KRISTUS DAN KOTA ALLAH

(CHRIST AND THE CITY OF GOD)

 

Dr. W. A. Criswell

 

Wahyu 21:1 - 22:5

26-3-64a

 

           Empat puluh lima tahun berturut-turut jemaat kita telah mengadakan ibadah pra paskah di sebuah teater pusat kota—sejak teater teater ini dibangun, mereka telah mengadakan ibadah di sini. Gembala pendahulu saya yang terkenal yaitu Dr. George Truett, telah berkhotbah di dalam ibadah ini selama dua puluh lima tahun. Dan ini adalah tahun kedua puluh bagi saya dalam memimpin pertemuan yang kudus ini.

            Dan tema dalam tahun keempat puluh ini adalah: Kristus dan Kota.

Besok kita akan membahas: Kristus Mati Di Kota.

Senin, tema kita adalah: Kristus dan Kota.

Selasa: Kristus dan Kota Warga Negara.

Kemarin: Kristus dan Kota Jemaat.

Dan hari ini: Kristus dan Kota Allah, sebuah khotbah tentang sorga. Dan ini adalah teks yang menjadi latar belakang khotbah kita.

Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan laut pun tidak ada lagi.

Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya. 

Maka datanglah dari ketujuh malaikat….lalu ia berkata kepadaku, katanya: “Marilah ke sini, aku akan menunjukan kepadamu pengantin perempuan, mempelai Anak Domba.”

Lalu, di dalam roh ia membawa aku ke atas sebuah gunung yang besar tinggi dan ia menunjukan kepadaku kota yang tinggi itu, Yerusalem, turun dari sorga, dari Allah.

Kota itu penuh dengan kemuliaan Allah dan cahayanya sama seperti permata yang paling indah, bagaikan permata yaspis, jernih seperti kristal.

 

Kemudian diikuti oleh penjelasan tentang kota Allah. Dan di dalam deskripsi itu ada kalimat ini: “Dan kota itu tidak memerlukan matahari dan bulan untuk menyinarinya, sebab kemuliaan Allah menyinarinya dan Anak Domba itu adalah lampunya.”

            Kristus dan Kota Allah: Salah satu eksekutif yang terkemuka dalam sebuah kota, hidupnya telah dihabiskan di dalam dunia ini, dan memiliki seorang putra tunggal. Anaknya itu kemudian sakit dan akhirnya meninggal dunia. Malam demi malam sesudahnya, pria itu mengambil Alkitabnya dan membacanya setiap malam selama berjam-jam. 

            Sesekali saat dia membacanya dia menggaris bawahi ayat-ayat dalam Alkitab. Suatu hari, berharap ingin tahu apa yang dia garis bawahi, mengambil Alkitabnya dan melihatnya serta menemukan bahwa di mana saja ada bagian yang berbicara tentang sorga, pria itu menggaris bawahinya.

            Ketika saya masih muda, saya mulai berkhotbah pada usia tujuh belas tahun, dan saya menjadi pendeta pada usia delapan belas tahun—ketika saya masih muda, dan ketika orang-orang, khususnya orang tua jika bertanya tentang sorga kepada saya, saya selalu berusaha untuk mengubah subyeknya. Saya takut bahwa saya akan memberikan kesan kepada mereka seolah-olah mereka akan segera mati. 

           Dan seorang pendeta tua memperhatikan hal itu dan berkata kepada saya pada suatu hari, dia berkata, “Anakku, jangan lakukan itu. Jangan mengubah subyeknya. Jika engkau menempuh sebuah perjalanan jauh, tidakkah kamu ingin mengetahui tempat yang kamu tuju? Mereka akan pergi dalam sebuah perjalanan panjang. Berbicaralah kepada mereka tentang hal itu; jawablah pertanyaan-pertanyaan mereka.”  

           Karena Allah berkata bahwa di sini: Kita tidak memiliki kediaman yang abadi. Rumah kita berada di dalam sorga.   

            Sebuah himne yang lama memiliki syair seperti ini:

 

Aku merupakan seorang asing disini

Surga adalah rumahku

Dunia hanyalah sebuah padang yang suram

Surga adalah rumahku

 

Dukacita dan bahaya berdiri mengancam

Mengitariku dalam setiap sisi

Surga adalah tanah airku

Surga adalah rumahku

 

            Dan bagi kita yang pada suatu hari akan mengadakan perjalanan yang jauh, merupakan hal yang menarik untuk membicarakan tentang hal itu dan membaca apa yang telah Allah sampaikan tentang hal itu. jadi, Rasul Yohanes menulis: “Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.” 

            Kemudian, dia menggambarkan kota itu. Yang pertama bagian luarnya, kemudian bagian dalam dan kemudian orang-orang yang menyembah Allah di balik gerbang kota suci itu, Yerusalem Baru. Yang pertama, bagian luar. Dia menggambarkan tentang fondasinya: Dua belasbatu dasar, yang pertama adalah intan yang padat; dan selanjutnya adalah batu safir dan yang selanjutnya adalah batu mirah; dan yang selanjutnya adalah batu zamrud, demikian seterusnya hingga yang kedua belas yaitu batu kecubung. Dari intan hingga kecubung, fondasi dari kota Allah. 

           Dan ketika kita mendaki dua belas batu dasar itu hingga ke puncaknya, yaitu batu kecubung, dan melihat ke atas dan ke bawah dari kemuliaan yang kekal itu, kita hanya baru saja mulai melihat keajaiban yang sangt luar biasa dari apa yang telah disediakan Allah bagi orang-orang yang mengasihi Dia.   

           Jika ini adalah fondasinya, bagaimanakah dengan temboknya? Jika ini adalah temboknya, seperti apakah kota itu? Dan jika ini adalah istananya, seperti apakah takhtanya? Jika ini adalah bagian luarnya, bagaimanakah dengan bagian dalamnya?

            Dua belas fondasi. Kemudian tembok yang sangat tinggi dan megah, yang terbuat dari intan padat. Bahasa Yunani yang diterjemahkan di sini adalah “yaspis,” jernih seperti kristal.

            Terjemahan jauh lebih baik bagi kita adalah sebuah “intan.” Tembok yang terbuat dari intan yang padat, yang tingginya sekitar dua ratus lima puluh kaki, yang memiliki dua belas gerbang, setiap gerbang dinamai dari nama salah satu suku, seorang patriakh Israel dan tiap-tiap batu dasarnya dinamai dengan nama kedua belas rasul dari Anak Allah.

            Dua belas gerbang, dua belas suku, dua belas bapa leluhur, kovenan yang lama; dua belas fondasi, dua belas rasul, zaman yang baru, masa anugerah dan masa jemaat—Ssebuah lukisan dari kota Allah, termasuk orang-orang yang telah diselamatkan sepanjang masa. Umat tebusan Allah dari zaman Habel hingga martir terakhir yang dibunuh oleh Antikristus, seluruh orang-orang kudus Allah berkumpul di rumah. 

            Kemudian di balik tembok itu, kota itu sendiri dibuat dari emas murni. Ukurannya adalah dua belas stadia di bahasa Yunani dan seribu lima ratus mil bagi orang Amerika, sdemikianlah ukuran tinggi, panjang dan lebar kota itu; sebuah kota dari Maime hingga Florida; sebuah kota yang meliputi seluruh wilayah Britania Raya dan Irlandia dan Prancis dan Spanyol dan Italia dan Austria dan Jerman dan Turki Eropa dan setengah Rusia—kemudian jalan di atas jalan yang lain dan di atas jalan yang lain, sekitar seribu lima ratus mil. Para astronot mengelilingi bumi ini sekitar seratus mil ke atas, tidak mencapai bagian awal dari tinggi atau fondasi atau tembok dari kota Allah yang mulia itu. 

            Warnanya? Allah pasti menyukai warna, sebuah perkembangan warna, warna-warna yang dinobatkan—cahaya yang membeku di dalam intan, safir dan rubi dan mutiara serta jamrud, seakan-akan Allah mencampur bersama-sama warna biru dari  langit yang biru dan pecahan ombak dan warna pelangi dan warna musim gugur dan warna dari sunset agustus. Oh, warna yang terdapat di dalam kota Allah yang indah! 

            Kemudian bentuk dari kota itu, seperti kubus Ruang Mahakudus, segala sesuatu tampak simetris, indah, sempurna, murni, kudus, tanpa noda dan cela—panjang, lebar dan tingginya, kubus yang sempurna; itulah bentuk dari kota Allah.  

            Kemudian setelah melihat bagian luar, sang rasul masuk melalui gerbang kota itu. Dan ketika masuk melalui gerbangnya, dia mencatat bahwa gerbangnya terbuat dari mutiara, mutiara: sebuah perhiasan hasil dari penderitaan dan rasa sakit. Melalui kesukaran dan pencobaan, kita masuk ke dalam kota Allah, dan gerbangnya terbuat dari mutiara yang padat. Kemudian setelah melalui gerbang itu, dia berjalan di atas jalan kota itu. Jalannya terbuat dari emas murni. Emas murni. Kemudian dia mencatat bahwa di sana tidak ada bait suci, karena Allah sendiri adalah Bait Suci kota itu, dan Allah memenuhi semuanya.

            Kemudian dia mencatat bahwa di sana tidak ada matahari, ataupun cahaya bulan, karena: “Kemuliaan Allah menyinarinya dan Anak Domba itu adalah lampunya.” 

            Kehadiran Allah adalah prisma yang melekat dari cahaya. Kemuliaan Allah menyinarinya: kemuliaan Allah, kemuliaan yang bersinar terang, berkilauan, kemuliaan yang penuh dengan semarak. Dan Kemuliaan Allah menyinarinya; seperti Musa yang turun dari gunung Sinai, dengan wajah yang bersinar. Dia telah berada di dalam hadirat Allah. Atau seperti wajah Tuhan kita yang bertransfigurasi yang cahanya melebihi cahaya matahari di atas Gunung Transfigurasi. Atau seperti Rasul Paulus yang melihat kemuliaan Yesus di jalan Damsyik yang membuat dia jatuh tersungkur dan menjadi buta oleh kemuliaan cahaya itu: “Dan kemuliaan Allah menyinarinya.”

            Kemudian ketika dia berjalan di sepanjang jalan emas itu, dia melihat sungai kehidupan dan di sebelah sungai kehidupan itu ada pohon kehidupan yang daunnya dipakai untuk menyembuhkan bangsa-bangsa; untuk minum dan untuk hidup selamanya dan buah pohon itu dan bahkan daun-daunnya, untuk kekekalan, untuk menyembuhkan, kemudaan dari tubuh anda. 

            Salah satu teolog terbesar sepanjang masa, salah satu pengkhotbah terkemuka yang pernah dihasilkan oleh Inggris, salah satu orang kudus, salah satu orang saleh yang pernah hidup adalah Richard Baxter, yang hidup pada tahun 1600-an. Dia mengalamai sebuah masa hidup di dalam penjara dan penderitaan dan penganiayaan, dan di akhir hidupnya, setelah lama menderita sakit, dia terbaring sekarat. Dan seorang sahabatnya datang menemui dia dan bertanya kepadanya, “Richard, bagaimana keadaanmu?”  Dan di dalam hembusan nafasnya yang terakhir, dia membalas, “Oh, sahabatku, Aku hampir membaik,” kemudian dia meninggal!

           Bayangkanlah hal itu! Bayangkan ketika sedang melangkan di tepi pantai dan mendapati bahwa itu adalah sorga. Bayangkanlah itu! Sentuhan sebuah tangan dan mendapati bahwa itu adalah Allah. Bayangkanlah itu! Nafas yang baru di dalam udara yang baru dan itu adalah suasana sorgawi. bayangkanlah itu! Merasakan transformasi tubuh kita dan mendapati bahwa itu adalah kekekalan. bayangkanlah itu; terbangun dan mendapati itu adalah rumah. “Daun-daun pohon itu dipakai untuk menyembuhkan bangsa-bangsa.”

            Kemudian dia menggambarkan penduduk yang ada di kota itu. Salah satu keyakinan yang berkembang di dalam masyarakat umum adalah hal ini, bahwa di dalam sorga, kita akan berada di atas sebuah awan dengan memakai sayap, dan memegang sebuah kecapi. Refensi kartun. Seberapa sering kita menemukan keyakinan seperti itu? Itu adalah sebuah kebalikan. Ketika dia menggambarkan orang banyak yang berada di sana, dia berkata: “Dan hamba-hambaNya akan beribadah kepadaNya.”

            Ada tugas yang sangat luas dan aktivitas yang penuh. Di dalam Taman Eden, ketika Allah menciptakan manusia, seberapa seringkah saya menyampaikan hal ini? Dan pagi ini saya akan menyampaikannya lagi: “Untuk mengusahakan, untuk memenuhinya, untuk memeliharanya, dan untuk berkuasa atas seluruh ciptaan Allah.”

            Beberapa dari pertanyaan konyol yang kadang-kadang ditanyakan kepada saya adalah: “Pendeta, bagaimana dengan pergi ke bulan? Dan bagaimana tentang astronot yang mengelilingi dunia? Dan bagaimana dengan penyelidikan ruang angkasa ini? Tidakkah anda berpikir bahwa itu adalah sebuah pelanggaran dari kehendak Allah terhadap manusia yang telah Dia buat?”

            Saya tidak dapat memahami sebuah jenis pertanyaan seperti itu. Karena ketika Allah menciptakan dunia dan menempatkan semua hal-hal yang menakjubkan di dalamnya, saat ini, kita hanya baru saja mulai menemukannya. Allah berkata kepada manusia: “Ini adalah milikmu. Usahakanlah dan kuasailah semuanya.”

           Tidak ada hal yang telah dibuat oleh Allah atau yang Dia ciptakan bagi manusia untuk tidak dinikmati dan diberkati oleh hal itu. Semuanya boleh dinikmati. Sekarang kita sangat terbatas, karena natur kita yang telah jatuh, tetapi di dalam sorga, di Eden yang baru, di dalam firdaus yang telah diperoleh kembali, dengan panca indra kita yang sempurna, bayangkanlah apa yang dapat mampu kita pahami dan kita hasilkan serta kita nikmati: “Dan hamba-hambaNya akan beribadah kepadaNya.”

            Seandainya Tuhan memberikan saya sebuah planet di suatu tempat di mana saya dapat mengkhotbahkan Injil, dunia tanpa akhir, bayangkahlah hal itu. Jika saya dapat memiliki sebuah jemaat yag cukup sabar untuk mendengarkan saya, saudara betapa merupakan sebuah tugas yang sangat mulia. Atau ilmu untuk dipelajari, atau seniman untuk melukis atau penyanyi untuk bernyanyi, saudara, bayangkanlah hal itu. 

            Yesus berkata tentang kerajaan Allah, kemudian Dia memberikan perumpamaan tentang uang mina: “Engkau telah setia, karena itu terimalah kekuasaan atas sepuluh kota.” Dan kepada yang lainnya, “Engkau telah setia, karena itu terimalah kekuasaan atas lima kota.” Allah memiliki sebuah pemerintahan di alam semestaNya dan hukum untuk menahannya dan tugas untuk dipenuhi. Itulah pekerjaan kita di dalam sorga.

            Dan dia berkata: “Dan mereka akan memuji Tuhan siang dan malam.” Daud dengan kecapinya; Gabriel dengan sangkakalanya; Handel dengan organnya; Asaf dengan paduan suaranya; dan orang banyak dengan nyanyian baru mereka: Leroy, bersiap-siaplah! Bersiap-siaplah. Oh, apa yang akan kita lakukan di dalam kemuliaan. Dan saya harus bergegas untuk menyimpulkan khotbah ini.

            Tidakkah anda tahu, hal yang terakhir dan yang klimaks yang ditulis oleh Yohanes tentang kemuliaan kota Allah adalah hal ini, yang terakhir: “Dan kita akan melihat wajahNya. Dan kita akan melihat wajahNya.” Alkitab berkata: “Tidak seorang pun yang dapat melihat wajah Allah dan hidup.”

             “Dan kita akan melihat wajahNya.”

            Seseorang yang baru, seorang teolog muda, duduk di samping seorang pria tua, orang kudus yang sedang sekarat dan berkata kepadanya: “Bacakanlah sebuah ayat yang paling manis di dalam Alkitab.”

            Dan orang itu membaca, “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu.” 

            Dan dia berbicara tentang sebuah kata kepada orang tua itu tentang rumahnya yang besar di angkasa. 

            Orang tua itu meletakkan tangannya ke atas tangan teolog muda itu dan berkata: “Nak, lihatlah saya. Apakah kamu berpikir bahwa sebuah rumah besarlah yang dirindukan oleh mata tua ini? Anakku bacalah ayat selanjutnya.”

            Lalu, pemuda itu membaca ayat berikutnya: “Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.”

            Dan orang tua yang kudus itu berkata: “Anakku, tepat seperti itu. Juruselamatkulah yang dirindukan untuk dilihat oleh mata tua ini.”

            Dan kita akan melihat wajahNya dan hidup:

 

Mentari telah terbenam dan bintang malam yang bersinar

Dan sangat jelas memanggilku

Tetapi mungkin di sana tiada rintangan yang akan menghadang

Saat kuarungi lautan

Tetapi pasang menghempas tanpa henti

Tuk bersuara dengan berisik dan berbuih

Hingga akhirnya terhempas hingga kedalaman tanpa batas

Kembali pulang ke rumah

 

Senjakala dan deringan malam

Dan setelah kegelapan itu!

Dan mungkin di sana tidak ada kesedihan dari perpisahan

Saat kunaiki kapal

Dari engkau, dari waktu dan tempat yang telah kita tinggali

Air yang besar mungkin membawaku jauh

Kuberharap tuk melihat pilotku muka dengan muka

Ketika aku telah melewati rintangan

 (Tennyson, “Crossing the Bar”)

 

            Dan kita akan melihat wajahNya dan hidup. “Ketika tugas hidupku telah selesai, dan aku menyeberangi gelombang pasang yang besar, ketika cahaya pagi yang terang benderang akan kulihat; aku akan mengenal Penebusku. Ketika aku tiba di sisi yang lain,

dan senyumNya akan menjadi yang pertama untuk menyambutku.”  Kristus dan kota Allah dan Anak Domba itu adalah lampunya.

            Oh Yesus yang mulia, libatkanlah kami saat kami berada dalam kerja keras dan kepedulian terhadap dunia ini, Tuhan kadang-kadang dan sekali waktu, tolonglah kami untuk mengingat hal-hal yang lebih baik yang telah disediakan Allah bagi kami.   

           Ketika kepedulian ini dan beban ini kami letakkan, ketika kami mengangkat wajah kami di dalam negeri yang mulia, oh, betapa merupakan sebuah persekutuan yang indah, sebuah sukacita ilahi: Yesus dan orang-orang yang kami kasihi dan yang terhilang untuk sementara, Tuhan kita dan kota Allah.  

            Di dalam namaNya yang mulia, yang menghiburkan kita dan memberi dorongan bagi kita. Amin.

 

Alih bahasa: Wisma Pandia, Th.M.