DENGAN MENGUCAP SYUKUR KEPADA ALLAH

(WITH THANKSGIVING TO GOD)

 

Dr. W. A. Criswell

 

11-22-87

 

Mazmur 107

 

Saya bertanya-tanya apakah Mazmur ini dinyanyikan dengan lebih baik ketika para imam menyanyikannya, atau apakah himne yang dibawakan oleh Martin Luther dinyanyikan dengan lebih mulia, sama seperti yang anda semua lakukan pada saat anda bernyanyi di sini. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih kepada anda semua, para anggota paduan suara dan orkestra yang telah bernyanyi dengan sangat indah.

Dan Tuhan memberkati anda semua yang sedang bergabung dengan kami pada jam ibadah ini, bagi anda semua yang mendengarkannya melalui siaran radio dan yang menyaksikannya melalui siaran televisi. Ini adalah Pendeta dari Gereja First Baptist Dallas. Judul khotbah kita pada hari ini adalah: Dengan Mengucap Syukur Kepada Allah.

Saat ini, saya memiliki sebuah tugas yang indah. Ada sebuah pasangan yang terkasih yaitu Robert dan Verna Crabb yang tinggal di Bonham, Texas. Dan mereka berharap untuk dapat bergabung dengan gereja kita melalui televisi.  Robert and Verna Crabb, 204 Rainey, Bonham, Texas, telah datang kepada kita melalui surat. Dan untuk mengucapkan selamat datang bagi mereka yang mau bergabung ke dalam jemaat kita melalui televisi, dan jika anda senang untuk menerima mereka, maukah anda mengangkat tangan anda? Terima kasih. Dan bagi anda pasangan yang manis, anda sekarang sudah menjadi sebuah bagian dari jemaat kami yang luar biasa di Dallas ini.  

Baiklah, kita akan memulai khotbah kita dan bagi anda semua yang sedang bergabung dengan kami melalui siaran radio dan televisi, silakan ambil Alkitab anda dan bukalah di dalam Mazmur 107. Mazmur 107, dan kita akan membacanya sebagai sebuah pasal yang akan menjadi latar belakang bagi khotbah kita pada pagi hari ini:

Mazmur 107 :

Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

Biarlah itu dikatakan orang-orang yang ditebus TUHAN, yang ditebus-Nya dari kuasa yang menyesakkan.

Ayat 8:

Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia,

Sebab dipuaskan-Nya jiwa yang dahaga, dan jiwa yang lapar dikenyangkan-Nya dengan kebaikan.

Ayat 15:

Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia, sebab dipecahkan-Nya pintu-pintu tembaga, dan dihancurkan-Nya palang-palang pintu besi.

Ayat 21:

Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia.

Biarlah mereka mempersembahkan korban syukur, dan menceritakan pekerjaan-pekerjaan-Nya dengan sorak-sorai!

Ayat 31:

Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia.

Biarlah mereka meninggikan Dia dalam jemaat umat itu, dan memuji-muji Dia dalam majelis para tua-tua.

Ayat 41:

Tetapi orang miskin dibentengi-Nya terhadap penindasan, dan dibuat-Nya kaum-kaum mereka seperti kawanan domba banyaknya.

Orang-orang benar melihatnya, lalu bersukacita, tetapi segala kecurangan tutup mulut.

Siapa yang mempunyai hikmat? Biarlah ia berpegang pada semuanya ini, dan memperhatikan segala kemurahan TUHAN.

Sebuah nyanyian pujian yang indah yang dinyanyikan kepada Allah atas kebaikanNya yang luar biasa bagi kita.

Salah satu kejadian yang paling traumatis dan yang paling mengesankan dalam sejarah Amerika, terjadi pada tanggal lima April 1621. Pada hari itu ada sekelompok kecil yang berdiri di Pantai Plymouth, yang pada hari ini dikenal sebagai, Massachusetts. 

Mereka telah mengalami penderitaan dalam musim dingin yang mengerikan. Seratus dua orang dari mereka telah datang ke negeri yang baru, Dunia Baru, dengan menaiki kapal Mayflower. Dan pada bulan Januari dan Pebruari pada tahun 1621 itu, setengah dari mereka, yaitu 51 orang, dari keseluruhan jumlah kelompok kecil itu meninggal dunia. Mereka dimakamkan dalam kuburan yang tidak diberi tanda, dikuburkan di dalam tanah, agar orang Indian tidak tidak bersahabat, tidak melihat betapa sedikitnya dan betapa lemahnya jumlah mereka yang tersisa. Mereka dimakamkan di Bukit Cole di atas Teluk Plymouth.

Pada tanggal lima April 1621, 51 orang yang masih tetap bertahan itu berdiri di tepi pantai dan menyaksikan Mayflower meninggalkan pantai dan perairan Amerika. Tidak seorang pun dari para Pengembara itu, baik laki-laki maupun wanita yang naik ke atas kapal itu untuk kembali ke tanah kelahiran mereka di Inggris.

Mereka telah datang dan menemukan serta membangun sebuah tempat ibadah di Dunia Baru. Dan penghinaan dan penderitaan yang telah dihadapi mereka, dan beban kedukaan yang telah menimpa mereka, telah mereka tinggalkan untuk membangun sebuah bangsa yang baru di atas sebuah daratan baru yang bernama Amerika.

Para Pengembara itu adalah orang-orang yang saleh. Beserta dengan mereka, mereka membawa harta mereka yang paling berharga yaitu Alkitab versi King James, yang telah diterbitkan sembilan tahun sebelumnya. Dan itu adalah pusat dari kehidupan mereka, dan pengharapan mereka serta tujuan mereka di hadapan Allah.

Setelah mereka membangun tempat-tempat tinggal mereka, mereka menempatkan  Alkitab ini sebagai pusat dari kehidupan keluarga, dan hal pertama selanjutnya yang mereka dirikan adalah gereja mereka, tempat dimana Alkitab ini diajarkan. Dan setelah mendirikan bangunan gereja, bangunan selanjutnya yang mereka dirikan adalah sebuah sekolah. Dan buku wajib di sekolah itu adalah Alkitab.

Mereka telah memilih William Bradford sebagai gubernur dari kelompok kecil Pengembara itu. Dan pada musim gugur pada tahun 1621, Allah telah bermurah hati untuk memberkati benih yang telah mereka tanam sehingga menghasilkan hasil panen yang indah untuk mereka tuai, Gubernur William Bardford kemudian mengumumkan sebuah waktu untuk mengucap syukur, dan hal ini merupakan hari Mengucap Syukur yang pertama di Dunia baru Amerika. 

.  Dan pada musim gugur tahun 1621, selama tiga hari mereka bersukacita atas kebaikan Allah bersama dengan orang-orang Indian yang bersahabat dengan para Pengembara itu. Hal itu dilakukan sesuai dengan apa yang tertulis di Kitab suci. Di dalam Kitab Imamat, orang-orang membawa korban pendamaian kepada Tuhan.

Saya berpikir bahwa terjemahan yang lebih baik terhadap kata itu seharusnya adalah “persembahan ucapan syukur” kepada Tuhan. Seluruh keluarga, sahabat-sahabat dan tetangga-tetangga, bersama dengan  imam yang bertugas, bersukacita bersama-sama dengan makan bersama di dalam kebaikan sorgawi.

Kemudian, di dalam Alkitab ini juga, mereka membaca tentang hari raya Pondok daun. Anda juga dapat menyebutnya sebagai hari raya ‘hasil panen.” Dan di dalam musim gugur, orang-orang berkumpul bersama-sama dengan seluruh keluarga dan bersyukur kepada Allah atas kebaikanNya yang luar biasa, yang telah memberikan hujan dari sorga dan makanan dari ladang.

Sama seperti yang dinasihatkan oleh Rasul Paulus kepada jemaat yang mengasihi Tuhan. Yang terdapat di dalam pasal terakhir dari Surat 1 Tesalonika, dia berkata: “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” Dan di dalam pasal terakhir dalam Kitab Filipi, dia juga berkata, “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.”  

Jadi, bapa-bapa leluhur kita, pada tahun pertam itu, mengumumkan sebuah hari mengucap syukur dan memuji Tuhan atas kebaikanNya yang telah memberikan hasil panen kepada mereka. Roh dari mengucap syukur kepada Allah terus berlanjut di dalam pertumbuhan bangsa yang baru itu. Setelah pengorbanan yang mengerikan dari Perang Revolusi, dan setelah penetapan Konstitusi Amerika, di dalam pertemuan Kongres yang pertama, kedua Dewan Kongres membuat sebuah keputusan bersama dan meminta kepada Presiden—Presiden yang baru, yaitu George Washington—untuk mengumumkan sebuah hari nasional Mengucap Syukur. 

Dan inilah yang ditulis oleh Presiden kita yang pertama pada tahun 1789: “Mengingat bahwa merupakan tugas dari semua bangsa-bangsa untuk mengakui pemeliharaan Allah yang Mahakuasa, untuk mentaati kehendakNya, untuk berterima kasih terhadap rahmatNya, dan dengan penuh kerendahan hati untuk memohon dengan sangat terhadap perlindunganNya dan kemurahanNya; dan mengingat bahwa kedua Dewan Kongres, dengan ketetapam bersama, telah meminta saya “Untuk merekomendasikan kepada rakyat Amerika Serikat sebuah hari Mengucap Syukur nasional dan doa, untuk dilaksanakan dan diakui dengan hati yang penuh rasa terima kasih atas limpahan dan tanda-tanda kebaikan Allah Yang Mahakuasa, khususnya dengan memberikan kepada mereka sebuah kesempatan yang tenang untuk menetapkan sebuah kondisi dari pemerintah  untuk kenyaman serta kebahagiaan mereka.” 

Oleh karena itu maka sekarang, saya merekomendasikan dan menetapkan hari Kamis, tanggal Dua Puluh Enam November berikutnya, untuk dicurahkan oleh rakyat dari negara ini untuk beribadah kepada Pribadi yang agung dan Mulia itu yang penuh dengan kemurahan, penulis dari semua kebaikan, atau hal itu merupakan kesempatan bagi kita semua dalam kesatuan untuk memberikan kepadaNya ketulusan hati kita dan penuh kerendahan hati berterimakasih atas kebaikanNya dan perlindunganNya terhadap rakyat negeri ini…

Diberikan di bawah tangan saya di Kota New York (yang pada waktu itu merupakan ibukota negara Amerika) tiga Oktober, dalam tahun Tuhan kita, seribu tujuh ratus delapan puluh sembilan.

Pada tahun  1864, Abraham Lincoln menetapkannya sebagai  hari libur nasional yang diadakan setahun sekali, yaitu pada kamis terakhir bulan November, sebagai hari  mengucap syukur kepada Tuhan, sebagai sebuah masyarakat, sebagai sebuah bangsa, terhadap kebaikanNya yang luar biasa bagi anak-anak manusia. Dan hal itu terus berlangsung hingga masa sekarang ini: Sebuah hari Mengucap syukur bagi Tuhan kita atas kebaikanNya bagi kita semua.

Jadi, dengan rasa bangga dan terima kasih yang dalam, kita bersyukur kepada Allah untuk negara yang telah didirikan oleh bapa-bapa leluhur kita:

 

Negeri ini, negeri kita.

Ada seseorang yang bernafas di sana dengan jiwa yang mati

Yang tidak pernah berkata kepada dirinya sendiri

Ini adalah milikku, tanah kelahiranku

Yang hatinya tidak pernah berkobar-kobar

Seperti jejak langkahnya yang letih dalam  perjalanan pulang

Dari pengembaraan yang terdampar di negri asing

 

Allah Memberkati Amerika

Yang berdiri di sampingnya dan menuntunnya

Dengan sebuah cahaya sepanjang malam yang bersinar

Dari padang rumput yang luas, hingga pegunungan,

Hingga ke samudera yang berbuih putih.

Allah memberkati Amerika, tempat tinggalku, rumahku yang menyenangkan.

 

Dan dengan mengucap syukur kepada Allah atas iman yang telah diwariskan para leluhur kita kepada kita, yaitu Alkitab dan Injil dan kumpulan jemaat yang ada di dalam gereja. Para pioner yang penuh kesungguhan ini, yang memulainya dari Plymouth dan akhirnya menyebar ke daerah pesisir utara, menyeberang hingga Alleghenies, hingga ke daerah Barat, dan setiap bagian barat, dan yang akhirnya membawa pesan injil Kristus ini kepada kita.

Ayah saya, di dalam masa hidupnya yang mula-mula, adalah seorang peternak sapi di daerah peternakan yang luas di Texas Barat. Dan dia bertobat saat dia berumur 27 tahun. Dan sekarang saya berbicara sautu tentang kejadian yang lebih dari 72 tahun yang lalu.

Saya masih dapat melihatnya di dalam memori saya dan mendengar para pengkhotbah pioneer ini: orang-orang yang kasar, yang tidak berpendidikan, yang tidak terhitung di dalam hitungan dari setiap orang-orang pintar yang elegan di dalam mimbar pada masa itu. Tetapi di dalam hati mereka ada sebuah nyala api dengan kasih dari Allah. Dan perkataan mereka penuh dengan semangat serta kata-kata yang mengesankan dan sangat fasih dalam menyampaikan  pesan injil keselamatan bagi orang-orang yang tinggal di daerah Barat. Mereka telah mendirikan gereja-gereja kita. Mereka telah mendirikan institusi-institusi kita. Dan kita memiliki hutang yang tidak akan pernah dapat kita bayar kepada mereka. 

Kita mengucap syukur kepada Allah atas para pemberita injil yang mula-mula ini, dan kita mengucap syukur atas injil yang telah mereka baewa ke dalam keluarga kita, ke dalam hati kita dan kepada masyarakat kita. Dengan mengucap syukur kepada Allah, kita mengenang kembali dan mengingat dorongan iman yang mulia, yang telah mereka hadapi di dalam penderitaan dan percobaan serta kesulitan-kesulitan yang mereka alami dalam hidup mereka. Mereka telah melakukannya di dalam kasih dan iman serta keyakinan dari kehadiran dan kebaikan Allah yang di sorga.

Pada suatu hari seorang anak muda datang kepada ayahnya dan berkata, “Ayah, tahukah engkau bahwa Allah seharusnya menjadi penolong bagi orang-orang yang membutuhkan dan Dia seharusnya menjadi pejuang bagi orang-orang miskin, tetapi saya tidak melihat hal itu. Di sini ada seseorang yang tinggal di tepi sungai kecil, dan di dalam sepanjang tahun-tahun kehidupannya dia seharusnya menjadi salah satu orang yang terbaik di komunitas ini. Dia seharusnya mendapat penghargaan dari Allah atas hidupnya, atas rumahnya, atas keluarganya dan atas hasil panennya. Tetapi saya tidak melihatnya. Dia adalah salah satu orang yang paling miskin diantara kita. Dan saya tidak dapat memahami apa yang terjadi di dalam hidupnya.

“Dan saya tidak dapat mengerti ayah, kenapa hal itu terjadi kepadanya. Tidak ada kesulitan yang tidak dia alami di dalam hidupnya. Semua perubahan dan keberuntungan hidup seakan-akan hancur dalam hidupnya. Dia selalu mendapat masalah dan dia hidup di dalam ketidakberuntungan.” Seorang yang saleh. Seorang Kristen, yang sangat mengasihi Allah, akan tetapi tidak ada masalah yang tidak pernah menimpa hidupnya. Angin telah merusakkan dan menghancurkan rumah pertaniannya. Salah satu kudanya telah disambar petir. Tidak ada penderitaan dan kekurangan yang tidak dia alami.

“Dan saya tidak mengerti mengapa hal itu terjadi kepadanya. Dia seharusnya menjadi seorang Kristen yang sukses dan Allah seharusnya memelihara dia. Tetapi saya tidak melihat bahwa Allah memelihara dia dengan lebih baik dari orang yang saya lihat dimana kelakuannya justru lebih buruk dari setiap orang yang saya kenal.”

Dan sang ayah menjawab anaknya itu serta berkata, “Nak, kamu belum cukup tua untuk mengingat. Tetapi, ketika saya mengenal orang ini, dia adalah seorang pemabuk dan keluarganya hidup dalam kemiskinan. Mereka selalu kelaparan dan kedinginan di musim dingin. Mereka selalu menderita.

“Tetapi orang tua telah bertobat. Dan segera sesudahnya, dia menjadi seorang manusia baru di dalam Kristus. Mereka mungkin tidak memiliki sesuatu yang tampaknya terlihat lebih baik dari pada yang kamu bayangkan. Tetapi, Kristus ada di dalam rumah mereka, dan anak-anak mereka telah dibesarkan di dalam kasih Tuhan dan berkat dari sorga berada di atas mereka.

“Dan apakah kamu telah berbicara dengan orang tua itu dan apakah dia mengeluh? Apakah dia menemukan kegagalan? Atau apakan dia tetap mengucap syukur kepada Allah atas kebaikan sorgawi yang telah memperkaya rumahnya dan keluarganya.”

Dan pemuda itu berpikir serta berkata, “Ayah, justru saya tidak pernah berpikir tentang hal itu. Tidak, saya tidak pernah mendengarnya mengeluh. Dan dia tidak pernah menyalahkan Allah. Segala sesuatu yang saya dengar dari dari dia adalah bahwa dia selalu mengucap syukur atas berkat yang telah diberikan Allah kepadanya, dan betapa berterimakasihnya dia atas kebaikan sorga.” 

Dan sang ayah berkata kepada anaknya, “Nak, itu adalah sebuah berkat dan karunia dari sorga. Kita semua merupakan subyek dari semua kerusakan dan ketidakberuntungan—kekecewaan dan rasa sakit dalam hidup telah menimpa kita semua. Kita menjadi dewasa dan tua. Dan kita tidak dapat mengelak saat kematian datang menghampiri kita.

“Dan ada kekecewaan yang akan datang dalam hari-hari pengembaraan kita. Kita tidak dapat lari darinya, tidak peduli siapa pun kita. Dan tidak ada sebuah tempat di dunia ini, dimana kita dapat bersembunyi dan melarikan diri dari semua perubahan dan peruntungan hidup. Itu adalah sebuah hal umum yang mendenominasi dan telah menjadi warisan umat manusia.

“Tetapi perbedaannya terletak di dalam hatimu dan hidupmu: yaitu untuk memiliki Allah sebagai tempat perlindungan dan kekuatanmu, dan untuk memiliki Yesus sebagi rekan dan berjalan bersama dengan Dia melalui lembah kekelaman, dan untuk memiliki Dia sebagai teman dan sahabat karib. Tidak ada hal yang dapat dibandingkan dengan berkat dari kehadiran Allah yang dikenal oleh hati manusia.”

Dan pemuda itu menjawab, “Ayah, saya tidak pernah berpikir seperti itu. Bahwa orang tua itu kaya dan Allah memberkati keluarganya. Dan kita tidak akan melupakan berkat yang besar dan yang luar biasa, yang untuknya kita mengucap syukur, bahwa hal-hal itu berasal dari tanganNya yang penuh kemurahan.”

Dan biarlah roh kita dan hari kita serta respon kita dan sikap kita sama seperti hal itu di dalam perubahan dan peruntungan hidup yang kita alami. Apakah saya baik? Tuhan terima kasih untuk karunia itu.

Apakah saya sakit? Lalu, terima kasih Tuhan, atas kehadiranMu sebagai Tabib Agung yang memberikan rasa nyaman.

Apakah saya kecewa? Apakah saya memiliki masalah yang kelihatannya sulit untuk dipecahkan? Tuhan, aku mengucap syukur bahwa Engkau berada di dekatku. “TongkatMu dan gadaMu itulah yang menghibur aku.” Kekuatan menjadi milikku karena kasih dan anugerahMu.

Dan Tuhan yang terkasih, betapa aku mengucap syukur kepadaMu atas kehidupan yang lebih baik pada masa yang akan datang, yang telah diberikan kepada kami dengan cuma-cuma di dalam Kristus Yesus—yang mungkin terlihat miskin di hadapan manusia, tetapi kaya di dalam Allah; hidup dalam sebuah gubuk di tempat ini, tetapi memiliki sebuah rumah besar di sana; kadang-kadang mengalami kesedihan, dan merasa sendirian di dalam pengembaraan ini, tetapi suatu hari, kami akan menemani kumpulan para malaikat yang menyembah dan menyanyikan pujian kepada Allah di sorga. Oh, betapa baiknya Allah bagi orang-orang yang mengasihi Dia!

Dan itu adalah undangan kami bagi hati anda pada hari ini.

 

Alih bahasa: Wisma Pandia, Th.M.