SEPERTI APAKAH BERADA DI DALAM NERAKA

(WHAT IT IS TO BE IN HELL)

 

Dr. W. A. Criswell

 

Wahyu 20:14-15

03-22-89

 

Senin: Seperti apakah menjadi Orang Terhilang.

Selasa, yaitu kemarin: Seperti apakah menjadi Orang Selamat.

Hari ini: Seperti apakah berada di dalam Neraka.

Besok: Seperti apakah berada di dalam Sorga.

Dan Jumat: Seperti apakah dibasuh dalam Darah Anak Domba.  

            Hari ini: Seperti apakah berada di dalam Neraka. Wahyu dari Allah—Tuhan kita berkata di dalam Lukas 16, “Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas.”  Di dalam Kitab Wahyu pasal 20, di dalam ayat yang terakhir:

Lalu maut dan kerajaan maut itu dilemparkanlah ke dalam lautan api. Itulah kematian yang kedua: lautan api. Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api itu.

 

           Saya berani menyampaikan bahwa, sejumlah besar dari anda tidak pernah mendengar sebuah khotbah tentang neraka. Neraka telah disingkirkan dan dihilangkan dari mimbar modern. Tetapi ketika kita menyampaikan tentang neraka di atas mimbar, maka kita tidak akan memiliki neraka di dalam rumah dan di jalanan. Sekarang kita tidak memiliki neraka di atas mimbar, akibatnya kita memiliki neraka di rumah-rumah kita dan neraka di atas jalanan: neraka yang hidup berada di mana-mana.    

            Banyak komentar telah dibuat dan saya telah mendengarnya sepanjang hidup saya: “Anda berkhotbah tentang penghukuman dan penghakiman serta neraka dan anda sedang berusaha untuk menakuti orang masuk ke dalam kerajaan Allah.” Ketika saya memahami Firman, ketakutan bukanlah merupakan sebuah hal yang tidak sehat atau motif yang tidak layak untuk mencari anugerah dan pertolongan Tuhan kita. Di dalam Kitab Wahyu pasal sebelas, di situ dituliskan:  “Nuh… dengan takut mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya.”  Di dalam Kitab Amsal pasal pertama, dan yang merupakan tema dan teks dari seluruh kitab itu disebutkan: “Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan.”

           Saya tidak tahu hal lain yang paling sesuai selain dari pada orang muda yang didekati oleh seorang pelacur dan gemetar dengan pemikiran: “Ini adalah jalan untuk mendapatkan AIDS.”    

            Takut:  Saya telah membaca tentang seorang pria di sebuah rumah sakit yang sedang berada di tempat tidur, dan pada hari ketika dia berada di sana, dia memperhatikan bahwa bagi orang-orang yang sekarat, perawat akan menempatkan sebuah tirai disekitar mereka ketika dia meninggal. Dan ketika dia berada di ruang perawatan itu, mereka meletakkan sebuah tirai di sekelilingnya. Hal itu sangat menakutkan baginya. Dan dia berseru kepada Allah, “O Allah, ini berarti bahwa aku akan meninggal. Oh, Allah, di dalam hidupku yang tidak berharga, bermurah hatilah kepada jiwaku.”

Dia memiliki sebuah pengalaman yang hebat. Dia diselamatkan. Dia menyerahkan hatinya dan hidupnya serta jiwanya kepada Tuhan. Kemudian perawat datang dan mengambil kain tirai dan meminta maaf kepadanya, serta berkata, “Oh, tuan, kami minta maaf. Kami meletakkan tirai dalam tempat tidur yang salah.”

Dan pria itu berkata kepada sang perawat, “Tidak perlu minta maaf, perawat, terpujilah Allah. Terpujilah Allah. Itu adalah hal yang terbaik yang pernah terjadi di dalam hidup saya, karena ketika saya berpikir bahwa saya akan mati, saya berteriak kepada nama Tuhan untuk kedamaian dan kemurahan serta pengampunan, dan Dia telah menyelamatkan saya. Sekarang saya adalah orang Kristen.”

            Neraka, tempat penghukuman—melawan realitasnya yang tertulis di dalam seluruh Alkitab. Semuanya. Ada lebih dari empat ratus bagian di dalam Kitab Suci ini yang berbicara tentang penghakiman yang terakhir itu. Saya sering merasa heran tentang orang-orang yang berada di luar Kristus, di luar dari kasih dan anugerahNya. Menyusuri jalan kehidupan ini dan di atas jalan itu ada empat ratus tanda yang berkata: “Jalan ini menuju neraka,” dan mereka tetap mengikutinya. Karena realitas itulah sehingga Tuhan kita yang datang dari sorga Allah. Tuhan kita sendirilah yang sering berbicara tentang kesungguhan dan keseriusan berkaiatan dengan realitas ini, tentang hukuman neraka. Adalah Dia, di dalam Injil Matius pasal dua puluh lima berbicara tentang hari besar penghakiman dan pemisahan antara domba dan kambing. Tuhan kita sendirilah yang menyampaikan kisah di dalam Lukas pasal enam belas tentang orang kaya, yang mengangkat matanya dan berada di dalam nyala api.

            Tuhan kita tidak turun dari kemuliaan sorga agar mengajar kita sebuah etika yang lebih baik atau memberikan kepada kita sebuah hukum yang lebih baik atau pengaturan dan perkembangan sosial yang lebih baik. Tetapi Tuhan kita datang dari sorga untuk mati bagi dosa-dosa kita sehingga kita tidak terjatuh ke dalam neraka dan penghukuman. Dan melawan latar belakang itu, setiap pengkhotbah harus berdiri dan menyampaikan pesan keselamatan.  “Ngeri benar,” kata Allah, “kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup.”  Allah yang luar biasa, betapa merupakan sebuah beban ketika pendeta berdiri dan melihat wajah-wajah jemaat, jiwa-jiwa kekal yang pada suatu hari berdiri di garis penghakiman Allah Yang Mahatinggi!! 

 

Aku bermimpi tentang hari penghakiman itu saat pagi hari

Telah terbit dan sangkakala telah ditiup;

Aku bermimpi bahwa bangsa-bangsa telah berkumpul

Untuk dihakimi di hadapan takhta putih;

Dari takhta datang sebuah cahaya, malaikat yang bersinar-sinar

Dan dia berdiri di atas bumi dan lautan,

Dan bersumpah dengan tangan terangkat ke atas langit

Bahwa waktunya tidak lama lagi.

 

Orang kaya berada di sana, tetapi uangnya

Telah habis lenyap;

Dengan miskin di berdiri di penghakiman,

Hutangnya terlalu berat untuk dibayar;

Orang besar berada di sana, tetapi kebesarannya,

Ketika kematian datang, telah tertinggal jauh!

Malaikat membuka catatannya,

Tidak ada sebuah jejak kebesarannya yang dapat ditemukan…

 

Para penjudi berada di sana dan para pemabuk,

Dan orang-orang yang telah menjual mereka minuman keras,

Beserta dengan orang yang memberikan mereka izin,

Bersama-sama mereka tenggelam di dalam neraka.

 

Manusia bermoral datang untuk dihakimi

Tetapi kebenarannya yang lapuk tidak dapat berbuat apa-apa;

Orang-orang yang telah menyalibkan Yesus

Telah lewat seperti manusia bermoral, juga;

Jiwa yang telah menangguhkan keselamatan,

“Bukan malam ini; aku akan diselamatkan nanti:

Tidak ada waktu sekarang untuk berpikir tentang agama!”

Akhirnya, dia telah menemukan waktu untuk mati.

 

Dan oh, betapa merupakan sebuah ratapan dan tangisan

Ketika orang terhilang diberitahukan tentang nasib mereka;

Mereka berseru kepada batu-batu karang dan gunung-gunung,

Mereka berdoa, tetapi doa mereka telah terlambat.

 

                                                                                [Bert Shadduck, 1894]

 

           Allah Mahabesar! Betapa merupakan beban ketika seorang pengkhotbah berdiri untuk menyatakan Firman Allah. Di dalam Alkitab disingkapkan tentang hal-hal yang rasa takut yang hebat berkaitan dengan  penghakiman itu, penghukuman di dalam neraka. Allah Mahabesar! Allah Mahabesar! 

            Kita diberitahukan bahwa ada sebuah pemisahan besar yang terakhir. Tuhan kita berbicara tentang hal itu secara berulang-ulang, kadang-kadang di dalam perumpamaan tentang lalang yang dipisahkan dari gandum; kadang-kadang di dalam jaring, yang baik dipisahkan dari yang buruk; kadang-kadang di dalam bentuk sebuah pernikahan, gadis-gadis yang bijaksana dengan gadis-gadis yang bodoh; kadang-kadang seperti yang saya sampaikan, di dalam penghakiman tentang pemisahan itu, domba dari kambing. Ya Tuhan, kami bersama-sama di sini, tetapi suatu hari, akan ada sebuah pemisahan besar yang terakhir antara orang-orang yang diselamatkan dan orang-orang yang terhilang. 

            Saya ingat tentang salah satu peristiwa yang saya baca, yaitu ketika mereka memiliki sebuah bom yang mengerikan di Perang Dunia II di London. Api dan keruntuhan dan kematian ada di mana-mana. Dan di tengah-tengah peristiwa itu berdiri seorang pengkhotbah jalanan. Dan ketika dia sedang berkhotbah, seorang skeptik berdiri dan berkata: “Inilah neraka. Inilah neraka.”

            Dan pengkhotbah membalas: “Ini bukan penghukuman. Ini bukan neraka. Saya berada di sini. Dan saya adalah orang Kristen dan tidak ada orang Kristen di Neraka. Tepat di sekitar seberang pojok jalan itu, ada sebuah gedung gereja dan tidak ada gedung gereja di Neraka. Dan saya sedang memberitakan Injil Anak Allah. Dan tidak ada pemberitaan Injil di Neraka.”

            Ada sebuah pemisahan besar yang terakhir. Dan Alkitab menggambarkan kepada kita ketetatapan kekal dari pemisahan itu. Ada sebuah jurang besar yang berada di sorga dan orang-orang yang berada di dalam penghukuman dan tidak ada seorang pun yang dapat lewat. Di dalam Kitab Wahyu pasal pasal sembilan belas, Binatang dan Nabi Palsu itu dilemparkan ke dalam neraka. Dan  di dalam Wahyu pasal dua puluh, seribu tahun kemudian, mereka masih tetap berada di dalam neraka. Itu adalah sebuah kekekalan sampai selama-lamanya. 

            Dan tempat itu di dalam Alkitab, disebut dengan sebuah nama yang mengerikan. Di luar kota Yerusalem di dalam sebuah lembah ada tempat pembuangan sampah dari kota selama ribuan tahun. Dan bangkai-bangkai binatang yang telah mati berada di sana. Mereka menyebutnya Gehena. Dan itu adalah kata yang digunakan Tuhan untuk menggambarkan tempat hukuman itu.  Gehena, tempat di mana ulatnya tidak pernah mati dan di sana terdapat ratapan dan kertakan gigi dan serigala saling berkelahi dan menggeram untuk memperebutkan bangkai yang dilemparkan ke lembah itu. Neraka—Ya Allah!   

            Dan ketika kita meninggal, orang-orang yang diselamatkan, orang-orang benar, pergi ke firdaus, ke pangkuan Abraham. Dan orang-orang yang terhilang pergi ke nyala api, menunggu hari penghakiman Allah Yang Mahatinggi. Anda tidak akan berdiri di penghakiman Yang Mahatinggi ketika anda meninggal. Anda pergi ke sebuah tempat, menunggu penghakiman itu. Penghakiman itu terjadi di akhir zaman, di akhir dari sejarah. Lalu, mengapa anda tidak berdiri di depan penghakiman ketika anda meninggal? Karena anda tidak mati ketika anda meninggal; anda terus hidup. Pengaruh anda, apa yang telah anda sentuh, akan terus berlanjut. Sebagai contoh, seorang pria besar yang sangat hebat: Saya membayangkan tentang Charles Haddon Spurgeon. Dia telah meninggal sekitar seratus tahun yang lalu. Saya masih membaca tentang dia. Pengaruh dari pria yang luar biasa yang terus berlangsung di sekitar dunia. Saya juga membayangkan orang-orang jahat. Mereka masih tetap hidup. 

            Saya mengingat Royce Thompson, saya dan dia lulus Amarillo High School bersama-sama. Kami pergi ke Baylor bersama-sama. Dan yang mengejutkan saya dan menjadi terror bagi hati saya, dia menjadi orang kafir. Dan pada suatu malam, saya pergi menemui dia dan berbicara kepadanya.  Dan saya berjalan ke ruangannya dan di atas meja belajarnya dia sedang membaca karya seorang kafir yaitu Toma Paine, dan judul karyanya itu, Age of Reason.  Tom Paine telah meninggal dua ratus tahun yang lalu. Tetapi pengaruh kekafirannya masih tetap hidup. Kita tidak mati ketika kita meninggal. Dan itulah sebabnya, di akhir zaman, di akhir sejarah, kita berdiri di hadapan penghakiman Allah Yang Mahatinggi, untuk menerima upah atas perbuatan-perbuatan kita. Tuhan, betapa bernilainya kami dan betapa bertanggungjawabnya kami!

            Sebuah perkataan terakhir: Kita menghadapi penghakiman yang menakutkan dari takdir kita yang kekal. Kita menghadapinya sekarang. Ketika saya membaca Alkitab ini, saya diberi tahu bahwa neraka dibuat untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya, bukan untuk kita. Allah tidak pernah bermaksud bahwa kita akan menghabiskan kekekalan kita di dalam nyala api neraka dari hukuman kekal. Allah tidak pernah bermaksud demikian. Alkitab ini berkata bahwa api dari hukuman yang kekal itu dibuat, diciptakan bagi Iblis dan malaikat-malaikatnya. Jika saya pergi ke sana, itu karena saya memilih untuk berada di sana. Pilihan adalah milik saya. Setiap orang memiliki pilihan itu. Setiap orang! Inilah alasan mengapa di dalam Wahyu pasal dua puluh setelah Millenium Setan dilepaskan. Mengapa dia tidak tetap ditahan di sana, di dalam jurang maut dari api yang kekal? Mengapa dia tidak tetap berada di sana?  Karena setelah Millenium itu, ada ribuan anak yang lahir selama seribu tahun dan tidak pernah dicobai. Mereka tidak pernah diuji. Mereka tidak pernah memiliki sebuah pilihan. Dan sorga adalah bagi orang-orang yang memilih untuk pergi ke sana. 

            Allah adalah bagi mereka yang memilih Dia. Kristus adalah bagi orang-orang yang memilih Dia. Jemaat adalah bagi orang-orang yang memilih untuk masuk ke dalam persekutuannya. Selalu ada pilihan—dan ketika saya memilih yang salah, Ya Allah bagaimana dengan jiwaku? Abraham berkata kepada keponakannya Lot: “Engkau pilihlah. Jika engkau ke kiri maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan maka aku ke kiri. Jika engkau tinggal di pegunungan maka aku tinggal di daratan. Jika engakau memilih daratan, maka aku akan tinggal di pegunungan.”

            Dan Lot memilih Sodom, dan membangun keluarganya di Sodom. Sebuah pilihan—Yudas memilih tiga puluh keping perak atas Tuhannya. Sebuah pilihan. Demas memilih dunia yang salah. Saya dapat memilih Tuhanku dan sorga dan janji tentang hidup kekal atau saya dapat memilih dunia yang akan berlalu ini. Saya dapat memilih kesenangan hidup ini dan berakhir di kuburan. 

            Bobby Burns, yang berusaha untuk memiliki pemahaman, yang hidup dalam sebuah keterasingan, berbicara tentang hal itu seperti ini:

 

Kesenangan sama seperti bunga tumbuh dan berkembang

Engkau memetik bunganya

Kembangnya akan layu kemudian

Atau seperti salju yang jatuh

Di atas sungai

Yang putih untuk sejenak

Lalu lenyap selamanya

Atau seperti lintasan cahaya borealis

Yang menghilang lenyap seketika

Menuju tempat mereka

Atau seperti pelangi

Dalam bentuk yang sangat indah

Yang menghilang di tengah-tengah badai.

                                                                [from Tam O’ Shanter by Robert Burns]

           

            Untuk menukar hidup anda terhadap kesenangan dunia ini, betapa tragisnya hal itu, kesedihan yang sukar untuk diungkapkan! Dan ingatan yang kekal: ratapan kekal. Di dalam kisah yang disampaikan Tuhan kita dalam Lukas pasal enam belas, Dia berkata kepada orang kaya yang mengangkat wajahnya di neraka. Dia berkata: “Nak, ingatlah, ingatlah, ingatlah.”

            Ya Allah! Jika saya jatuh ke dalam neraka, salah satu hal yang akan saya ingat adalah ketika Roh Kudus menarik hati saya dan menunjuk saya kepada Juruselamat, mengingat sebuah ibadah di dalam gereja ketika pendeta menyelidili hatiku, mengingat anugerah Allah, mengingat Tuhan kita Yesus yang mulia. Dan bukannya menerima Dia, sebaliknya, saya memilih sebotol minuman keras atau seorang penjual narkoba atau sebuah kehidupan yang penuh nafsu atau ketenaran dan keberuntungan dan sukses pada masa ketika saya hidup. Ya Tuhan, apa yang akan terjadi kepadaku jika aku membuat pilihan yang salah itu? 

            Bolehkan saya menutup khotbah ini? Saya ingin tahu, apakah anda juga mengalami hal yang sama ketika anda membacanya? Saya ingin tahu, ketika orang muda yang kaya itu berkata tidak kepada Kristus dan berbalik kepada peruntungannya, saya ingin tahu apakah dia menyesali hal itu? Saya membayangkan tentang Stefanus, orang muda yang lain, yang tekah menyerahkan hidupnya, martir Kristen yang pertama, dua ribu tahun yang lalu bersama dengan Allah di dalam sorga. Saya ingin tahu apakah dia berpikir bahwa hal itu layak. 

            Bolehkah saya menutup khotbah ini? Di dalam mempersiapkan khotbah ini, untuk pertama kali dalam hidup saya, dan saya telah mempelajari Alkitab ini selama lebih dari tujuh puluh lima tahun, selama pertama kali dalam hidup saya, saya melihat sesuatu yang tidak pernah saya lihat sebelumnya. Allah menggambarkan wajah dari pemuda kaya itu. Dan Allah menggambarkan wajah dari martir Kristen yang pertama, yaitu Stefanus. Apa yang Kitab Allah sampikan tentang wajah pemuda yang kaya itu: Ketika dia berpaling dari Tuhan kita dan berbalik ke dunia ini dan kekayaannya dan pengaruhnya, kata Yunani yang digunakan adalah  stugnazo, dan kata itu digunakan sebanyak dua kali di dalam Alkitab, yang pertama digunakan dalam Matius pasal 16 ayat 12, yang menggambarkan langit yang merah dan redup, stugnazo. Dan satunya lagi di gunakan dalam Alkitab untuk menggambarkan wajah pemuda itu ketika dia berkata tidak kepada Kristus dan berpaling dari Dia. Alkitab menggambarkan wajahnya, stugnazo.  Badai dan tekanan dari pilihan yang tragis tergambar di wajahnya. Itu adalah sebuah hal yang ganjil.

            Alkitab menggambarkan wajah Stefanus ketika dia meninggal. Disebutkan bahwa ketika mereka melihat Stefanus, mati sebagai seorang martir, disebutkan bahwa wajahnya sama seperti wajah seorang malaikat.

            Ya, Allah! Mengapa memilih tragedi dari keterhilangan dari dunia ini, dan hukuman yang tidak dapat dihindarkan yang mengikuti sesudahnya, ketika Allah telah membuka bagi kita pintu kasih dan anugerah? Dan sekalipun kita hidup atau mati, kita hidup dan mati di dalam kasih dan anugerah serta kemurahan dari Yesus yang mulia, dan suatu hari, hidup bersama dengan Dia di sorga sampai selama-lamanya. Semoga Allah menjamin pertobatan dan keselamatan bagi kita semua di dalam hadirat ilahi.

 

Alih bahasa: Wisma Pandia, Th.M.