WAKTU DI DALAM JAM ALLAH

(TIME ON GOD’S CLOCK)

 

Dr. W. A. Criswell

 

31-03-88

Wahyu 22:7-20

 

            Setelah 72 tahun gereja kita mengadakan ibadah pra Paskah pada siang hari, maka tema tahun ini adalah tentang kedatangan Kritus, kedatangan kembali Tuhan kita dari sorga. Pada hari senin, kita telah membahas tentang, “Kemuliaan dari Iman Premillenial,” pada hari selasa, “Mengapa Saya Menjadi seorang Premillenialis,” kemarin, “Tanda-Tanda dari KedatanganNya.” Dari banyak hal yang terdapat dalam Alkitab, kita telah memilih sembilan, Tanda-Tanda dari KedatanganNya. Hari ini kita akan membahas, “Waktu di dalam Jam Allah,” dan esok hari, pada hari jumat, “Yesus Kristus, Raja Selamanya.”

            Hari ini, “Waktu Di Dalam Jam Allah.” Dan saya berharap serta berdoa, agar anda mendengarkannya dengan pikiran anda, sama baiknya dengan hati anda. Ini bukanlah sebuah khotbah yang disajikan secara biasanya. Kitab Wahyu pasal 22, di dalam ayat 7: “Sesungguhnya Aku datang segera. Berbahagialah orang yang menuruti perkataan-perkataan kitab nubuat ini.” Ayat 12: “Sesungguhnya Aku datang segera dan Aku membawa upah-Ku untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya.”  Dan ayat 20: “Ia yang memberi kesaksian tentang semuanya ini, berfirman: ‘Ya, Aku datang segera!’ Amin, datanglah, Tuhan Yesus!” 

            Sebanyak tiga kali di dalam pasal yang klimaks dan yang menjadi bagian penutup Kitab Wahyu, Tuhan kita yang telah hidup dan bangkit mengumumkan, “Aku datang tachu, tachu.  Itu adalah sebuah  kata keterangan. Jika itu adalah sebuah kata keterangan, tentang kapan? Tentang waktu. Lalu kita akan melihatnya. Jika itu adalah sebuah kata keterangan cara, bagaimana? Kemudian kita akan melihatnya. Yang pertama, jika itu adalah sebuah kata keterangan waktu, kapan? “Sesungguhnya Aku datang segera.” Kelihatannya Dia telah menunda kedatanganNya. Di dalam Injil Matius pasal 28, di dalam kisah itu, di dalam perumpamaan tentang sepuluh gadis, dikatakan: “Mempelai itu lama tidak datang-datang juga.” Di dalam pasal 6 dari kitab Wahyu ini, jiwa-jiwa yang berada di bawah mezbah berseru: “Berapa lama lagi ya Tuhan? Berapa lama lagi?” Alasan bagi penulisan surat 1 dan 2 Tesalonika adalah hal ini: Tuhan telah menunda kedatanganNya, dan beberapa anggota keluarga dari jemaat yang terkasih ini telah meninggal dan dikuburkan. Dan mereka mengirimkan pesan kepada rasul dan berkata, “Bagiamana dengan orang-orang ini, Tuhan belum datang dan mereka telah meninggal. Itulah sebabnya ada tulisan 1 dan 2 Tesalonika.  Alasan bagi kita dibalut dan diikat dalam pertanyaan tentang penundaan kedatangan Tuhan kita karena kita adalah mahluk ciptaan yang berada dalam waktu, terbelenggu di dalamnya, terkurung di dalamnya dan tidak dapat melarikan diri darinya. 

            Saya sangat takjub kepada doa Eugene Green. Anda mungkin akan berpikir bahwa saya telah melatih dia dalam menyampikan doa permohonan kepada Allah. Seluruh ciptaan terbelenggu, terpenjara di dalam waktu. Dunia binatang, mereka mati suri, mereka berhibernasi, mereka merontokkan bulu-bulu mereka, mereka akan memiliki bulu yang baru menurut musim dan waktu. Seluruh dunia tumbuh-tumbuhan terbelenggu dalam waktu. Ada sebuah waktu dan sebuah musim di mana mereka bertunas, berbuah dan menggugurkan daun-daun mereka. Dan kita juga mengalami hal yang sama, terkurung dan terbelenggu serta terbungkus dalam waktu. Ada sebuah masa ketika anda muda, seperti anak-anak akademi ini. Ada sebuah masa ketika kita remaja, dan masa ketika kita dewasa. Dan ada sebuah masa ketika kita mati. Tetapi bagi Allah, tidak ada waktu. Dia tanpa waktu. Dia berada di atas waktu. Waktu adalah sebuah ciptaan dari Allah. Sama seperti materi alam semesta kita. Doa Musa dalam Mazmur 90 berkata, “Sebab di mataMu seribu tahun sama seperti giliran jaga di waktu malam.” Di dalam 2 Petrus pasal 3, rasul itu menulis, “Seribu tahun sama seperti satu hari.” Anda tahu, apa yang kadang-kadang saya pikirkan? Dua ribu tahun Tuhan telah pergi, Dia telah pergi selama dua hari. Mungkin Dia akan kembali pada hari yang ketiga. Esok hari.

            Waktu tidak memiliki makna di hadapan Allah yang tidak dibatasi waktu. Dia melihat seluruh waktu, Dia melihat seluruh sejarah, dalam masa sekarang. Semuanya terbentang di hadapanNya, awal dan akhir. Suatu ketika pada Hari Buruh. Saya duduk di Stadion Prajurit di Chicago dan melihat sebuah parade yang sangat besar masuk. Jika anda pernah berada di sana, anda akan tahu bahwa stadium itu berbentuk ladam kuda yang terbuka. Alfalfa Bill Murray dari Oklahoma mencalonkan diri untuk presiden. Dan serikat kerja mendukung dia dan mereka menunjukkan parade untuk menunjukkan ketenarannya. Karena saya adalah seorang yang berasal dari Oklahoma, saya berada di sana, dan mengamati parade itu masuk, barisan demi barisan, satu kumpulan, satu kelompok, satu serikat, masuk satu demi satu. Akhirnya, lelah mengamati, saya mendaki ke puncak stadion itu, dan di sana, dari tempat yang tinggi itu saya melihat  Michigan Avenue, jalan raya utama Chicago. Dan berdiri di ketinggian itu, saya dapat melihat seluruh parade itu, dari sepanjang Michigan Avenue yang bergerak dan bergerak masuk ke dalam ladam kuda yang terbuka di Stadion Prajurit itu. Allah persis seperti itu dalam sejarah manusia. Dia melihat seluruh waktu dan seluruh sejarah dari awal hingga akhir. Di sini, saya lahir. Di sini saya meninggal. Di sini anda lahir. Di sini anda meninggal. Dan Allah melihat semuanya itu dalam bentuk waktu yang sekarang.

            Waktu di dalam perbedaan dan di dalam rujukan ke ciptaan yang berbeda, memiliki makna yang berbeda. Ini adalah satu mil di depan. Dan bayangkanlah itu bagi seekor keong, satu mil. Satu mil bagi seekor keong. Bayangkanlah itu bagi seekor rusa jantan, bagi seekor beruang kutub. Bayangkanlah satu mil bagi sebuah kereta api diesel. Bayangkanlah jarak itu bagi sebuah jet. Bayangkanlah tentang kecepatan seratus delapan puluh enam per detik, bayangkanlah hal itu terhadap cahaya. Dan bayangkanlah itu bagi gelombang eter. Waktu memiliki relevansi yang sangat berbeda terhadap mahluk yang berbeda. Lalu, itu adalah hal yang sangat menakjubkan kalau anda membayangkannya. Waktu dengan rujukan bagi posisi kita, posisi kita dalam sejarah, posisi kita dalam alam semesta. Galaksi Andromeda yang besar jaraknya sekitar satu milyar tahun cahaya. Saya berdiri pada waktu malam dan lihat, apa yang saya lihat terjadi dalam satu milyar tahun cahaya. Dibutuhkan waktu yang lama bagi cahaya untuk membawa peristiwa itu kepada saya. Jika saya  berada di sana setengah jalan, peristiwa yang sama itu terjadi setengah milyar tahun cahaya, lima ratus juta tahun yang lalu. Jika saya berada seperempat waktu di sana, peristiwa yang sama itu telah terjadi dua ratus lima puluh juta tahun cahaya. Dan jika saya berada di Andromeda itu peristiwa yang sama yang terjadi pada saat adalah satu milyar tahun cahaya, yang telah terjadi sesaat sebelumnya.

            Waktu, Sangat relatif, dan demikian juga dalam pengalaman kita. Jika saya mengalami kegembiraan yang luar biasa, katakanlah saat sore, waktu berlalu sangat cepat. Tetapi jika saya menderita sakit, ya Allah, kapankah pagi akan tiba? Dan ketika pagi datang, kapankah malam akan tiba? Waktu sangat relatif. Ia tidak memiliki makna. Demikian juga dengan kedatangan Tuhan kita. Dia akan pasti datang. Dan waktu dalam jam Allah tidak memiliki waktu, termasuk untuknya, juga bagi kita. Hanya saja, Dia pasti datang.

            Di dalam Daniel pasal 2, ada kepala emas di dalam kerajaan. Ada dada dan lengan perak dalam kerajaan. Dan ada pinggang tembaga  di dalam kerajaan. Dan ada paha besi dalam kerajaan. Dan ada kaki yang terbuat dari besi campur tanah liat dalam kerajaan. Dan dalam hari itu, ada sebuah batu yang terungkit lepas menimpa patung itu, tepat pada kakinya yang tanah liat dan besi itu, sehingga remuk. Dan kerajaan telah datang. Berbahagialah jiwa yang melihat di dalam temporalitas, kekekalan; di dalam kefanaan, yang terus menerus, dalam musim gugur, musim semi, dalam kematian, kehidupan; di dalam kuburan, kebangkitan dan di dunia yang sekarang ini, ciptaan yang baru, dunia baru yang akan datang.    Tachu, sebuah kata keterangan waktu, “kapan.” 

            Yang lainnya, dan kita harus bergegas. Jika itu adalah sebuah kata keterangan cara, bagimana? Sesungguhnya, Aku datang tachu.  Jika itu adalah sebuah kata keterangan cara, maka hal itu merujuk kepada bagaimana tentang kedatanganNya. Aku datang segera. Aku datang secepatnya. Seketika. Tidak ada waktu antara seruan tengah malam, “Mempelai laki-laki datang,” dan kehadiranNya. Alkitab memakai banyak gambaran, kiasan untuk menyajikan “segera” itu.  Tachu, segera, seperti seekor elang, yang menyambar mangsanya dari langit, seperti cahaya kilat yang memancar di atas langit, seperti air bah yang muncul pada zaman Nuh, seperti hukuman Allah atas Sodom dan Gomora. Di dalam Injil Matius pasal 25 ini, tidak ada waktu ketika pengumuman dibuat dan mempelai pria itu datang. Tidak ada waktu untuk bersiap-siap. Orang-orang yang tidak memiliki minyak di dalam lampunya, mengalami kegelapan, dan ditinggalkan. Ya, Allah, ketika Dia datang, semua nubuatan itu dan semua hal yang telah ditulis dalam firman Allah akan terjadi dengan cepat. Mereka terjadi secepatnya. 1 Tesalonika pasal 15 berkata, “Dalam sesaat, dalam sekejap mata, pada bunyi nafiri yang terakhir.” Bayangkanlah bagaimana cepatnya; dalam sekejap mata. Apakah perhatian yang sejati? Dia menutup perumpamaan itu: “Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya ketika Anak Manusia datang.” Apakah perhatian yang sejati, sikap berjaga-jaga yang sesungguhnya? Apakah sebuah kegelisahan yang penuuh ketegangan: Aku sedang menunggu? Apakah itu dalam kesungguhan dan kegelisahan yang memuncak yang saya amati dan saya lihat dengan tajam di kegelapan malam? Apakah itu berjaga-jaga yang sesungguhnya? Di dalam ayat lima disebutkan bahwa sepuluh gadis itu mengantuk dan tertidur.

            Apakah perhatian yang sesungguhnya, sikap berjaga-jaga yang sesungguhnya? Saudara yang terkasih, itu adalah sebuah kesiapan dari jiwa. Itu adalah sebuah kesiapan; di mana pun saya, atau tugas apa pun yang untuknya saya telah menyerahkan hati dan tangan saya, saya siap sedia. Setiap saat, setiap waktu, kapan saja. Dalam arti lain, sibuk dengan pekerjaan Tuhan. Di dalam kamar tidur saya, di atas dinding, ada sebuah lukisan yang sangat indah. Pada abad 19, sosok orang Inggris dilukis oleh seorang seniman yang terpelajar.  Ada sebuah pondok di tepi laut. Pemukaan air yang luas dan tidak terbatas berada di baliknya. Ada sebuah pintu yang terbuka dari pondok itu yang mengarah ke laut. Ada seorang ibu dengan dua orang anaknya, dan ada sebuah kapal yang sedang datang. Dan dari atas kapal itu datang seorang nelayan dengan jalanya serta peralatannya. Dan dia pulang. Dan anak-anak itu seperti ini. Dengan penuh semangat dan penuh kasih menunggu dan menyambut ayah mereka. Dan sang istri dengan sukacita yang sukar diungkapkan. Apakah perhatian yang sesungguhnya? “Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.”  Dan apakah sikap berjaga-jaga yang sesungguhnya? Apakan sang ibu duduk di sana hari demi hari, dengan kegelisahan yang peniuh ketegangan dan memandang dengan tajam ke air yang luas itu? Atau apakah dia sibuk dengan pekerjaan rumah? Dia sibuk dengan anak-anak. Dan dia menunggu di dalam kasih dan dalam kesiapan untuk sang nelayan, yaitu  suaminya ketika dia datang dari lautan yang luas dan dalam? Itu adalah perhatian yang sejati. Saya telah siap. Bolehkah saya mengambil sedikit waktu lagi untuk membicarakan hal itu dalam kiasan yang lain? Alasannya sangat memiliki kesan yang dalam bagi hati saya, selama tahun-tahun pertama dalam pengembalaan saya, saya tinggal dengan petani kapas. Saya masih bujangan dan secara nyata hidup dengan orang-orang kudus yang luar biasa itu, para petani kapas. Dan dengarkanlah himne mereka ini:

 

Ada seorang Raja dan Panglima Yang Mahatinggi

Yang akan datang segera.

Dia akan mendapati aku sedang mencangkul kapasku

Ketika Dia datang.

Engkau akan mendengar legiunNya menyerbu

Di dalam langit yang menggelar,

Dan Dia akan mendapati aku sedang mencangkul kapasku

Ketika Dia datang.

Ketika Dia datang, ketika Dia datang,

Seluruh orang yang telah mati akan bangkit dan menjawab,

Bagi genderangNya.

Ketika api dari perkemahanNya

Bagai bintang di atas cakrawala yang tinggi,

Dan langit menyusut bagaikan gulungan

Ketika Dia datang

Ada seorang manusia yang mereka singkirkan

Yang telah disiksa sampai dia mati

Dan Dia akan mendapati aku sedang mencangkul kapasku

Ketika Dia datang.

Dia dibenci dan ditolak

Dia disesah dan disalibkan

Dan Dia akan mendapati aku sedang mencangkul kapasku

Ketika Dia datang.

Ketika Dia datang, ketika dia datang

Dia akan datang bersama dengan orang-orang kudus dan para malaikat

Ketika Dia datang.

Mereka akan berseru hosanna.

Kepada Dia yang disangkal manusia,

Dan aku akan berlutut di antara kapasku,

Ketika Dia datang.

Ketika Dia datang, ketika Dia datang.

Dapatlah kita mengubah kata pengharapan yang terakhir itu? Ketika Dia datang, Dia akan mendapati aku sedang mengerjakan tugasku

Ketika Dia datang.

Ketika Dia datang, ketika Dia datang,

Dia akan mendapati aku sedang memperbaiki pintu,

Dia akan mendapati aku sedang menjaga toko,

Ketika Dia datang.

Dia akan mendapati aku sedang mengajar sekolah

Ketika Dia datang.

Dia akan mendapati aku sedang memberitakan injil

Ketika Dia datang.

            Kita telah siap sedia. Dan itu adalah perhatian kita yang penuh. Dan pekerjaan kita dan tugas kita, telah siap sedia, Tuhan, setiap saat, setiap waktu. Amin, datanglah segera Tuhan Yesus!

            Bolehkah kita berdiri bersama-sama?  Dr. George Davis, dekan dari pasca sarjana kita, akan memimpin doa penutup kita.  Dr. George Davis. 

            Bapa sorgawi, ketika kami memperingati kematian, penguburan dan kebangkitan Yesus Kristus Tuhan kami selama minggu yang terpenting dalam kelendar Kristen, kami juga mengantisipasi kedatangan yang kedua dari Tuhan dan Juruselamat kami yang mulia.

 

 

Alih Bahasa: Wisma Pandia, Th.M.