APA YANG SAYA PERCAYAI TENTANG SORGA—SEBUAH TEMPAT

(WHAT I BELIEVE ABOUT HEAVEN—THE PLACE)

 

Dr. W. A. Criswell

 

05-27-90

 

Yohanes 14:2-3

 

Kami mengucapkan selamat datang bagi anda semua yang sedang bergabung dalam ibadah Gereja First Baptist Dallas. Ini adalah pendeta yang sedang menyampaikan khotbah.

Tyndale Publishing House telah meminta pendeta anda untuk mempersiapkan khotbah tentang sorga. Mereka akan menerbitkannya dalam sebuah buku dan menyebarkannya secara luas.. 

Mereka telah memberikan kepada saya subjeknya yaitu: Apa Yang Saya Percayai Tentang sorga: Sebuah Tempat; “Apa Saya Saya Percayai Tentang Sorga: Orang-Orang Yang Berada Di Sana; “Apa Yang Saya Percayai Tentang Sorga: Arak-Arakan Kebesaran” dan “Apa yang Akan Kita Lakukan dan Apa Yang Saya Percayai Tentang Sorga.” Pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan tentang kota suci Allah.

Jadi, khotbah pertama pada hari ini adalah tentang Apa Yang Saya Percayai Tentang Sorga: Sebuah Tempat. Dan karena khotbah ini merupakan bentuk stenografi, dan untuk diterbitkan, saya telah menyiapkannya dengan sangat teliti sekali.          

Teks  untuk khotbah ini, diambil dari Yohanes 14, ayat 1 hingga 3:

 

Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.

Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.

Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.

 

Apa Yang Saya Percayai Tentang Sorga: Sebuah Tempat. Kita semua secara mendalam memiliki ketertarikan tentang kekekalan di dalam sorga.

 

“Kewarganegaraan kita adalah di dalam sorga” (Filipi 3:20).

 “Nama kita tertulis di dalam sorga” (Lukas 10:20).

“Harta kita berada di dalam sorga” (Matius 6:20).

Dan, “Rumah kita yang kekal ada di dalam sorga” (Yohanes 14:2).

 

Aku merupakan seorang asing disini

Sorga adalah rumahku

Dunia hanyalah sebuah padang yang suram

Sorga adalah rumahku

Dukacita dan bahaya berdiri mengancam

Mengitariku dalam setiap sisi

Sorga adalah tanah airku

Sorga adalah rumahku

 

Kediaman Allah adalah di dalam sorga (Yesaya 63:15)

Nama yang paling dasar dari sorga sering digunakan sebagai sebuah sinonim bagi Allah (Lukas 15:18).

Anak yang boros itu berkata kepada ayahnya, “Aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa.”

Sorga adalah hati dan jiwa dari pesan dan pengharapan kekristenan kita.

Pada suatu kali, saya mengingat dengan sangat jelas, sebagai seorang pelayan muda, seorang pendeta muda dari gereja desa, saya mengunjungi Green River Baptist Association.  Itu adalah sebuah pertemuan para pengkhotbah yang betrasal dari 65 gereja-gereja seperempat waktu—gereja-gereja yang beribadah satu bulan sekali.

Mereka berasal dari daerah perbukitan, dari wilayah Knob. Asosiasi itu mengadakan pertemuan di luar ruangan, di bawah pohon-pohon dan kami duduk di atas balok kayu yang dibelah. Dan ketika pertemuan berlanjut, seseorang berdiri dan menyanyikan sebuah lagu. Kemudian seseorang lainnya bergabung. Dan akhirnya kami semua berdiri, menyanyikan lagu itu, menjabat tangan dan menangis.

Dan syair lagu ini adalah:

 

Rumahku di dalam sorga

Sangat cemerlang dan gemilang

Aku merasa seperti sedang berjalan ke sana

Tiada kejahatan dan kematian

Yang dapat masuk kesana

Dan aku merasa sedang berjalan ke sana

Oh, Tuhan telah begitu baik kepadaku

Aku merasa seperti sedang berjalan ke sana

Hingga rumah besar itu

Dapat kulihat

Aku merasa seperti sedang berjalan ke sana.

 

Sorga adalah jantung dan pengharapan dari pesan Kristus.

Seperti apakah itu? Kita membaca Alkitab tentang sorga yang terbuka. Sebagai contoh, di dalam Yehezkiel 1:1, Yohanes 1:51, Kisah rasul 7:56, Kisah rasul 10:11, orang-orang yang melihatnya berkata, “Aku melihat langit terbuka.”

Tetapi, tidak ada sebuah catatan dari apa yang dilihat oleh para pengamat itu, kecuali di dalam Wahyu. Dimulai dari pasal 4 di dalam penglihatan Yohanes, dan di dalam pasal yang mengikutinya, Yohanes, Rasul Kristus yang kudus, masuk ke dalam realm kemuliaan dan dia menggambarkannya kepada kita. Dan di dalam pasal-pasal itu, kata sorga—dan saya telah menghitungnya—kata “sorga” digunakan sebanyak 56 kali. 

Yang pertama, sorga adalah sebuah tempat. Yang kedua Yesus menyebutnya sebagai sebuah topon, “tempat.”  Anda dapat menerjemahkannya dengan cara yang lain. Kemudian Yesus menyebutnya sebagai sebuah tempat di dalam pasal yang sudah kita baca, yaitu Yohanes 14:2-3. Itu adalah sebuah tempat yang nyata. Di dalam bagian yang sama, Yesus menyebutnya sebagai sebuah oikia, “sebuah rumah, sebuah tempat tingal, sebuah kediaman,” sama nyatanya dengan rumah yang anda tinggali dan kota tempat anda berdiam.

Ada beberapa orang yang berkata sorga adalah “ sebuah tempat bersemayamnya pikiran,” “sebuah khayalan,” “sebuah mimpi,” “sebuah abstraksi,” “sebuah ide,” “harapan dari pikiran,” “sebuah figur,” “sebuah sentimen.”    

Tetapi maukah anda mempertimbangkan hal ini? Alkitab berkata di dalam Kisah Rasul 1:11 bahwa Yesus, setelah kebangkitanNya, Dia terangkat ke sorga. Beritahukanlah kepada saya, apakah Yesus, pergi ke sebuah tempat dari bersemayamnya pikiran, ke dalam sebuah abstraksi? Tidak. Yesus, terangkat ke sebuah tempat yang nyata, sebuah rumah yang nyata, kediaman akhir yang permanen dan bersifat kekal dari orang-orang kudus Allah.

Yesus tidak pernah mengajarkan kita untuk berkata, “Bapa kami yang berada di sebuah tempat bersemayamnya pikiiran atau kondisi.” Dia tidak pernah berkata, “Aku pergi untuk menyiapkan sebuah abstraksi bagi kamu.” Yehezkiel tidak menulis, “Aku melihat sebuah fantasi mimpi yang terbuka.” Stefanus martir tidak berkata, “Lihat, aku melihat bayangan terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah.”

Yang kedua: Sorga bukan hanya sebuah tempat, tetapi itu juga merupakan sebuah dunia ciptaan. Wahyu 21:1-2 berkata, “Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru dan Yerusalem yang baru.”

Ada dua kata yang di gunakan di dalam Perjanjian Baru untuk kata “baru.” Yang pertama adalah neos dan yang lainnya adalah kainosNeos berada di bawah aspek waktu.  Neos merujuk kepada waktu. Itu adalah sebuah kata yang memiliki referensi dengan waktu.

Tetapi, kainos adalah kata “baru” yang berhubungan dengan aspek kualitas, karakter.  Kainos adalah kata “baru” yang memiliki referensi dengan suatu jenis, bagaimanakah sesuatu itu. Kainos hanya digunakan di dalam Wahyu. 

Kita memiliki sebuah— kainos  yang baru—sebuah nama yang baru. Wahyu 2:17 dan 3:12.

Kita akan memiliki sebuah lagu yang baru, sebuah lagu yang kainos (Wahyu 5:9 dan 14:3)

Kita tinggal di sebuah kota yang baru (Wahyu 3:12 dan 21:29).

Dan kita memiliki dan menikmati hal-hal yang kainos, hal-hal yang baru (Wahyu 21:5).  Kita berdiam dalam sebuah bumi yang kainos, sebuah bumi yang baru dan sebuah langit yang kainos, sebuah langit yang baru (Wahyu 21:1).

Kainos, “baru” tidak pernah merujuk kepada pembinasaan, tetapi selalu merujuk kepada penciptaan kembali dan penebusan. Materi, substansi tidak dapat dihancurkan. Tidak akan pernah ada sebuah kehilangan dari setiap atom atau partikel dari ciptaan Allah. 

Pengkhotbah 1:4 mengakui bahwa: “Bumi, substansi bumi akan tetap selama-lamanya.” Kejadian 1:1-2, langit yang kacau dan bumi yang kacau direformasi kembali atau diciptakan kembali. Di dalam Kejadian 6,7, dan 8: Banjir besar menutupi seluruh bumi tetapi tidak membinasakannya. Sama seperti di dalam 2 Petrus 3:10-13: Dunia dimurnikan oleh api.

Jadi, Paulus menggunakan kata kainos untuk merujuk kepada kita di dalam regenerasi rohani kita 

Di dalam 2 Korintus 5:17, dia berkata, “Barangsiapa yang ada di dalam Kristus ia adalah kainos yang baru, ciptaan yang baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang”—makna yang sama terdapat dalam Galatia 6:15 dan Efesus 2:15 dan Efesus 4:24. Ketika Dia merujuk bagi kita yang sudah diselamatkan, diregenerasikan, kita adalah “seorang manusia yang baru,” di dalam Alkitab Versi King James.   

Kita adalah seseorang yang baru, seorang manusia baru, seorang pribadi yang baru. Kita berada di dalam tubuh yang baru, memiliki jiwa yang baru, tetapi sudah diregenerasikan, ditransformasikan.

Kita akan menjadi sama seperti Yesus, tubuh dan jiwa yang sama tetapi yang sudah ditransfigurasikan. Tidak ada kehilangan dari sanak atau identitas. Anda akan tetap menjadi anda dan saya akan tetap menjadi saya dan kita akan tetap menjadi kita; pribadi yang sama. Lalu, dunia kita juga akan dibuat menjadi kainos, baru, dimurnikan dari semua moral dan fisik yang tidak sempurna dan dibuat menjadi tempat tinggal yang abadi dari orang-orang kudus Kristus.

Tidak hanya bahwa sorga merupakan sebuah tempat yang nyata, dan tidak hanya bahwa dunia sekarang ini akan dibuat menjadi baru, tetapi juga kita akan memiliki lokasi rumah yang baru dan kota yang indah. Sebuah kota akan  bangkit dan mendiami sebuah negeri. Paris adalah Prancis. Roma adalah Italia. London adalah Inggris. Yerusalem adalah Israel.

Apakah anda mengingat bahwa Yohanes, adalah orang Galile.  Dia tinggal di bagian wilayah yang penuh bunga dan buah-buahan. Tetapi penglihatan yang dia saksikan tentang kehidupan yang akan datang bukan dalam sebuah Taman Eden yang sepi, tetapi di dalam sebuah kota luas yang tidak berkesudahan: Yerusalem baru.

Kehidupan ideal dari Allah telah ditetapkan di hadapan kita adalah kehidupan di dalam sebuah kota yang dipenuhi oleh orang-orang. 

Zakharia 8:5 menggambarkannya dengan jalan-jalan kota itu akan penuh dengan anak laki-laki dan anak-anak perempuan yang bermain-main di situ. 

Allah berfirman di dalam Kejadian 2:18, “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja.”

Kebahagiaan kita, menurut ciptaan Allah, bergantung satu sama lain. Paulus menulis di dalam Roma 14:7 bawa, “Tidak seorang pun yang hidup bagi dirinya sendiri.” Kita ditempatkan di dalam kehidupan ini di dalam keluarga-keluarga, di dalam kelompok-kelompok, di dalam gereja-gereja, di kota-kota. 

Di dalam kota yang besar ini, Yerusalem Baru, kita akan memiliki sebuah kekekalan untuk melihat, untuk mengetahui, untuk memperoleh kenalan dan bersukacita satu sama lain. Kita membaca di dalam Ibrani 11 ayat 10, “Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah.”        

Kota ini memiliki kontras yang besar dengan kemah Abraham yang bersifat sementara. Dan kota itu dengan sungguh-sungguh menjadi hasrat dan harapan bagi jiwa-jiwa yang mengembara yang hidup pada masa lampau dan masa kuno. Ibrani 11:15-16 memberikan pengakuan:

 

Dan kalau sekiranya dalam hal itu mereka ingat akan tanah asal, yang telah mereka tinggalkan, maka mereka cukup mempunyai kesempatan untuk pulang ke situ.

Tetapi sekarang mereka merindukan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka.

 

Itu merupakan hal yang paling luar biasa: Pengembara pada masa lalu  memandang jauh ke depan, ke sebuah kota Allah yang sangat indah. 

Kota sorgawi ini adalah karya dari Kristus sendiri. Yesus adalah seorang tukang kayu. Dia adalah seorang tukang. Dan Dia berkata di dalam Yohanes 14 yang merupakan teks kita, bahwa Dia pergi untuk menyiapkan sebuah tempat bagi kita untuk rumah kita yang kekal. Betapa menakjubkan—rumah besar itu, karya dari tangan Allah—betapa hebatnya tempat itu! Di dalam enam hari Allah telah menciptakan alam semesta. Dan Dia telah pergi selama 2000 tahun untuk mempersiapkan rumah bagi kita di sorga, dimana kita akan tinggal di dalamnya.

Allah menyukai hal-hal secara terperinci. Lihatlah sayap kupu-kupu. Tuhan menyukai keindahan. Lihatlah pelangi, matahari yang terbenam, warna langit yang biru. Tuhan Allah menyukai warna. Lihatlah, pondasi dari Yerusalem Baru yang penuh dengan permata. Tuhan Allah menyukai musik. Dengarkanlah orkestra dari sorga dan nyanyian mereka yang baru. Tuhan Allah menyukai sebuah taman. Berjalan sepanjang firdaus yang baru—“Firdaus” yang diambil dari bahasa Persia untuk kata “taman.” Firdaus baru dengan sungai-sungai dan pohon-pohonnya.   

Kita diundang, di dalam Wahyu 21 dan 22, untuk berbagi di dalam pemandangan panaroma kota itu sendiri, di dalam semua kemuliaannya:rumah kita yang kekal. Yang pertama, dia melihatnya dari luar. Kota itu berbentuk persegi, yang terbuat dari emas, yang panjangnya sama dengan lebarnya, sekitar 1.500 mil. Kota itu sama besarnya dari tempat yang terjauh dari Maine ke Florida. Sama besarnya dengan dari Samudera Atlantik hingga ke pegunungan Rocky. Sama besarnya dengan seluruh Eropa barat dan satu setengah dari Rusia.

Setiap jalanan memiliki panjang satu setengah diameter bumi. Tiga gerbangnya  terdiri atas dua belas fondasi permata yang menjamin kemaanan dan jalan masuk dari seluruh bagian bumi. Itu menunjukkan relasi perjanjian Allah dengan umatNya Israel dan Jemaat yang telah ditebusNya, mempelai dari Anak Domba.

Dan setelah dia menggambarkan bagian luar, Dia membawa kita ke dalam. Oh, betapa mulianya! Tetapi, ketika kita berjalan di sepanjang jalan raya ittu, ada dua hal yang tidak ada. Ada dua hal yang tidak ada di sana: Di sana tidak ada matahari dan bulan. Kota itu disinari oleh kehadiran Allah. Dia adalah sumber cahaya yang tidak diciptakan.

Suatu kali, anda dapat melihatnya dalam kisah Alkitab ini. Ketika Musa, turun dari gunung, dari kehadiran Allah, wajahnya bersinar, merefleksikan cahaya kemuliaan Allah. Ketika Tuhan kita Yesus bertransfigurasi, wajahNya, pakaianNya, tubuhnya menjadi silau—cahaya kemuliaan Allah yang tidak diciptakan. Dan ketika Paulus sedang berada di jalan menuju Damsyik, untuk menangkap dan memenjarakan orang-orang yang berseru dan memanggil nama Tuhan,  bertemu dengan Tuhan di jalan itu. Dan dia dibutakan oleh cahaya kemuliaan itu. Cahaya dari sorga yang tidak diciptakan. Kita akan melihat wajah Allah dan tetap hidup.

Yang kedua: Tidak ada kuil di sana. Hal itu tertulis di dalam Wahyu. Ini ditulis oleh seseorang yang hidup di masa ketika banyak kuil yang indah di kota-kota dunia. Ada kuil Herodes di Yerusalem. Ada kuil Athena di Akropolis Athena. Dan tentu saja ada kuil Artemis, kuil Diana di Efesus, salah satu keajaiban terbesar di dunia.

Tetapi di sini, di Yerusalem baru, di rumah yang akan kita diami, hal itu tidak diperlukan. Kita akan hidup di hadapan Allah sendiri. Dan kita akan melihat secara langsung ke dalam wajah Allah dan tidak ada selubung diantaranya.

Sekarang, apakah ini semua sebuah mimpi, sebuah fantasi, sebuah khayalan yang berubah-ubah, harapan dari pikiran? Tidak. Allah sendiri menyingkapkan kepada kita realitas dari rumah sorgawi kita. 1 Korintus 2:9 berkata, “Apa yang tidak pernah dilihat mata, dan yang tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tak pernah timbul dalam hati manusia; semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” Dan ayat selanjutnya: “Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh.”

Hal-hal ini akan menjadi nyata bagi kita yang menemukan pengharapan di dalam Yesus. Kerinduan dari hati kita akan menjadi sebuah penyingkapan yang sungguh-sungguh dan terwujud di dalam janji dan di dalam kedaulatan Allah. Ketika anda telah diselamatkan, keyakinan dari realitas rumah sorgawi akan lahir dalam semenit saat anda membuka hati ke dalam iman dan pengharapan dan kasih karunia serta anugerah dari Yesus Kristus. Itulah rumah anda—Bukan di sini tetapi di sana!

Apakah yang terbentang di antara kita, dan pengembaraan kehidupan ini dan janji tentang rumah kita yang kekal? Seperti Isreal, dari pengembaraan mereka selama 40 tahun di padang gurun, mereka sekarang mendekati Tanah Perjanjian. Dan mereka memandang ke Kanaan.

Apa yang terbentang diantaranya? Sungai Yordan: simbol kematian.

Apa yang terbentang di antara kita dan rumah sorgawi kita? Yordan—kematian; dan untuk pergi ke Tanah Perjanjian kita dan rumah sorgawi kita, kita harus melintas melalui sungai kematian.

Isaac Watts merupakan salah seorang penulis himne Kristen yang terkemuka sepanjang zaman, yang lahir pada tahun 1674. Isaac Watss menulis sebuah himne, di dalam sebuah syair, dari sungai kematian, Sungai Yordan yang memisahkan kita dengan kota kita yang baru yaitu Yerusalem Baru:

 

Ada sebuah negeri,

Yang bersinar dengan cemerlang.

Di mana orang-orang kudus berkuasa selamanya

Hari yang tidak terbatas yang meniadakan malam

Dan kesenangan membuang rasa sakit

Akan ada musim semi yang abadi

Dan takkan pernah ada bunga-bunga yang layu

Kematian, seperti sebuah samudera yang sempit

Yang memisahkan negeri sorgawi ini dari kita

Padang manis yang berada di baliknya

Aliran air yang meluap

Berdiri menghiasi dalam tempat tinggal yang hijau

Jadi, bagi orang Yahudi,

Oh, Kanaan berdiri

Sementara Sungai Yordan yang terbentang di antaranya

Rasa takut dan rasa enggan dari kefanaan mulai timbul

Untuk melintasi samudera yang sempit ini, kematian

Dan tetap hidup dengan menggigil

Dan ketakutan meluncur pergi,

Oh, dapatkah kita membuatnya

Agar keraguan kita bergerak

Mendung keraguan yang bangkit?

Dan melihat Kanaan

Yang kita kasihi

Dengan mata yang telanjang

Dapatkah kita, tetapi harus mendaki

 Di mana Musa berdiri

Dan melihat negeri yang terbentang itu

Bukan aliran Yordan yang deras

Dan bukan juga aliran kematian yang dingin

Yang seharusnya menakutkan kita

Dari tepi pantai.

 

Secara alami—setelah kejatuhan, kita takut terhadap kematian. Sebenarnya hal itu hanyalah sebuah aliran sungai yang memisahkan kita dari rumah kita yang berada di sorga. Itulah sebabnya dengan penuh kemenangan Paulus menulis:

“Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?" Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus Tuhan kita.

 

Sorga pada akhirnya.

Aku telah sampai pada dermaga

Bagi ketenangan

Telah lama aku berdoa

Dipenuhi dengan kekaguman

Aku memandang dan takjub

Atas hal-hal yang telah diciptakan oleh Tuhanku

Dengar, dengarkanlah, Aku mendengar

Para malaikat bernyanyi,

Pagi merekah,

Malam berlalu

Dan lonceng sorgawi

Berbunyi,

Selamat datang, pengembara.

Rumah pada akhirnya.

 

Itulah yang telah Allah sediakan bagi kita: Hal-hal yang lebih baik dibalik sungai Yordan, dibalik selubung kematian. Kita telah sampai di rumah. Oh, mulialah nama Tuhan kita!

 

 

Alih bahasa: Wisma Pandia, Th.M.