SUKACITA ORANG KRISTEN

(THE CHRISTIAN’S JOY)

 

Dr. W. A. Criswell

 

John 15:11

10-09-88

 

Kami mengucapkan selamat datang bagi anda semua yang sekarang menjadi bagian dari ibadah Gereja First Baptist Dallas. Dan ini adalah pendeta yang sedang menyampaikan khotbah yang berjudul Sukacita Orang Kristen.

Di dalam seri khotbah kita melalui Kitab Yohanes, kita sedang berada di bagian yang paling kudus dari semua firman Allah yang kudus, yaitu Yohanes pasal 14, 15, 16, dan Doa Imam Besar di dalam Yohanes 17. Khotbah pada pagi hari ini diambil dari jantung bagian yang kudus ini, kata-kata sorgawi dari Juruselamat kita. Ini adalah sebuah khotbah tekstual atas Yohanes 15:11.

Ketika Dia sedang berbicara dengan murid-muridNya, Dia berkata, “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacitaKu ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh.”

Ada sebuah kata di dalam ayat ini yang dipenuhi dengan makna yang tidak terbatas dan enam kata yang sama asalnya di gunakan di dalam Perjanjian Baru. Kata itu adalah chara, chara, “sukacita.” 

“Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacitaKu,  chara-Ku, ada di dalam kamu dan chara-mu, sukacitamu menjadi penuh.” 

Chara.  Itu adalah sebuah kata yang banyak digunakan termasuk di dalam penjabarannnya di bahasa Inggris kita dan di dalam banyak bahasa lainnya. Kita memiliki seorang wanita muda yang bergabung dengan gereja pada pukul 8;15 yang bernama chara, “Sukacita.”  Kadang-kadang ada seorang gadis yang bernama Karen. Meletakkan sebuah “en” di atasnya dan menjadi Karen. Sukacita. Kita sering menggunakannya di dalam bahasa Inggris kita di dalam sebuah kata yang sudah dijabarkan tetapi memiliki  akar yang sama, dan kata itu adalah “charisma.” Kadang-kadang kita membuat sebuah bentuk adjektif dari kata itu, yaitu kata “kharismatik.”

Itu adalah sebuah kata yang luar biasa. Anda akan menemukannya sepanjang wahyu Allah di dalam Perjanjian Baru. Sebagai contoh, di dalam Galatia 5:22, Paulus menulis, “Tetapi buah Roh ialah: kasih, chara, sukacita,, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan.”

Di dalam 1 Tesalonika 2:19, Paulus menulis kepada jemaat di Tesalonika, “Sebab siapakah pengharapan kami atau chara, sukacita kami, dihadapan Yesus Tuhan kita, pada waktu kedatanganNya, kalau bukan kamu?

Salah satu jabaran lainnya dari kata itu adalah chairō, “untuk bersukacita, untuk berbahagia.”

Di dalam bentuk adjektif di dalam Lukas 15:5 kita memiliki kisah yang indah tentang domba yang hilang, dirham yang hilang, anak yang hilang. Dan gembala ini, “Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkan di atas bahunya dengan chara, gembira,” dan berkata, “Chairō, bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan.” Sama seperti yang disampaikan oleh Tuhan kita, ada “Chairō, ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat.”

Dan pasal lima belas ditutup dengan kisah anak boros yang pulang kembali ke rumah. Dan sang bapa itu berkata, “…dan marilah kita makan dan  chairō, bersukacita. Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.”

Kata lain yang btelah dijabarkan dari kata charis adalah charizomai, “untuk menunjukkan kebaikan, untuk mengampuni.”

Ayat yang indah itu terdapat di dalam Efesus 4:32, “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan charizomai, saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah charizomai, mengampuni kamu.

Jabaran kata lainnya adalah  charis, “menarik hati, kemurahan, anugerah.”

Di dalam Lukas 1:30, malaikat berkata kepada Maria, Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah.”

Dan Lukas 2:40, berbicara tentang Yesus yang masih kanak-kanak. “Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat dan charis, kasih karunia Allah ada padanya.” 

Dan di dalam Lukas 4:22, menjelaskan tentang pelayanan Tuhan kita saat Dia berbicara di Nazareth, di situ disebutkan, “Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata charis, indah yang diucapkannya.” 

Jabaran kata lainnya adalah charisma.  Yang berarti, “Sebuah karunia rohani, sebuah pelayanan kebaikan.”

Di dalam Roma 1:11, Rasul Paulus menulis kepada jemaat di Roma, “Sebab aku ingin melihat kamu untuk memberikan charisma, karunia rohani kepadamu guna menguatkan kamu.” 

Dan lagi, di dalam Roma 6:23, ayat yang mulia itu, “Sebab upah dosa adalah maut; tetapi, charisma karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus Tuhan kita.”

Dan satu lagi yang terdapat di dalam Perjanjian Baru: charitoō.  Yang berarti “dikaruniai.” 

Di dalam Lukas 1:28, “Ketika malaikat itu masuk, ia berkata, ‘Salam hai engkau yang  charitoō, dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.”’  

Dan di dalam Efesus 1:4-6, Paulus menulis, “Allah telah memilih kita, dan dan telah menentukan kita supaya terpujilah kasih karuniaNya, charitoō.”  Itu adalah sebuah kata yang mulia. Dan digunakan sepanjang Perjanjian Baru untuk menggambarkan kasih karunia dan kebaikan Allah yang dicurahkan atas kita. 

Dimana kita dapat menemukan sukacita, damai sejahtera dan kebahagiaan? Dimanakah anda dapat menemukan hal itu? Dapatkah anda menemukannya di dalam ketidakpercayaan dan di dalam penolakan Kristus, di dalam ateisme, di dalam kekafiran? 

Voltaire, merupakan filsuf terbesar yang pernah dihasilkan oleh Prancis. Voltaire berkata, “Aku berharap tidak pernah dilahirkan.” Dia adalah seorang kafir. Dia adalah seorang atheis. Dia menolak kasih karunia Allah di dalam Kristus. Dengan pernyataannya, “Aku berharap aku tidak pernah dilahirkan.”

Dapatkah anda menemukan damai sejahtera dan sukacita serta kebahagiaan di dalam kedagingan dan kesenangan duniawi? Lord Byron menulis sebuah puisi yang terkenal yang berjudul  On My Thirty-Sixth Birthday.  Apakah anda mengingat baris pertama dari puisi itu? 

 

Hari-hariku berada di dalam daun yang menguning;

Buah dan bunga dari kasih telah menghilang;

Cacing, kanker dan kuburan

Adalah milikku selamanya!

 

Dia hidup dalam sebuah keterasingan dan kehidupan daging.

Atau  Bobby Burns, sebagaimana yang disukai oleh penyair Skotlandia itu, dia hidup dalam keterasingan. Apakan anda mengingat kata-katanya? 

 

Kesenangan sama seperti bunga tumbuh dan berkembang

Engkau memetik bunganya

Kembangnya akan layu kemudian

Atau seperti salju yang jatuh

Di atas sungai

Yang putih untuk sejenak

Lalu lenyap selamanya

Atau seperti lintasan cahaya borealis

Yang menghilang lenyap seketika

Menuju tempat mereka

Atau seperti pelangi

Dalam bentuk yang sangat indah

Yang menghilang di tengah-tengah badai

                                                  [dari “Tam o’ Shanter”]

.

 

Sifat yang fana dari kedagingan, kesenangan duniawi!

Dapatkah itu ditemukan dalam uang, kekayaan? Bukankah anda berpikir dengan menjadi kaya akan menjadi bahagia dan bersukacita dengan tidak ada bandingnya? 

Jay Gould, yang hidup dalam generasi sebelum kita—salah satu orang terkaya di dunia—saat sekarat dia berkata, “Saya kira, saya adalah orang yang paling menyedihkan di bumi ini.” 

Betapa merupakan sebuah kesaksian terhadap kekosongan dan keputusasaan dari kemakmuran dan kekayaan! 

Lalu, dapatkah sukacita dan dami sejahtera serta kebahagiaan di temukan dalam kedudukan dan kemasyuran? 

Lord Beaconsfield, Benjamin Disraeli, merupakan Perdana Menteri Inggris raya di dalam masa kemuliaannya. Dia merupakan orang yang sangat dikagumi oleh Ratu Viktoria.  Lord Beaconsfield berkata, Benjamin Disraeli  berkata, “Masa muda adalah kesalahan. Masa dewasa adalah sebuah perjuangan. Dan masa tua adalah sebuah penyesalan.”  

Lalu, dapatkah sukacita dan kesenangan dan kemenangan dan kejayaan dan kelegaan dan kebahagiaan dapat ditemukan dalam kemenangan militer yang hebat di dalam penaklukan seluruh dunia? Saya pikir bahwa tidak ada kebesaran militer yang dapat berjalan di atas dunia ini yang dapat menandingi Alaksander Agung. Ketika dia berusia 32 tahun—hal itu kelihatan masih sangat muda bagi saya—ketika dia berusia 32 tahun, di dalam sebuah pesta pora dan kemabukan di meninggal di Babel. 

Atau Napoleon Bonaparte—betapa besar ekspansi yang dia lakukan, yang melewati peradaban dunia barat! Puisi yang paling mengesankan yang pernah anda lihat tentang Napoleon Bonaparte adalah setelah dia menaklukkan St. Helena, seratus dua puluh mil Afrika barat. Di situ digambarkan bahwa dia sedang berdiri di atas pantai Atlantik yang luas dengan tangan yang berada di belakang punggungnya, memandangi lautan yang luas dengan pasir yang tidak terhingga, keputusasaan yang dalam terlukis di wajahnya.  

Dimana anda dapat menemukan sukacita dan damai sejahtera dan kelegaan serta kebahagiaan? Kemudian, di sini ada seorang Pribadi yang berkata, “Aku memilikinya”—apakah anda melihatnya?—memiliknya.”  “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacitaKu ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh.”

Di sini ada seorang Pribadi yang berbicara tentang sukacitaNya. Saya ingin anda melihat orang itu, yang berkata bahwa Dia memiliki sebuah sukacita yang penuh dan damai sejahtera serta kebahagiaan di dalam hatiNya dan hidupnya. Satu hal yang pasti adalah: Dia menjadi sebuah bagian dari ras yang dianggap hina dan dibenci.

Orang ini, Pribadi ini berdiri di sini dan sedang berbicara tentang perkataan ini  bukanlah seorang militan, orang Roma yang menaklukkan dunia. Dia bukanlah warga Roma.

Orang yang menyampaikan perkataan ini bukanlah seorang intelektual Yunani. Dia tidak berada di dalam gerbong kereta Plato atau Aristoteles atau Sokrates. Orang ini menjadi anggota dari sebuah ras yang dianggap hina dan dibenci.

Bapa-bapa leluhur saya berasal dari Inggris. Ratusan tahun sebelumnya ketika Bangsa Yahudi dilarang untuk berada di Inggris. Anda memiliki sebuah ide yang bagus tentang sikap pada masa itu terhadap orang Yahudi dalam karya Shakespeare, The Merchant of Venice, dalam Shylock.  Yesus menjadi bagian dari ras itu. 

Lihat lagi. Ia adalah Pribadi yang berkata bahwa SukacitaNya dan kebahagiaanNya itu akan diberikan kepada kita. Dan dia bukanlah apa-apa. Dia tidak memiliki sebuah status. Dia tidak terkenal. Dia tidak memiliki mandat. Dia tinggal dalam sebuah kota yang dianggap rendah dan distrik yang hina, di Galilea.

Dia berkata tentang diriNya sendiri, “Srigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya” (Matius 8:20). Seorang yang miskin. Seorang yang tidak memiliki apa-apa. Dapatkah anda melihat seorang pribadi jalanan tanpa memiliki apa-apa?

Lihat lagi tentang pribadi itu. Dia digambarkan di dalam Alkitab sebagai seorang yang penuh kesengsaraan dan biasa menderita kesakitan. Pada sebuah kesempatan, Dia bertanya kepada murid-muridNya, “Kata orang, siapakah anak manusia itu?” (Matius 16:13).

Dan jawaban pertama adalah, “Mereka berkata, Engkau adalah Yeremia.” Yeremia, Nabi yang suka meratap, yang menangis dan berkata, “Sekiranya kepalaku penuh air, dan mataku jadi pancuran air mata, maka siang malam akau akan menangisi orang-orang putri bangsaku yang terbunuh!” (Yeremia 9:1). Engkau seperti Yeremia. Engkau menangis sepanjang waktu. Engkau  meratap sepanjang waktu. Bukankah itu sangat menakjubkan?

Anda tidak akan pernah melihat Tuhan kita tersenyum atau Dia tertawa, tetapi yang ada adalah Dia meratap dan meratap serta meratap. “Engkau sama seperti Yeremia.”

Penderitaan dari Hosea serta kekecewaan dan keputusasaan seorang Amos meupakan karakteristik dari Tuhan kita Yesus.

Alkitab berkata di dalam nubuatan, “Dia menanggung penyakit kita, dan memikul kesengsaraan kita.” Ini adalah Manusia yang berbicara tentang sukacitaNya.         

Bolehkah kita mengambil waktu sejenak untuk melihat hal lain tentang teks ini? Apakahah anda melihat situasi ketika Dia menyampaikan perkataan ini?  Pada menit itu, pada saat itu, pada waktu Tuhan  berbicara tentang sukacitaNya, Sanhedrin sedang mengadakan pertemuan, sedang merencanakan penyalibanNya.  

Pada saat itu, Yudas Iskariot telah membuat persepakatan dengan anggota Sanhedrin untuk melepasakan dan mengkhianati serta menjual Tuhan kita seharga tiga puluh keeping perak—tepat pada waktu itu. Ketika Tuhan menyampaikan perkataan sukacita ini, Dia sedang berjalan bersama dengan murid-muridNya ke Getsemani.

Getsemani adalah sebuah kata di dalam bahasa kita untuk sebuah perjuangan dan rasa sakit serta konflik yang sukar untuk dilukiskan. Di Getesemani Tuhan kita berada dalam sebuah penderitaan yang hebat sekali hingga keringatnya menetes seperti darah. Ini adalah peristiwa ketika Dia menyampaikan perkataan itu.   

Dan saudara yang terkasih, beberapa jam setelah Tuhan menyampaikan, “SukacitaKu,’ beberapa jam kemudian, Dia dipaku ke atas sebuah kayu dan mati di atas kayu salib. 

Bagaimana mungkin hal seperti itu dapat terjadi? Bagaimana Tuhan berbicara tentang sukacitaNya dan damai sejahteraNya serta kebahagiaanNya dalam sebuah konteks seperti itu? Jadi, pastilah sukacitaNya dan KelegaanNya serta kebahagiaanNya ditemukan di dalam sumber lain di suatu tempat lain di dunia ini dan hidup ini. 

Sangat jelas bahwa sukacitaNya dan kebahagiaanNya berada di dalam batin, yang merupakan kehendak Allah, dan kehendak sorga. Bukan atas kehendak dunia dan kehendak manusia. Sangat jelas Dia menemukan sukacitaNya, kekuatanNya, damai sejahtera dan kebahagiaan di dalam melakukan kehendak Allah.

Di dalam Kitab Ibrani, kutipanNya di dalam Kitab Suci berkata, “Lalu aku berkata: Sungguh Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendakMu ya AllahKu” (Ibrani 10:7). Dan dalam beberapa ayat selanjutnya, Tuhan kita Yesus, “Sebab sukacita, chara,  telah disediakan di hadapanNya yang memikul salib,: dan rasa malu dan penderitaan yang dalam serta penghukuman—bagi kelegaan dan sukacita dari melakukan kehendak Allah.

Ketika saya membayangkan tentang Tuhan dan sukacita yang Dia sampaikan dari hatiNya dan tragedi yang menyelimuti hidupNya: kebencian, kepahitan, penghukuman, akhirnya disalibkan, menderita dan mati—

Ketika saya membayangkan Tuhan dan berbicara tentang sukacitaNya, saya berpikir tentang sebuah lautan yang disapu oleh sebuah badai yang hebat. Dan gelombang besar bergulung-gulung menghempas pantai; tetapi di dalamnya, di dasar lautan, ada sebuah ketenangan dan keheningan yang luar biasa, yang tidak terganggu dan tidak bergerak. Itulah Tuhan kita.

Apapun yang terjadi  di sisi luar dan materialitas dari dunia ini mungkin tersapu, akan tetapi di dalam ada ketenangan yang sempurna, damai yang sempurna, kebahagiaan yang sempurna, tenang di dalam kebaikan dan kehadiran Tuhan. 

Kemudian, Dia tidak hanya berbicara tentang sukacitaNya, yang berbunyi “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacitaKu ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh,” Dia berbicara tentang sukacita kita, sukacita yang diberikan Allah kepada kita.    

Apakah anda mencatat sesuatu yang penting dari bagian ini, di luar dari apa yang saya khotbahkan tentang apa yang disampaikan Tuhan yang berkenaan dengan kita? Dia berkata di sini, bahwa dunia akan membenci kita. kemudian, di dalam ayat selanjutnya Dia berkata bahwa kita akan dianiaya dan di dalam semua penganiayaan itu kita akan bersukacita di dalam penganiyaan yang kita alami.

Kemudian Dia berkata dalam beberapa ayat selanjutnya, “Mereka akan mengusirmu dari rumah-rumah ibadat mereka.” Dan di dalam ayat yang sama Dia berkata, “Bahwa setiap orang yang membunuh kamu  akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah.”

Apa? Tuhan, bagaimana suatu hal yang seperti itu dapat terjadi? Kami akan dibenci dan kami akan dianiaya. Kami akan dikucilkan dan akhirnya dihukum mati. Dibenci hingga mati. Tuhan bagaimana mungkin hal tersebut dapat membawa sukacita kepada kami?

Jika saya melihat dunia, saya tidak memiliki sebuah jawaban, tetapi jika saya melihat ke dalam Alkitab, saya dapat melihatnya dengan jelas. 

Di dalam Kisah Rasul pasal 16 mereka menangkap Paulus dan Silas dan memukuli mereka dengan cambuk Roma. Seringkali saya membaca di dalam kisah sejarah bahwa banyak sekali orang-orang yang dicambuk oleh cambuk Roma akan mati. Mereka memukuli Palus dan Silas. Dan mereka dimasukkan ke dalam penjara bawah yang gelap setelah mendera mereka dan membelenggu mereka dalam pasungan yang kuat.  

Dan inilah yang disampaikan oleh Alkitab. Alkitab berkata, “Tetapi kira-kira tengah malam, Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah.”

Bagaimana mungkin hal itu dapat terjadi? Bernyanyi memuji Tuhan, saat mereka berlumur darah dan dibuang ke dalam penjara yang gelap.

Di sana pastilah terdapat sebuah damai sejahtera dan sebuah sukacita dan sebuah kelegaan serta sebuah kebahagiaan yang tidak berdasarkan kondisi dunia ini atau penderitaan yang terjadi di dalam hidup. 

Ketika  Paulus menulis surat ini kepada jemaat Filipi dimana peristiwa itu terjadi, tidak ada sesuatu di dalam Alkitab yang begitu mengangkat hati, sangat optimis dan penuh dengan janji dan kemuliaan Allah seperti sebuah surat kepada jemaat Filipi, Surat Filipi. 

Paulus berkata di dalam Filipi 4:11, “Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.       

Di dalam Perjanjian Lama, anda memiliki sebuah respon yang luar biasa sama yang terdapat di dalam hati. Ayub digambarkan sebagai salah satu orang yang terkaya di dunia. Dan kemudian datanglah semua tragedi yang menyelimuti hidupnya.

Segala sesuatu yang dia miliki dihancurkan. Dan semua anak-anaknya terbunuh dalam badai. Dan akhirnya Allah mengizinkan Setan untuk menimpakan penyakit atas tubuhnya mulai dari atas kepala hingga kaki dengan penyakit bisul yang mengerikan.

Dan saat Ayub duduk di atas debu dan menangisi kesengsaraannya. Istrinya datang kepadanya dan berkata, “Kutukilah Allahmu dan matilah” (Ayub 2:9).

Dan Ayub menjawab, “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah namaNya” (Ayub 1:21).

Allah mahabesar, betapa merupakan sebuah anugerah yang berasal dari sorga, apapun yang terjadi dalam hidup, seberapa besar pun kekecewaan dan sakit hati dan penderitaan serta air mata yang menimpa kita! Terpujilah nama Tuhan! Sebuah damai sejahtera yang tidak terbatas, ketenangan dan kebahagiaan di dalam jiwa nada, itu adalah sebuah karunia dari sorga.

Bolehkah saya mengambil sebuah lembaran di luar dari kehidupan saya? Beberapa tahun lalu, seorang pribadi yang sangat terkenal di Amerika yang bernama George Eastman meninggal dunia. Dia yang mendirikan investasi Kodak, sebuah fotografi modern. Dan kekuasaannya menyebar hingga seluruh dunia.

The Eastman Kodak Company menjadi sebuah sumber kekayaan bagi George Eastman—yang jumlahnya mencapai jutaan dan jutaan dolar Amerika. Ketenaran dan keberuntungan, kemasyuran dan pujian yang dapat dipikirkan oleh hati manusia menjadi milik George Eastman. 

Ketika anda membaca biografi George Eastman,  melihat dalam ensikopedia. Dan saya melakukannya dalam seminggu ini untuk memastikan bahwa hal ini benar. Bahwa setiap ensiklopedia akan berkata bahwa George Eastman meninggal dunia tanpa menjelaskan penyebabnya.

Tidak ada satu pun dari mereka yang berkata bahwa dia mati akibat bunuh diri. George Eastman, dengan semua kekayaannya yang berjumlah jutaan dolar dan seluruh kemasyurannya dan semua kepopulerannya yang didasarkan atas dunia.   

George Eastman memutuskan untuk melakukan bunuh diri, mati karena tangannya sendiri.  

Saudara yang terkasih, hanya ada satu peristiwa hidup yang tidak saya ketahui. Pada hari dimana George Eastman meninggal, pada hari dia melakukan bunuh diri, pada hari dia menghilangkan nyawanya, pada hari itu, saya menguburkan seorang yang bungkuk. Saya menguburkan satu orang yang bungkuk pada hari itu.

Dia adalah seorang yang saleh, yang menderita sebuah penyakit yang tragis yang membuat dia menderita bungkuk. Orang yang miskin, hidup dari hasil tangannya sendiri, bekerja dengan tangannya sendiri, tetapi dia adalah seorang yang saleh, seorang manusia yang indah di dalam hatinya dan juga hidupnya. Dan kami telah mentahbiskan salah seorang anaknya untuk menjadi seorang pemberita Injil.

Dan pada ibadah itu, anaknya yang masih muda yang telah kami tahbiskan untuk memberitakan kekayaan anugerah yang tidak dapat dicari, chara dari Kristus, berbicara tentang ayahnya yang luar biasa itu, dan bagaimana kehidupannya dan kesaksiannya telah memberkati dia dan memiliki ikatan keluarga yang manis dan juga menjadi berkat bagi setiap orang yang mengenal dia. 

Dan di dalam catatan yang saya tulis beberapa tahun yang lalu, saya mencatatkan peristiwa itu. George Eastman mati karena bunuh diri dengan tangnnya sendiri. Dan pada hari itu juga saya mencatat orang bungkuk itu, yang hidupnya merupakan sebuah kemuliaan bagi Allah, dan putranya berdiri sebagai seorang pelayan injil, yang memuji Tuhan atas kesalehan ayahnya.

Itu merupakan kekayaan yang tidak terbatas untuk menjadi kaya melalui Allah, sekalipun pemeliharaan hidup mungkin membawa kita kedalam kemiskinan atau penderitaan atau usia tua atau penyakit dan keputusasaan. Itu berada di dalam tangan Allah.

Bagaimanakah hidup saya akan berakhir? Saya telah sampai kepada masa dan usia tua yang seringkali saya pikirkan. Sekalipun saya suka atau tidak, saya tidak dapat mengeluarkannya dari pikiran saya. 

Bagaimanakah hidup saya akan berakhir? Saya tidak tahu akan kondisi luarnya. Mungkinkah itu karena sebuah stroke? Mungkinkah saya tertidur saya akan pergi kepada Tuhan? Mungkinkah saya meninggal dalam sebuah penderitaan fisik yang menyakitkan? Mungkinkah setelah mengalami penyakit yang panjang? Semua hal-hal ini berada di tangan Allah.

Saya hanya mengetahui hal ini: bahwa apapun yang akan terjadi di dalam hati saya, saya akan berbahagia di dalam dia. Memuliakan Allah, memuji Tuhan, memuliakan namaNya yang kudus, “Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita.”

Saya harus menutup khotbah ini. Saya pergi ke seminari dengan seorang pemuda yang buta, pengkhotbah muda yang buta. Dan dia tidak pernah menyanyikan lagu ini, akan tetapi saya menangis dengan ucapan syukur dan menaikkan pujian kepada Allah, ketika di dalam kebutaannya dia berdiri dan bernyanyi,

 

Aku akan melihatNya muka dengan muka

Dan memberitakan kisah tentang anugerahNya

 

Dan melihat kebutaannya, buta di dalam nyanyiannya, “Aku akan melihatNya muka dengan muka.”

Tidak akan ada lagi kebutaan. Tidak akan ada lagi kelumpuhan. Tidak akan ada lagi usia tua. Tidak akan ada lagi penyakit. Tidak akan ada lagi kematian. Tidak akan ada lagi penderitaan dan air mata. Karena Allah telah membuat semuanya baru dan inilah tempat tinggal kita selamanya, “Allah telah menyediakan sesautu yang lebih baik bagi kita.”

O saudara yang terkasih, mengapakah orang tidak mau mengasihi Allah, melayani Tuhan, membuka hati mereka terhadap kehendak sorga dan kehendak Allah dan tinggal dalam sebuah hidup yang berkemenangan dan kejayaan, damai sejahtera dan kemuliaan, sukacita dan kebahagiaan?

Inilah jalan orang Kristen. Inilah alasan bagi Kristus untuk datang ke dunia ini, dan memberikan hidup yang kekal kepada kita. 

 

Alih bahasa: Wisma Pandia, Th.M.