnya disebut Baptis, membawa ke dalam terang kebenaran yang agung dari Firman Allah yang hidup. Tetapi mereka melakukannya dengan membuat diri mereka menjadi martir.
Di ladang Flanders bunga apium mekar
Antara baris yang bersilangan.
[John McCrae, “In Flanders Fields”]
Tetapi sebelum ada pertempuran di ladang Flanders, bapa-bapa leluhur Baptis kita telah mati untuk kebenaran Allah.
Sebuah keluarga, saya pikir dia adalah John Deswarte, istrinya dan keenam putranya. Para pemeriksa datang dan menangkap John Deswarte, istrinya dan keempat putranya, dua orang lainnya telah pergi dari rumah. Tetangganya memberitahukan kedua bocah itu tentang keadaan yang menyedihkan dan yang tragis yang menimpa ayah mereka dan ibu mereka serta saudara-saudara mereka, dan berkata kepada dua orang muda itu untuk melarikan diri demi hidup mereka. Dan salah satu bocah itu berkata kepada saudaranya yang lainnya, “Jangan kita menyelamatkan diri kita saja. Tetapi biarlah kita mati dengan ayah dan ibu kita.” Ketika ayahnya melihat kedua orang muda itu datang kepadanya, dia bertanya, “Nak, apakah kamu berdua sudah siap untuk pergi bersama dengan kami ke Yerusalem Baru?” Dan kedua pemuda itu menjawab, “Kami sudah siap.” Dan di kota Leslie, sang ayah dan ibu serta keenam putranya dibakar bersama-sama di tiang pembakaran. Dari kemartiran anak-anak Allah melahirkan kembali pengetahuan dari Firman Allah.
Ketika mereka membakar Master Ridley dan Bishop Latimer di Oxford, Master Ridley mulai merasa ngeri di hadapan nyala api yang membesar, Bishop Latimer berkata, “Master Ridley tersenyumlah. Kita akan menyalakan pada hari ini sebuah api di di Inggris bahwa pertolongan Allah tidak akan pernah pergi.”
Salah satu soneta di dalam seluruh literatur adalah soneta yang ditulis oleh John Milton yang pada saat itu adalah sekretaris dari Oliver Cromwell. Bagaimana hal itu datang kepadanya sehingga dia menulisnya adalah karena hal ini: tanpa pemberitahuan, tanpa disadari, orang Roma Katolik menyerang orang-orang Kristen Waldensis, rekan Baptis kita di Itali bagian utara yang tinggal di Lembah Piedmont. Mereka menyerang tanpa pemberitahuan, pada Desember akhir pada tahun 1400. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk mempertahankan diri mereka, dan mereka melarikan dalam musim dingin, untuk mencari perlindungan di gunung Alpen yang diselimuti salju. Banyak dari mereka yang terbunuh sebelum mereka dapat melarikan diri ke puncak pegunungan. Sebagian dari mereka dapat mencapai pegunungan dan bagian tengah pegunungan itu, ibu-ibu menggendong anak-anak bayi di ayunan mereka dan menuntun anak-anak mereka yang sudah dapat berjalan. Setelah malam pertama, malam berikutnya, hampir empat puluh bayi ditemukan meninggal, membeku di ayunan mereka atau terbaring di salju di samping ibu mereka yang telah meninggal. Ketika orang-orang yang diserang itu telah menghilang, orang-orang Roma Katolik mengambil seorang ibu yang sedang menggendong anak bayi dan melemparkannya ke bawah sampai mati. Tiga hari kemudian ibu itu ditemukan tewas, tetapi bayi itu tetap hidup di tangannya. Dengan kesulitan mereka mampu melepaskan tangan ibu itu dari bayi yang masih hidup itu. Saya menyampaikan hal-hal ini kepada anda supaya anda dapat memahami soneta yang terkenal ini, salah satu karya sastra yang terkenal yang ditulis oleh John Milton. Dengarkanlah kata-kata yang sangat indah dari soneta ini, sebagaimana dia menuliskannnya:
Balaslah, O Tuhan, Orang-orang kudusMu yang telah terbunuh,
Yang tulang-tulangnya terbaring di pegunungan Alpen yang dingin;
Bahkan mereka memegang kebenaranMu begitu murni sejak lama.
Ketika bapa-bapa kami menyembah batang kayu dan batu-batu,
Jangan lupakan; di dalam kitabMu tercatat rintihan mereka,
Yang adalah domba-dombaMu, di dalam lembaran masa lalu mereka
Terbunuh oleh orang-orang Piedmont yang menjatuhkan
Ibu dan bayi ke bawah bebatuan. Rintihan mereka
Terdengar dalam lembah dan bergema ke bukit-bukit dan mereka pergi ke sorga
Darah martir mereka dan abunya tersebar
Di seluruh ladang Italia, di mana tetap titiknya tetap menggoyang
Tiran* yang berlipat tiga, agar dari hal ini tumbuh
Ratusan lipatan lain, yang telah belajar jalanMu,
Semoga terbang kesengsaraan Babel lebih awal—
[*] Berbicara tentang paus Roma “Tiran berlipat tiga”
[John Milton, “On the Late Massacre in Piedmont”].
Dan ketika kita melihat Kitab Wahyu, kita akan mengerti apa yang dirujuk oleh John Milton ketika dia berkata, “semoga terbang kesengsaraan Babel.” Tetapi dari peristiwa martir dari bapa-bapa leluhur kita dan dari penderitaan dan kesengsaraan dari orang-orang Kristren itu, bangkitlah fajar Reformasi, dan pemberitaan Injil Anak Allah, dan usaha misionaris yang luas sekali, yang memberkati dataran dunia yang gelap ini. Itu adalah cara Allah dalam membawa terangNya yang bersinar yang telah disembunyikan dibawah tipu muslihat orang-orang yang aneh dan ganjil.
Ada alasan ketiga mengapa Allah, di dalam tujuan elektifNya, mengizinkan penganiayaan terhadap umatNya. Hal itu ditemukan di dalam usaha untuk membawa manusia ke dalam terang dan ke dalam hidup serta penyebaran dari Firman Allah yang kudus. Karenanya, pada masa lalu ada, ada orang-orang yang bertujuan bahwa jika seseorang mau mengklaim dirinya untuk menjadi pengikut Kristus maka Alkitab harus menjadi sebuah buku yang tidak dikenal, tidak pernah dibaca, tidak pernah diterjemahkan, tidak pernah diketahui, tidak pernah diterjemahkan. Karena terang Injil Anak Allah akan menghancurkan kesalahan, dan itu adalah kekuatan yang besar untuk merubuhkan rumah tangga dari orang-orang yang bersujud di bawah gambar dan patung-patung berhala.
Pada masa itu hiduplah seseorang yang bernama John Wycliff. Dia menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Inggris, sama seperti Martin Luther melakukannya ke dalam bahasa Jerman. Martin Luther secara praktis menciptakan bahasa Jerman modern. John Wycliff secara praktis juga menciptakan bahasa Inggris modern. Dia adalah orang pertama yang menerjemahkan seluruh Alkitab ke dalam bahasa Inggris, bahasa yang kita gunakan pada hari ini. Dan dari format Firman Allah saat itu, ada segel, ada pembekuan, ada larangan yang keras untuk menyampaikannya dalam bahasa ibu dan bahasa saya. Karena itu orang Roma Katolik, di dalam kebencian mereka, berusaha untuk membinasakan nyawa dari John Wycliff. Dan ketika dia meninggal sebelum mereka dapat menghukumnya, tubuh John Wycliff digali dari dalam tanah. Tubuh John Wycliff digali dari tempat pemakamannya. Kemudian tubuhnya dibakar dan debunya disebar di atas Sungai Swiff. Tetapi Sungai Swiff mengalir ke Avon. Dan Sungai Avon mengalir ke Sungai Severn. Dan Sungai Severn mengalir ke lautan. Dan lautan mencangkau seluruh dataran dunia. Dan Alkitab yang diterjemahkan oleh John Wicliff menjadi Alkitab yang saya pegang di dalam tangan saya sekarang ini dan telah dikhotbahkan di mana peradaban Bangsa Inggris dimulai. Dan dari kesaksian John Wycliff yang mulia itu, Martin Luther menulis himne yang terkenal ini:
Dihempaskan ke dalam belokan yang tidak diindahkan
Atau di atas air yang terdampar
Debu para martir, lihatlah.
Akan berkumpul pada akhirnya.
Dan dari debu yang tersebar itu
Di sekitar kita dan negeri yang luas
Sebuah benih akan bersemi dengan berlimpah-limpah
Kesaksian bagi Allah
Bapa telah
menerima
Nafas kehidupan mereka yang terakhir
Dan kesia-siaan adalah mulut besar setan
Tentang kemenangan di dalam kematian mereka.
Akan tetap, sekalipun mati mereka tetap berbicara
Dan lidah sangkakala memberitakan
Kepada banyak negeri yang bangkit
Seseorang yang namanya penuh manfaat
[Martin Luther, “Flung to the Heedless Winds”].
Dan ketika Wycliff dibakar di tiang pembakaran, Alkitab Wycliff digantungkan di lehernya, sehingga Kitab Suci itu dapat terbakar bersama dengan tubuh martir dari pemberita Injil Anak Allah. Tetapi nyala api itu menerangi dunia. Dan api itu telah memberikan kepada bangsa-bangsa di dunia, pengetahuan tentang nama Anak Allah. Dan cahaya serta nyala api yang berkobar, Firman Allah diberikan kepada Dunia.
Mengapa Allah mengizinkan umatNya dianiya? Dari rasa sakit dalam penderitaan mereka dan dari air mata kesulitan dan kesengsaraan mereka, lahirlah kemerdekaan dan kebebasan. Sulit bagi kita untuk membayangkan bahwa di negara Amerika Serikat, di pantai daratan Amerika ini, pemberitaan tentang Injil Anak Allah telah dihalangi. Pada tanggal 04 Juni 1768, ada tiga pengkhotbah baptis yang diadili di pengadilan Spotsylvania County, Virginia, di kota kecil yang bernama Fredericksburg. Pada tanggal empat Juni, ketiga pengkhotbah Baptis ini dibawa ke hadapan pengadilan Raja. Dalam pengadilan itu, para hakim Raja telah menempati posisi mereka di ruang persidangan. Dan penuntut raja berdiri dan siap untuk menuntut ketiga pengkhotbah Baptis itu. Dan pelanggaran mereka dibacakan dengan lambat dan formal oleh petugas pengadilan: “Karena memberitakan Injil Anak Allah yang bertentangan dengan undang-undang yang telah ditetapkan dan maka dari itu, hal tersebut telah mengganggu kedamaian.”
Tetapi sementara keangkuhan itu sedang dipersiapkan dan formalitas pengadilan itu dimulai, dan sementara petugas pengadilan sedang bersiap-siap untuk membawa dakwaan, ada seseorang yang turun dari kudanya di depan ruang pengadilan itu, seorang pria yang sederhana, seorang pemuda yang selanjutnya dikenal sebagai seorang pahlawan yang brilian. Namanya adalah Patrick Henry. Dia telah mendengar tuduhan terhadap ketiga pengkhotbah Baptis itu. Dan dia telah menunggang kuda sejauh enam puluh mil dari rumahnya di Wilayah Hanouver supaya dapat membela ketika orang itu di hadapan pengadilan Raja, sekalipun tidak diminta. Dan ketika dia masuk ke dalam ruang pengadilan itu, tanpa diperhatikan, petugas pengadilan memiliki kebiasaan yang lambat itu sedang membaca tuduhan karena memberitakan Injil Anak Allah. Ketika dia sudah selesai, penuntut Raja bangkit dan menyampaikan beberapa kata yang dia pikir perlu untuk menghukum mereka. Dan para hakim yang sedang duduk sedang mempersiapkan pengumuman untuk menjatuhkan hukuman atas ketiga pengkhotbah Baptis itu.
Pada saat itu, Patrick Henry, yang tanpa diperhatikan telah berada di tempat sidang untuk duduk bersama dengan pengacara, dan mengulurkan tangannya serta mengambil dakwaan itu dari petugas pengadilan. Dan memegangnya di dalam tangannya, dia berkata, dan saya telah mengutip perkataannya itu dari salah satu pembelaan yang paling fasih dalam sejarah. Patrick Henry berkata,
Sidang yang terhormat, saya pikir saya mendengar pembacaan dari kertas yang sekarang saya pegang di tangan saya ini ketika saya masuk ruangan ini. Jika pemahaman saya benar, penuntut raja dari wilayah ini telah menyusun sebuah tuduhan dengan tujuan untuk menangkap dan menghukum serta memenjarakan ketiga orang yang tidak berdaya ini di hadapan sidang pengadilan ini. Sidang yang terhormat, apakah yang telah saya dengar? Apakah saya mendengarnya dengan jelas atau apakah itu sebuah kesalahan dari saya sendiri? Apakah saya mendengar sebuah pernyataan bahwa itu adalah sebuah kejahatan, bahwa ketiga orang ini telah berusaha mengubah ibadah anda dengan apa? Karena memberitakan Injil Anak Allah!
Dan Patrick Henry berhenti dan dia melambaikan tuntutan itu sebanyak tiga kali di sekeliling kepalanya, kemudian mengangkat matanya ke arah langit dan berseru, “Luar biasa!” Kemudian dia melanjutkan,
Sidang yang terhormat: pada sebuah masa seperti ini, ketika kebenaran adalah untuk membuka belenggu, ketika umat manusia bangkit untuk mengklaim sifatnya dan hak yang tidak dapat dicabut—ketika kuk yang menindas telah menjangkau padang liar Amerika dan ketidakwajaran aliansi dari kekuasaan rakyat gerejawi adalah untuk tidak memutuskan seperti sebuah periode ketika kebebasan hati nurani membangkitkan kesadaran dari tidurnya, dan saya menyelidiki alasan dari tuntutan ini. Dan jika saya tidak menipu, berdasarkan isi dari kertas yang saya pegang di tangan saya ini, orang-orang ini di dakwa karena memberitakan Injil Anak Allah. Luar biasa!
Sebuah jeda panjang lainnya, dimana Patrick Henry memegang tuntutan itu di tangannya. Kemudian pengacara muda yang luar biasa itu memulai:
Sidang yang terhormat: ada periode di dalam sejarah manusia ketika korupsi dan kejatuhan telah begitu lama telah menurunkan nilai karakter manusia, bahwa manusia tenggelam di bawah tekanan tangan yang kuat dan menjadi dia menjadi orang rendahan, menjadi budak; dia menjilat tangan yang meninjunya; dia menunduk dalam ketaatan yang pasif kepada perintah yang lalim dan di negara yang rendah ini dia menerima belenggu dari perbudakan yang terus menerus. Sidang yang terhormat, sebuah masa seperti itu telah berlalu. Dari masa ketika bapa leluhur kita telah meninggalkan tanah kelahiran mereka untuk menetap di Amerika yang liar ini, untuk kemerdekaan—untuk kemerdekaan sipil dan kebebasan beragama—untuk kemerdekaan hati nurani, untuk menyembah Pencipta mereka berdasarkan konsep mereka tentang kehendak sorga; dari saat ketika mereka menjejakkan kaki mereka di daratan Amerika dan di kedalaman hutan mencari sebuah suaka bagi penganiayaan dan tirani—pada saat kelaliman dihancurkan; belenggu kegelapan telah dihancurkan, dan keputusan Sorga bahwa manusia harus bebas—bebas untuk menyembah Allah berdasarkan Alkitab. Bukankah hal itu akan menyianyiakan usaha dan pengorbanan koloni. Dan menyia-nyiakan seluruh penderitaan dan darah mereka bagi penaklukan dunia baru ini jika kita yang menjadi keturunan mereka masih tetap melakukan tekanan dan penganiayaan. Tetapi, sidang yang terhormat, biarkan saya melakukan penyelidikan sekali lagi, untuk apa yang menjadi dakwaan bagi ketiga pengkhotbah Baptis ini? Kertas ini berkata, “Karena memberitakan Injil Anak Allah.” Luar biasa! Karena memberitakan Juru Selamat bagi ras yang telah jatuh!
Ketika Patrick Henry telah mencapai puncak akhir dalam pembelaannya, Pengadilan, pendengar, para penonton sangat takjub dan wajah penuntut menjadi pucat dan takut serta tanpa sadar bahwa seluruh tubuhnya gemetar seperti dalam sebuah gempa. Dan Hakim dalam sebuah suara yang gemetar, berbicara kepada Sidang, dan berkata, “Sherif bebaskan orang itu.” Dan dari penderitaan dari orang-orang Baptis itu, yang diamati oleh Jefferson dan Madison dan Monroe, mereka menulis di dalam dokumen dasar pemerintahan Amerika Serikat, kebebasan beragama.
Kemerdekaan hati nurani? Dari manakah itu berasal? Dari penderitaan dan pemenjaraan dan kesukaran dan air mata dan kepiluan dari saudara-saudara—“Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di pulau yang bernama Patmos oleh karena Firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus” [Wahyu 1:9]. Allah telah memiliki sebuah tujuan elektif di dalam penderitaan serta kesusahan ini. Dari hal itu kebenaranNya diperkenalkan kepada dunia, dan di dalam kesakitannya lahirlah berkat yang luar biasa ini bagi hidup kita sampai selama-lamanya. Pada hari ini dan pada jam ini, saya mendengar panggilan penulis Ibrani: “Karena itu marilah kita pergi kepadaNya di luar perkemahan dan menanggung kehinaanNya” (Ibrani 13:13).
Saya tidak memiliki waktu untuk berbicara tentang orang-orang pelarian yang berasal dari Komunis Cina Merah yang telah saya sampaikan ketika saya berada di Hongkong. Salah satu istri Pendeta, pikirannya menjadi kacau, gila dan sakit, karena penganiayaan yang mengerikan itu dan suaminya, Pendeta Baptis kita yang menjadi gembala di sebuah Gereja kecil di bagian pedalaman Cina, lumpuh dan puntung, dan pada masa itu, dan sekarang ini, saya yakin, bersama dengan Tuhan, pada masa itu dia sedang menanti panggilan Allah untuk mati, sehingga dihancurkan oleh penderitaan dan penganiayaan itu. Saudara-saudara kita sedang menanggung hal itu pada saat ini, pada hari Tuhan ini. Kita memiliki seorang pria di mimbar ini, seseorang yang telah ditugaskan di Cina sejak saya menjadi gembala di Gereja ini. Dan yang lainnya yang telah menjadi tamu-tamu bagi jemaat kita sekarang berada di dalam penjara, di dalam kurungan yang buruk dan busuk di Cina. Semua di seluruh dunia ini, di seluruh bangsa-bangsa, hal yang sama ini ini terjadi: Saudara-saudara kita dan rekan-rekan kita di dalam kesukaran “di pulau yang bernama Patmos oleh karena Firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus.”
Beberapa hari yang lalu saya membaca tulisan dari salah satu Professor kita di seminari Baratdaya:
Hari itu merupakan Sabat yang indah dan orang-orang Kristen menyanyikan lagu penyembahan ketika mereka sedang mempersiapkan ibadah untuk khotbah di rumah salah seorang sahabat. Tetapi kesunyian itu hanya sementara. Firasat pertama Penginjilan Kristen mendapat serangan terhadap mereka ketika orang-orang masuk ke dalam ruangan dan mulai memukuli pria dan wanita . Diikat seperti ternak, mereka dibariskan ke bagian utama kota, dihina di hadapan umum dan dilemparkan ke dalam penjara.
Sepertinya sama seperti sebuah gambaran dari penganiayaan orang-orang Kristen mula-mula, bukankah demikian? Tetapi tidak demikian. Hal itu terjadi beberapa bulan yang lalu di Kolombia, Amerika Utara.
Di seluruh dunia ini, orang-orang Kristen dipenjarakan—orang-orang Kristen dipukuli dan disakiti. Rumah-rumah mereka dibakar. Tempat ibadah mereka dihancurkan. Pengkhotbah mereka dibunuh. Di seluruh dunia ini, api kegelapan dan tulisan dari orang-orang yang yang akan menghancurkan kesaksian Allah dan Firman Tuhan kita Yesus Kristus. Mengapa hal itu tidak mati? Mengapa hal itu tidak dibunuh? Karena “darah para martir adalah benih Gereja.” Dan semakin banyak orang yang mati karena iman, maka semakin banyak orang berpaling kepada iman itu. Dan semakin banyak jemaat-jemaat Kristus menderita, semakin brilian dan semakin kuat kesaksian dari Firman Allah. Ini adalah panggilan kita dan tempat kita. Ini adalah kehendak Allah bagi kita. Sebuah komitmen yang besar, sebuah ketaatan yang kekal. Dan setiap nilai dan dalam setiap harga, mereka ini adalah pelayan-pelayan Allah. Mereka ini adalah orang-orang yang siap untuk menyerahkan nyawa mereka untuk memberitakan Firman Yesus Kristus—“Di pulau Patmos oleh karena Firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus.”
Apakah aku adalah seorang prajurit salib?
Seorang pengikut Anak Domba?
Dan haruskah aku takut
Untuk menjadi milikNya
Atau malu-malu
Berbicara tentang namaNya?
Haruskah aku membawa
Ke atas langit
Ranjang yang bertabur bunga dari kesenangan,
Sementara orang lain berjuang
Untuk memenangkan hadiah
Dan berlayar melalui
Samudera yang penuh darah?
Tidakkah ada pertempuran lain
Bagiku, untuk harus aku hadapi?
Tidakkah aku harus membendung banjir?
Bukankah ini dunia yang buruk
Bukankah ini dunia yang buruk
Seorang sahabat bagi anugerah,
Yang menolongku kepada Allah?
Sungguh, aku harus bertarung
Seandainya aku berkuasa
Doronganku yang semakin bertambah, Tuhan;
Aku akan bekerja keras
Menahan rasa sakit,
Didukung oleh firmanMu.
[Isaac Watts, “Am I a Soldier of the Cross?”]
“Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di pulau yang bernama Patmos oleh karena Firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus” (Wahyu 1:9). Inilah kesaksian kita, dimateraikan dengan hidup kita dan darah kita sampai mati.
Ketika kita berdiri dan menyanyikan himne undangan kita, jika pada pagi hari ini ada seseorang yang mau menyerahkan hatinya kepada Yesus, seseorang yang mau meletakkan hidupnya bersama dengan kami di dalam persekutuan jemaat ini, maukah anda datang dan berdiri di samping saya? Jika anda ingin berkata, “Pendeta, ini adalah komitmen hidup saya sampai mati. Tidak hanya untuk satu hari atau satu jam, tidak hanya ketika semua hal tampaknya tenang dan lembut serta mudah, tetapi ini adalah sebuah komitmen saya bagi Kristus di siang hari dan malam hari. Pada musim semi dan musim gugur, di dalam masa yang mudah dan masa sukar; pada waktu muda dan di usia tua; di dalam hidup dan kematian, jadi, tolonglah saya ya Allah. Di sini saya berdiri. Saya mengkomitmenkan iman saya dan hati saya serta hidup saya kepada Tuhan Yesus Kristus. Dan di sini saya datang dan berdiri.” Jika anda ingin meletakkan hidup anda bersama dengan kami di dalam Gereja ini, maukah anda datang? Untuk memberikan hidup anda dan keyakinan anda di dalam iman kepada Yesus, maukah anda datang? Lakukanlah sekarang, ketika kita berdiri dan menyanyikan himne pujian kita.
Alih bahasa: Wisma Pandia, Th.M.