DENGAN MENGUCAP SYUKUR KEPADA ALLAH

(WITH THANKSGIVING TO GOD)

 

Dr. W. A. Criswell

 

Mazmur 100:4

 

11-23-86

 

Kami mengucapkan selamat datang bagi anda semua yang sedang bergabung dalam ibadah dari Gereja First Baptist Dallas.  Bagi anda yang sedang di duduk di depan sebuah televisi atau bagi anda yang sedang mendengarkan siaran radio, saat ini, anda semua merupakan bagian dari jemaat kami yang luar biasa ini. Dan judul dari khotbah pendeta hari ini adalah DENGAN MENGUCAP SYUKUR KEPADA ALLAH. ini merupakan sebuah khotbah yang mungkin agak berbeda dari apa yang anda pikirkan, sesuatu yang keluar dari hati saya yang paling dalam dan dari kesaksian pribadi saya. Maukah anda berpaling ke dalam Alkitab anda, ke dalam 2 Korintus pasal dua belas? Dua Korintus pasal dua belas dan saya akan membaca mulai dari ayat tujuh hingga ayat sepuluh:

. . . . maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku….

Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku.

Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.

Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat (2 Korintus 12:7-10)

 

Dan sebagai tambahan terhadap teks ini, dapat kita lihat di dalam 1 Tesalonika 5:18: “Mengucap syukurlah di dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” Dari kehidupan yang telah diberikan Allah kepada saya, saya telah mengambil bagian-bagian, dan lembaran-lembaran, serta hal-hal yang saya benci dan kepahitan yang saya alami ketika saya bertumbuh dalam masa kanak-kanak saya. Sekarang saya membawanya ke hadapan Allah  dengan ucapan syukur dan terima kasih yang dalam. Saya telah diubahkan dalam banyak cara. Yang pertama, saya bertumbuh dalam kemiskinan, dan saya membenci hal itu ketika masih kanak-kanak. Orang lain kelihatannya hidup dalam kecukupan sementara kami tidak memiliki apa-apa, yang tinggal dalam daerah yang berdebu, di atas sebuah pertanian yang kering. Orang lain memiliki mobil, rumah yang indah, memiliki kekayaan sementara saya hidup dalam sebuah rumah yang tidak memiliki apa-apa. Dan sebagai seorang anak kecil, saya sering cemburu terhadap orang-orang yang hidup dalam kelebihan dan saya membenci kemiskinan yang kami alami. Akan tetapi hari-hari itu telah berlalu dan tahun-tahun yang terus berlalu, saya bersyukur kepada Allah karena telah bertumbuh di dalam kemiskinan. Saya dapat memberitahu apa yang kelihatannya  anak-anak sekarang tidak dapat memberitahukannya. Saya dapat memberitahukan kapan kami memiliki cahaya listrik di rumah, di mana sebelumnya saya telah belajar sepanjang tahun-tahun pertumbuhan saya di bawah sebuah lampu minyak. Kami memiliki ledeng air di rumah kami; ketika saya bertumbuh, kami minum air dari sebuah kincir angin. Kami memiliki sebuah kamar mandi di rumah; selama tahun-tahun pertumbuhan saya, saya mandi dalam sebuah bak mandi berlapis seng. Saya memiliki sejumlah uang sekarang ini; dengan sangat jelas saya dapat mengingat sebagai seorang anak laki-laki yang memiliki tujuh nikel banteng yang berharga, saya berpikir “inilah kekayaan,” tujuh nikel banteng. Ada ribuan hal yang dapat saya beritahukan yang mungkin bagi anak-anak kecil zaman sekarang yang tumbuh dalam sebuah keluarga yang kaya tidak dapat memberitahukannya, bahkan mungkin tidak pernah melihat atau berpikir bahwa mereka akan memiliki hal-hal itu. Dan saya bertumbuh besar di dalam sebuah pertanian, dan di dalam sebuah kota yang kecil, saya memiliki kesadaran yang dalam terhadap hasil karya Allah yang telah diciptakan di sekitar kita.  

Ketika saya sedang berdiri di bandar udara di sebuah kota bagian barat, saat itu penerbangan sedang ditunda, ada sebuah badai sedang lewat, dan ketika badai itu berlalu, ada sebuah pelangi yang sangat terang, yang pernah saya lihat, yang terbentang dari satu horizon ke horizon yang lain. Dan tidak hanya sebuah pelangi yang sangat terang yang telah dilukiskan Allah, tetapi ada dua pelangi yang muncul. Saya berdiri di Bandar udara itu dalam rasa takjub serta memuji kemuliaan Allah yang telah menciptakan dunia yang kita tinggali ini. Saya tidak membesar-besarkannya ketika saya menyampaikannya kepada anda bahwa tidak ada orang lain di Bandar udara itu dari  antara orang banyak itu yang memperhatikan hal itu, bahkan mereka sama sekali tidak melihat ke arah pelangi itu. Saya bersukur kepada Allah karena saya telah bertumbuh di dalam sebuah rumah pertanian dan di kota kecil itu dan membuat saya sangat peka terhadap segala hal di sekeliling saya, segala hal yang telah diciptakan oleh tangan yang Mahakuasa.

Berharap agar orang-orang memberi perhatian

Untuk melihat sebuah sunset berwarna merah tua

Dan keajaiban bintang-bingtang di Galaksi Bima Sakti?

Dan berharap Allah meminta ongkos bagi kita atas hujan

Atau meletakkan sebuah harga atas seekor burung yang bernada riang

Atas musik kabut pagi atas di atas daratan?

Seberapa banyak nilai dari sebuah pemandangan musim gugur?

Atau sebuah kaca yang tergores dengan lapisan musim dingin

Dan keindahan pelangi yang hilang dengan sangat cepat?

Seberapa banyak, aku berharap, semuanya sangat berharga

Untuk mencium kebaikan, dari warna coklat, harumnya bumi

Di musim semi? Keajaiban dari kelahiran

Berharap kita memberi perhatian untuk sebuah pemandangan atas bukit-bukit

Terhadap nyanyian dari desiran lembah pegunungan

Atau sebuah nyanyian musim kawin dari burung-burung whippoorwill?

Atau liku-liku gelombang lautan,

Untuk anugerah, dan keindahan dan kemuliaan?

Dan semua hal-hal ini telah Dia berikan kepada kita dengan cuma-cuma!

Ah, betapa miskinnya kita untuk mengembalikan hal-hal ini

Yang mengalah  saat malam atas tekukan lutut

Lupa untuk mengucap syukur,  hanya komat-kamit permohonan

Mengabaikan cahaya rembulan yang melintasi di atas lantai

Melupakan suara sahabat di depan pintu yang terbuka

Kita hanya berlutut di sana memohon kepada Tuhan, lagi dan lagi

 [Penulis tidak dikenal, “Could You Afford It?”].* 

Saya bersyukur kepada Allah di dalam tahun-tahun yang telah berlalu itu, dimana saya bertumbuh di dalam kemiskinan. Saya bersyukur kepada Allah bahwa saya bertumbuh dalam sebuah gereja Baptis yang kecil. Tetapi pada masa itu, saya tidak akan pernah melupakan sebuah sikap dari kumpulan dari umat Allah, dimana di tempat itu telah terjadi suatu hal yang menimbulkan sebuah kobaran api yang menyala di dalam jiwa saya. Bagi saya itu merupakan hal yang sangat mengerikan. Saya telah duduk di dalam kumpulan jemaat ketika saya masih bocah dan pengkhotbah, seorang pendeta yang saleh duduk di atas mimbar dan orang-orang berdiri, secara terbuka menuduh dia tentang segala sesuatu yang berada di bawah matahari. Dan membakar dia di atas noda. Sekalipun saya masih seorang anak kecil, hati saya membela dia dan berduka terhadap penghinaan yang dialami oleh pendeta itu. Kami memiliki seseorang yang berpengaruh di dalam gereja kami. Dia adalah presiden dari sebuah bank kecil di kota kecil itu. Dan dalam sebuah urusan yang ada di gereja, mereka tidak mengikutsertakan dia dalam sebuah tarian. Dalam sebuah pertentangan yang sengit, orang-orang yang berpengaruh itu mengusir dia dengan sukses. Dan di dalam gereja itu, cara untuk melakukan Perjamuan Tuhan adalah seperti ini. Pengkhotbah akan berdiri dan mengumumkan, “Semua orang yang merasa layak dan telah mempersiapkan dirinya, anda dipersilahkan untuk berdiri dan bagi anda yang tidak, anda tetap dipersilahkan duduk.” Kadang-kadang pendeta akan mengubah hal itu, “Bagi anda semua yang merasa layak dan telah mempersiapkan dirinya, anda dipersilahkan untuk pindah ke sisi yang lain dari ruangan ini dan sisanya dipersilahkan untuk pindah ke sisi yang satunya lagi.” Dan mereka akan melayani orang-orang yang berada di sisi ruangan itu. Dan sebagai seorang anak kecil, saya memperhatikan mereka dan nampak bagi saya bahwa orang yang tetap duduk yang pindah ke sisi yang lain jauh lebih baik dari orang-orang yang berdiri itu. Dan pendeta itu hampir tidak memberi perhatian atas hal itu. Dia hidup dalam sebuah gaji yang sangat sedikit dan bahkan gaji yang kecil itu, dibayarkan kepadanya hanya setengah dari apa yang telah mereka janjikan kepadanya sebelumnya. Itu adalah salah satu hal yang menjadi alasan mengapa ibu saya  sangat kecewa ketika saya memutuskan diri untuk menjadi seorang pendeta. Ayahnya adalah seorang ahli pengobatan dan dia menginginkan saya untuk menjadi seorang dokter dan berusaha untuk menyekolahkan saya sehingga saya dapat mempersiapkan diri untuk profesi itu. Dan ketika saya memutuskan untuk menjadi seorang pendeta, dia sangat kecewa sekali. Ada begitu banyak hal yang berkobar di dalam ingatan saya tentang apa yang terjadi di gereja Baptis itu, pada masa kanak-kanak saya. Dan hal itu sangat menyakitkan bagi saya yang masih merupakan seorang anak kecil.

Tetapi saya telah melihat bahwa kebebasan dan demokrasi Kaum Baptis bergerak dalam sebuah dunia yang berbeda dari pada gereja yang memiliki hirarki dan pendeta tertinggi. Mereka memiliki properti tetapi kita memiliki hal yang menjadi milik kita sendiri. Hierarki mengontrol gereja. Kita mengontrol takdir kita. Kita dapat bersilang pendapat dan berdiskusi. Kita memiliki kebebasan. Dan untuk kebebasan itu, para martir telah membayarnya dengan hidup mereka. Saya telah meminta agar dibawa ke sebuah tempat dimana sebuah sungai mengalir dari danau Zurich di Swiss. Tempat di mana mereka berdiri, saat mereka menenggelamkan Felix Manz, seorang Anabaptis. Pada tanggal 5 Januari 1527, mereka secara kasar berkata, “Dia menyukai air, mari berikan kepadanya lebih banyak air.” Dan mereka menenggelamkan pengkhotbah Baptis yang luar biasa itu. Saya telah meminta untuk di bawa ke sebuah tempat di Vienn, Austria, tempat mereka membakar Balthasar Hubmaier pada tanggal 10 Maret 1528—dan juga ke Sungai Danube, tempat dimana mereka menenggelamkan istrinya yang saleh—dia merupakan seorang pengkhotbah Baptis yang hebat. Saya percaya terhadap kata-kata yang penuh kuasa dari salah satu pendeta Baptis di London yang hebat pada tahun 1611 yang berkata, “Raja,”--dan dia sedang berbicara tentang James Stuart I—“raja adalah manusia yang fana dan bukan Allah. Oleh sebab itu dia tidak memiliki kuasa atas jiwa yang kekal yang dapat dibuat menjadi subyek hukum-hukum dan ordinasi-ordinasi dan menyusun aturan-aturan rohani atas mereka.” Dan James I membalas, “Mereka akan menyesuaikan diri dengan aturan itu atau aku akan mengusir mereka keluar dari negeri ini.” Dan Thomas Helwys menolak hal itu dan meninggal di dalam penjara. Roger Williams, pada tahun 1631 datang ke Amerika. Dan empat tahun kemudian, dia diusir dari Massachusetts Bay Colony dan mendirikan negara bagian  Rhode Island—dan itu merupakan pertama kalinya di dalam sejarah manusia ada sebuah gereja yang bebas dalam sebuah negara yang bebas.

O Allah, dibawah lipatan tanganMu

Yang tersembunyi begitu lama

Rahasia dari negri yang indah ini

Kami begitu mulia di dalamnya pada hari ini

Kami bersyukur di dalam iman yang sangat besar

Bapa leluhur kami telah membentangkan layar perahu mereka

Dan  menyatakan mulai sekarang dan untuk selanjutnya  untuk menyucikan tanah ini

Dari dunia yang yang tidak diduga

Bahwa mereka telah menderita, sengsara dan berdarah

Karena telah memegang hukum-hukumMu

Bahwa di sini darah kudus para martir telah tertumpah

Untuk kebebasan yang kudus

Iman kami telah membuat kami sebagaimana adanya kami

Di bawah langit ini sangat luas

Dari lintasan selatan hingga bintang utara

Rakyat kami menyembah Allah

[Penulis dan judul tidak diketahui].** 

 

Dan saya bersyukur untuk demokrasi dan kebebasan dari persekutuan kita dan iman yang telah diberikan kepada kita dan yang untuk itu para martir kita telah meninggal. Saya ulangi, bahwa tidak berarti bahwa di sana tidak ada kekurangan dan kefanatikan serta kelemahan pandangan di antara umat kita. Tetapi saya merasa lebih baik memiliki kebebasan untuk mengekspresikan apa yang saya percayai dari pada untuk memiliki sebuah hirarki di atas saya, yang memberitahukan kepada saya apa yang harus saya lakukan, apa yang harus saya sampaikan dan apa yang harus saya percayai. Saya bersyukur kepada Allah bahwa saya bertumbuh dalam sebuah Persekutuan Baptis.

Saya bersyukur kepada Allah bahwa saya bertumbuh di awal pelayanan saya sebagai pengkhotbah pedesaan. Saya bertahan di di dalam wilayah kecil itu selama sepuluh tahun, pendeta dari gereja-gereja pedesaan, di mana para jemaatnya membajak hingga depan pintu gereja desa dan memulainya kembali dari pintu belakang gereja. Dan setelah melayani selama sepuluh tahun di gereja pedesaan itu, sebagai seorang pendeta wilayah, saya kemudian menetap untuk melayani di sebuah gereja kabupaten. Dengan rasa malu dan dengan kesedihan yang mendalam saya mengakui bahwa pada masa-masa itu saya telah menjadi seorang yang cemburu dan mudah tersinggung. Saudara yang terkasih, saya telah satu kelas di seminari dan tempat-tempat saya bersekolah dengan orang-orang yang telah dipanggil menjadi pendeta di kota-kota besar. Atau mereka telah dipilih untuk menduduki posisi yang penting dalam denominasi.  Dan saya tetap tinggal sebagai pendeta di tempat yang kecil. Saya merasa Allah telah melewatkan saya, bahwa Dia telah melupakan saya. Bahwa Dia telah mengabaikan saya. Bahwa saya telah ditinggalkan. Dan orang-orang ini, yang menempuh pendidikan bersama dengan saya telah menjadi pendeta di kota-kota besar dan menjadi pemimpin di denominasi yang besar di dalam posisi yang terhormat. Saya sangat malu akan hal itu. Bagaimana saya bisa jatuh ke dalam perasaan yang seperti itu, saya tidak dapat mengerti. Setiap tempat seharusnya adalah tempat yang besar untuk memberitakan injil. Dan setiap mimbar di tempat manapun merupakan tempat yang menakjubkan bagi seorang manusia Allah untuk berdiri dan memecahkan roti kehidupan ini bagi umatNya. Tapi saya telah menjalani hal itu selama bertahun-tahun. Berjuang dengan hal itu.

Ketika saya melihat kembali akan hal itu sekarang ini, saya memuji Allah dan bersyukur kepada Tuhan atas tahun-tahun di mana saya telah menjadi seorang pendeta di pedesaan dan tahun-tahun saya menjadi pendeta di kabupaten. Saya menjadi dekat dengan jemaat. Saya telah tinggal bersama mereka secara nyata. Saya mengasihi orang-orang itu. Untuk sebagian besar dari tahun-tahun itu, saya masih bujangan. Saya belum menikah. Dan oleh sebab itu, saya telah tinggal bersama dengan mereka. Di dalam tahun pada masa-masa Depresi. Saya sering menangis bersama dengan mereka. Mereka akan kehilangan pertanian mereka. Mereka akan kehilangan rumah mereka; mereka mengeluarkan hasil pertanian mereka di sebuah jalan di desa atau di atas sebuah jalan di kota kecil itu. Saya mengasihi orang-orang itu. Dan pada masa itu, saya belajar untuk melakukan seluruh pekerjaan di gereja. Di salah satu tempat pengembalaan saya, tidak ada seorang pun yang dapat memimpin doa umum. Saya melakukan seluruh pekerjaan itu. Saya belajar untuk melakukan semuanya. Setiap detailnya. Dan ketika saya melihat kembali akan itu semua, itu adalah hal terbaik, hal yang paling berharga yang pernah dibuat oleh Allah kepada saya, untuk menempatkan saya di pedesaan dan di desa yang kecil serta kota kabupaten. Saya hanya memiliki sebuah penyesalan dengan menjadi pendeta di jemaat yang luar biasa ini yang ada di sebuah kota yang besar, bahwa saya tidak bisa melakukan hal-hal yang pernah saya lakukan dulu. Saya berharap saya dapat berada di setiap rumah anggota keluarga dari jemaat ini. Saya berharap saya dapat datang dan mengetuk pintu anda dan berkata, “Saya ingin menghabiskan malam ini bersama dengan anda.” “Baiklah pendeta, tetapi kami belum siap terhadap hal itu.” Hal itu sama sekali tidak menjadi masalah bagi saya. Saya hanya ingin berkunjung sekali waktu. Saya hanya ingin datang dan duduk di sana. Oh, saya sangat senang untuk melakukan hal itu. Saya sangat senang untuk berdoa bersama dengan setiap orang dari anda. Saya sangat senang untuk berbicara dan mengunjungi anda. Membaca Alkitab bersama dengan anda. Berlutut bersama dengan anda. Saya senang untuk melakukan hal-hal itu. Dan saya bersyukur kepada Allah untuk pergumulan yang telah saya lakukan dalam tahun-tahun itu. Hal itu sangat bermakna bagi saya.  

Sepotong ranting yang diatasnya melekat dua kepompong yang lembut

Aku patahkan dari sebuah tangkai di tepi jalan

Aku membawanya ke rumah untuk menutupi sebuah tempat

Tempat bermain sepanjang hari

Sekali lagi, aku berkesempatan untuk melihat tutupnya terbuka

Dan lihat seperti cahaya melambung ke udara

Seekor kupu-kupu bangkit di atas sayap yang halus

Dan hinggap di atas kursiku

Sangat cantik, sangat indah rupanya

Kuning dan ungu keperakan

Dan aku takjub keindahan dari sesuatu yang tertunduk lemah

Seperti sebuah selendang yang keluar dari cerita dongeng

Apakah yang lainnya juga telah terbang, aku berpaling untuk melihat

Dan menemukan bahwa ia tetap berusaha

Untuk membebaskan dirinya dari lubang benang-benang yang halus

Dan melintasi udara pada akhirnya

“Si kecil malang yang terlantar,” kataku

“Engkau tidak akan berjuang lagi.”

Dan dengan lembut aku memotong ikatan benangnya

Dan melihat dia naik melambung

Akhirnya, seekor kepompong yang lemah

Terjatuh dari tempat tidur sutranya

Pertolonganku telah merusaknya,

Kupu-kupu kecilku telah mati

Seharusnya aku membiarkannya di sana untuk berusaha

Kekuatannya berasal dari perjuangannya untuk menang

Tekanannya dan tegangannya  bersamaan  dengan kedewasaan

Yang membebaskan lipatan sayap-sayap.

 [Penulis dan judul tidak diketahui].*** 

Ketika saya melihat kembali ke belakang, saya bersyukur kepada Allah atas tahun-tahun pergumulan dan perjuangan yang telah saya alami saat saya menjadi seorang pendeta di pedesaan dan kabupaten.

Saya harus menutup khotbah ini. Saya bersyukur kepada Allah terhadap semua pencobaan yang menimpa hidup saya. Allah Mahabesar yang penuh pengertian, saya telah bergabung dengan banyak orang dalam beberapa hari yang telah lewat ini dalam ucpan syukur terhadap hal-hal yang luar biasa. Dan saya telah menemukan bahwa lebih mudah untuk bersukacita di dalam menghitung berkat-berkat itu. Tetapi pada hari ini, dengan kerendahan hati saya bersyukur kepadaMu atas bagian-bagian hidup saya yang penuh dengan rasa sakit. Ketika saya tidak berhasrat untuk dapat berdiri di sana bukit sana, di samping Pribadi Yang Tersalib itu. Saya merasa ngeri untuk menerima anugerah dari tanganNya yang telah terpaku. Tetapi sekarang, Tuhan yang terkasih, saya datang untuk berterimakasih kepadaMu atas karunia ini. Rasa menginginkan dan saat-saat yang membutuhkan telah dibangkitkan dalam diriku untuk memiliki rasa simpati terhadap orang lain. Kesulitanku dan kegagalanku telah mengajarkanku untuk melindungi dan memiliki toleransi terhadap saudara-saudaraku. Kekecewaan dan keputusasaan telah menyelamatkanku dari pikiran tentang kesuksesan yang mudah. Penghinaan dan penolakan telah memeliharaku dari kebanggaan yang salah. Aku datang dan bersyukur atas kritikan bahkan atas kesalahpahaman yang membuatku berhati-hati untuk menilai orang lain. Aku bersyukur kepadaMu untuk rasa sakit dan penderitaan karena mereka telah memberikan kesabaran di dalam hatiku. Aku bersyukur kepadaMu untuk kesalahanku yang telah membuatku untuk melakukannya dengan lebih baik. Untuk tugas yang sukar yang mengajarkanku tentang ketahanan. Untuk airmata yang telah membuatku lebih memahami. Dan bahkan untuk perasaan dosa yang terdapat di dalam hatiku yang tetap menjagaku agar tidak berbesar mulut. Allah yang terkasih, untuk hal-hal itu aku berdoa, bahwa ucapan syukurku bukanlah menjadi sebuah sebuah kemudahan dan pikiran semata. Buatlah aku memiliki hasrat yang lebih untuk berdiri di sisi Yesus, PutraMu yang telah tersalib. Bagi Dia dan beban-beban ini, aku bersyukur pada hari ini.  

 

Aku telah meminta kekuatan kepada Allah, agar aku dapat berhasil;

Aku telah dibuat menjadi lemah, sehingga aku dapat belajar kesederhaaan untuk taat

Aku telah meminta kesehatan, sehingga aku dapat melakukan hal-hal yang besar;

Kepadaku telah diberikan kelemahan, sehingga aku dapat melakukan hal-hal yang lebih baik

Aku telah meminta kekayaan, agar aku dapat bahagia;

Kepadaku telah diberikan kemiskinan sehingga aku menjadi bijaksana

Aku telah meminta kekuatan, agar aku mendapat pujian dari orang-orang;

Kepadaku telah diberikan kelemahan, sehingga aku dapat merasakan kebutuhan akan Allah…

Aku telah meminta segala sesuatu agar aku dapat menikmati hidup;

Kepadaku telah diberikan hidup sehingga aku dapat menikmati segala sesuatu…

Aku tidak menerima apa pun terhadap apa yang aku minta—tetapi segala sesuatu yang aku harapkan

Doaku adalah jawaban, bahwa aku sungguh-sungguh diberkati.

 [Penulis tidak dikenal, “Aku telah meminta kepada Allah”]. 

--------------------------------------------

Allah tidak berjanji bahwa langit akan selalu biru

Bunga-bunga bertaburan di sepanjang jalan kecil, sepanjang hidup kita’

Allah tidak menjanjikan, matahari tanpa hujan

Sukacita tanpa penderitaan, damai tanpa rasa sakit

 [Penulis tidak dikenal, “Allah Tidak Berjanji.”]

 

Alih bahasa: Wisma Pandia, Th.M.