Daftar isi

PERBUDAKAN ATAU KEMERDEKAAN

(SLAVERY OR FREEDOM)

 

Dr. W. A. Criswell

 

04‑03‑80

 

Yohanes8:28-36

 

Sekarang anda harus mengingat, ketika saya, menyampaikan khotbah, ini adalah waktu makan siang anda. Dan jika anda benar-benar harus pergi di tengah-tengah sebuah kalimat, anda bebas untuk melakukannya. Anda tidak akan mengganggu saya. Dan kita semua yang hadir dapat memahaminya.

Pembacaan dari Kitab Suci dan khotbah pada hari ini merupakan sebuah eksposisi dari firman kudus. Pembacaan dari Kitab suci terdapat di dalam Yohanes pasal 8 ayat 31-36: 

Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi…: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku

Dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu."

Jawab mereka: "Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapapun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?"

Kata Yesus kepada mereka: "Sesungguhnya….

—itu adalah sebuah kata yang tidak biasa. di dalam bahasa Ibrani dan bahasa Yunani, kata itu mempunyai arti yang sama: amen.  Dan kita telah mengambilnya ke dalam bahasa Inggris.

Amen, amen—Sesungguhnya, sesungguhnya—Aku berkata kepadamu, ia yang berbuat dosa, adalah hamba dosa.

… jadi apabila Anak manusia itu memerdekakan kamu, kamu pun ontos, benar-benar merdeka.

—Sebuah kata yang empatik yang terdapat dalam kalimat itu—“benar-benar merdeka.”

Tidak dapat disangkal bahwa secara genetik, dalam sifat bawaan, yang lahir dalam gambaran yang paling dasar dari manusia ada hasrat untuk merdeka. Hal itu terdapat di dalam hati setiap laki-laki dan perempuan di dunia ini. Untuk diperbudak atau diperhamba adalah sama seperti hidup dibawah kuk yang berat. Ada sebuah hasrat di dalam setiap hati dari kita semua untuk merdeka.

Israel telah mengalami hal itu di dalam masa perbudakannya di Mesir—dan Minggu terakhir ini merupakan perayaan Paskah, yang merupakan sebuah peringatan yang luar biasa atas kelepasan mereka dari perbudakan Mesir. Apa yang kita temukan di dalam hati dan sejarah Israel. Kita temukan di dalam kehidupan semua bangsa-bangsa.

Di dalam masa hidup saya, di dalam generasi di mana saya hidup, saya telah melihat kehancuran dari semua koloni yang besar. Ketika saya masih seorang bocah, ada Imperium Inggris, Imperium Prancis, Imperium Belanda, Imperium Jerman dan Imperium Portugis. Mereka semua meliputi permukaan bumi. Hari ini, semua imperium itu telah hancur.

Saya sudah berbicara dengan seorang pemimpin himpunan bangsa-bangsa di Afrika Timur. Dan mereka memiliki sebuah masa yang sulit. Dan saya menunjukkan hal itu kepadanya. Mereka pada mulanya merupakan bagian dari Imperium Inggris. Dan pemimpin politik itu berkata kepada saya, “Kami lebih baik memimpin bangsa kami dengan lebih miskin dari pada diperintah dengan baik oleh orang lain.”

Saya dapat merasakan dan memahami semangat di dalam ucapannya yang tidak biasa itu. Itu telah menjadi sejarah dari semua umat manusia dan semua subyek bangsa-bangsa dan kota-kota.

Babel merupakan sebuah bagian dari Imperum Siria dibawah Niniwe. Tetapi Nabopolasar dan anaknya yang lebih brilian dan penuh karunia yaitu Nebukadnesar, memberontak dan menghancurkan Niniwe, dan secara sempurna menghancurkan Imperium Asyur.

Hal ini telah menjadi kisah sepanjang tahun-tahun dan abad-abad. Ketika Filipus dari Makedonia bermaksud untuk menundukkan dunia Yunani, mereka mengucapkan orasi-orasi yang luar biasa di Athena. Mereka mengucapkan pidato-pidato yang tajam melawan penjajahan asing. Ketika saya masih muda, saya mengingat Sparticus yang dialamatkan kepada para gladiator: Sebuah mars untuk merdeka. 

Di dalam sejarah Revolusi Prancis, mereka memiliki sebuah semboyan: “kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan.”

Tidak ada anak sekolah yang tidak mengetahui kisah Santo Patrick Henry di Gereja St. John: “Berikan kepadaku kemerdekaan atau berikan kepadaku kematian!” Aku lebih baik mati dari pada diperbudak. 

Dan kita menyanyikannya di dalam lagu kita yang indah:

 

Negriku yang menjadi milikmu

Negri yang manis dari kemerdekaan,

Tentang engkau aku bernyanyi.

Negeri dimana leluhurku meninggal,

Negeri dari kebanggaan pengembara

Dari setiap sisi gunung,

Biarkan kemerdekaan  bergema.

 

Ini adalah hasrat yang universal di dalam jiwa mansia untuk merdeka.

Sekarang, di dalam diskusi yang baru saja kita baca—dialog antar Tuhan dengan orang-orang Yudea di Yerusalem, Tuhan kita mengakui kemungkinan hal itu—ada sebuah kemungkinan yang sesungguhnya untuk menjadi bebas dan kemudian menjadi budak, untuk memenangkan kemerdekaan dan kemudian berada di dalam perbudakan.

Itu adalah sebuah kontradiksi. Itu adalah sebuah anomali. Tetapi itu adalah sebuah sejarah yang besar dan politik yang besar dan kebenaran rohani—untuk merdeka dan akhirnya kemudian menjadi seorang budak.

Dialog itu dilakukan selama berlangsungnya hari raya Pondok Daun. Dan Tuhan berada di Bait Allah.

Sekarang, hari raya Pondok Daun: “Pondok” bagi kita, di dalam bayangan kita merupakan sebuah tenda yang besar atau sesuatu yang semacam itu. Hari raya Pondok Daun merupakan saat dimana orang-orang duduk di sebuah gubuk kecil yang mereka buat dari ranting-ranting pohon. Dan mereka tinggal di sana selama seminggu.

Hal itu merupakan sebuah peringatan dari pengembaraan mereka di padang gurun. Dan di dalam minggu itu, tentu saja mereka berterimakasih kepada Allah atas hukum Musa, atas hukum Taurat yang telah diberikan kepada mereka.

Pada saat itu adalah minggu dimana rasa nasionalisme sangat tinggi. Dan tidak ada di propinsi mana pun di seluruh imperium Roma, dimana nasionalisme begitu membara dibandingkan dengan di Yudea.

Anda tahu, ada dua jenis dari propinsi Roma. Yang pertama disebut sebagai sebuah propinsi senatorial. Dan yang lainnya disebuat sebagai sebuah propinsi imperial. Jiaka suatu propinsi tenang dan tidak bergejolak, seperti propinsi Asia Roma, atau Efesus, atau kota-kota yang ada di situ, maka mereka berada di bawah Senat dan diperintah oleh seorang proconsul. Tetapi propinsi yang bergejolak berada langsung di bawah pengawasan kaisar dan diperintah oleh procurator.

Dan, alasan terhadap hal itu adalah karena pasukan Roma berada dibawah perintah kaisar. Jadi propinsi yang bergejolak memiliki potensi untuk memberontak, dan berada dibawah kaisar karena dia memiliki pasukan.

Yudea adalah sebuah propinsi yang bergejolak dan suka memberontak, dan berada dibawah kekuasaan seorang procurator Roma, dibawah perintah pengawasan kaisar sendiri, dan dijaga oleh prajurit Roma. Dan prajurit Roma di Yudea berada di mana-mana. Mereka tersebar luas di banyak tempat. Dan tidak hanya itu, tetapi menara Antonio, dibangun dengan tinggi di atas Bait Allah, merupakan garnisum bagi legiun Roma, dimana mereka dapat mengawasi ke bawah ke arah orang-orang yang bergejolak dan orang-orang Yudea yang memberontak itu.

Mereka memiliki sebuah partai di Yudea dan di Galilea yang disebut dengan partai Zelot. Salah satu anggota partai itu adalah Simon orang Zelot yang merupakan salah satu rasul. Dan mereka sangat anti terhadap Roma. Pada tahun 66 A.D., mereka yang memiliki inisiatif terhadap perang itu, pada tahun 70, bangsa itu akhirnya dihancurkan hingga 1948.

Sekarang, percakapan itu berlangsung dalam suasana yang bergejolak, dimana nasionalisme dan kerinduan untuk merdeka sangat membara, dan Yesus berbicara kepada mereka tentang kemerdekaan yang sesungguhnya. Jadi Dia mulai dengan berkata, “Kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” Tanpa hal itu, kamu tidak akan pernah merdeka.

Jawab mereka: "Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapapun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?"

Itu adalah sebuah kalimat yang tidak biasa, karena kebanyakan dari hidup bangsa Israel mereka memiliki sejarah perbudakan. Mereka pernah diperbudak oleh Mesir. Mereka pernah diperbudak oleh Asyur. Mereka pernah diperbudak oleh Babel. Mereka pernah diperbudak oleh Seleukus di Siria. Mereka pernah diperbudak oleh Ptolemi di Mesir. Dan pada saat itu mereka berada di bawah penjajahan Roma.

“Apa maksudMu, ‘Kami akan merdeka?’ Kami tidak pernah menjadi hamba siapa pun.” Jadi, mari kita menyampikannya—sekalipun saya meragukannya, mari kita sampaikan—mereka merujuk kepada perbudakan rohani. Mereka selalu menjadi umat pilihan Allah dan mereka bebas secara rohani—jadi mari kita menyampaikan hal itu. Kemudian Tuhan berkata,  

Sesungguhnya, Aku berkata kepadamu jiwa yang merdeka, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa.

…Tetapi jika Anak Manusia itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka.          

Ada sebuah pembebasan di dalam Kristus. Ada sebuah kemerdekaan roh yang jauh lebih besar dan melampaui semua kemerdekaan yang dikenalkan kepada roh manusia.

Dan hal itu memiliki sebuah kobaran,  yang dapat diaplikasikan kedalam hidup kita pada hari ini: Adalah mustahil untuk menjadi merdeka dengan sebenar-benarnya, untuk memenangkan kemerdekaan, dan kemudian menjadi budak.

Kita telah memiliki apa yang kita sebut sebagai empat kebebasan/kemerdekaan utama. Kemerdekaan dari “Kemauan.” Tetapi sangat mustahil untuk merdeka dari kemauan atau keinginan, untuk diperbudak kepada kegemaran dan kepada nafsu yang besar dan kepada kemabukan.

Kemerdekaan berbicara—adalah mustahil untuk memiliki kemerdekaan berbicara, tetapi untuk menjadi seorang budak dari kata-kata yang tidak senonoh dan fitnah dan bahasa yang kotor.

Kemerdekaan pers—adalah mustahil untuk memiliki kebebasan pers, tetapi dikerumuni dengan pornografi dan literatur yang jorok dan cabul, sesuatu yang kita lihat di film modern Amerika dan drama serta Koran dan majalah yang terdapat di stand surat kabar dan rak-rak majalah.

Kemerdekaan beragama—tetapi, adalah mustahil untuk memiliki kemerdekaan beragama dan pada saat yang sama, untuk menjadi budak dari keinginan daging—hari Tuhan bukan lagi menjadi hari yang kudus tetapi menjadi sebuah hari libur. 

Kemerdekaan yang sesungguhnya, kata Tuhan kita, adalah kemerdekaan jiwa dan roh yang menjadi hamba dan didedikasikan kepada Allah. “Jadi apabila Anak manusia itu memerdekakan kamu, kamu pun ontos, benar-benar merdeka.”

Bukankah itu sebuah hal yang luar biasa bahwa seorang manusia yang dapat dikurung dan diperbudak, di dalam penjara dan kemudian benar-benar merdeka? Apa yang sedang dibicarakan oleh Tuhan adalah sebuah kemerdekaan yang tidak didasarkan oleh kondisi luar kita.

Salah satu penyair Inggris kita berbicara tentang hal itu:

 

Batu-batu tidak dapat menjadi sebuah penjara

Bahkan sebuah kurungan yang terbuat dari besi

Bapa-bapa kita mengajarkan

Di dalam penjara yang gelap

Kita masih bebas di dalam hati

Dan hati nurani yang merdeka

Betapa berharganya

Dapat menjadi anak-anak mereka

Jika mereka seperti Engkau

Yang siap mati demi Engkau

 

Itu adalah sebuah kemerdekaan yang dimiliki oleh Paulus dan Silas ketika mereka berada di dalam kurungan di dalam belenggu dan di dalam penjara bawah tanah. Tetapi kausa dari pujian dan doa mereka mencapai sorga dan menggoncangkan bumi itu sendiri.          Itu adalah sebuah kemerdekaan yang dimiliki oleh Yohanes yang diasingkan ke pulau Patmos—dan hampir mati karena kelaparan dan kedinginan, tetapi dia melihat penglihatan yang mulia dari Raja kemuliaan.

Itu adalah kemerdekaan yang dimiliki oleh John Bunyan, yang selama 13 tahun dikurung dalam penjara Bedford, tetapi berjalan bersama dengan Kristus kedalam kerajaan Allah yang sesungguhnya.

Itu adalah kemerdekaan yang dimiliki oleh Stefanus, martir Tuhan yang pertama, ketika dia dirajam dengan batu hingga mati, dia mengangkat wajahnya dan melihat tangan Yesus yang menyambutnya—satu-satunya di Alkitab dimana Dia terlihat berdiri, karena biasanya Dia selalu digambarkan duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Tetapi Dia berdiri untuk menyambut jiwa, roh yang bebas, dari, martir kudusNya yang pertama.

Ada sebuah kemerdekaan dari hati dan roh dan jiwa yang tidak didasarkan atas kondisi luar atau keadaan sekitarnya—kemerdekaan yang sesungguhnya.

Dan pilihan dari jenis kemerdekaan itu, Tuhan kita berkata, adalah sebuah kemerdekaan yang sesungguhnya, yang sebenarnya, ontos.  Untuk memilih menjadi seorang  hamba Tuhan kita adalah untuk memilih kmerdekaan yang sesungguhnya dan benar-benar merdeka.

Seperti yang anda ketahui, saya selalu berkhotbah dari Alkitab versi King James. Itu adalah salah satu literatur yang terbaik di dalam bahasa manusia. Itu adalah bahasa Elizabetahan. Kita tidak dapat kembali ke 300 tahun yang lampau dan berbicara dalam bahasa Elizabethan. Itu adalah bahasa Shakespear. Dan tidak ada lagi bahasa yang seperti itu.

Tetapi kadang-kadang, keindahan dari literatur Elizabethan, literature dari King James menyembunyikan beberapa gerigi tepi yang kasar dari bahasa aslinya. Dan ini adalah salah satunya.

Anda telah memiliki terjemahannya, dalam Roma 1:1 dan Filipi 1:1 dan Titus 1:1, “Paulus seorang hamba Yesus Kristus.” Apa yang telah dia tulis adalah Paulos doulos Iesous Christos—“Paulus , seorang budak dari Yesus Kristus,” yang secara sukarela memberikan dirinya sendiri untuk menjadi budak dan pelayan bagi Tuhan kita, sehingga dia dapat menjadi merdeka!  

Saudara yang terkasih, saya dapat duduk di piano yang indah itu, yang telah diberikan kepada saya oleh seorang wanita cantik dari jemaat ini. Dia telah memberikan kepada saya $10,000 tepat sebelum dia meninggal, dan saya telah membeli piano itu dari sebagian uang itu dan  sebagiannya saya gunakan untuk paduan suara ini--saya dapat  di sana, di atas piano itu dan saya dapat dengan bebas melakukannya.  

Tidak ada hukum yang dapat melarang saya. Dan tidak ada hukuman yang dapat diberikan kepada saya. Saya dapat duduk di atas piano itu dan melakukannya dengan bebas.  Tetapi kebebasan yang saya miliki itu, hanya saya di dalam hidup dan kehendak dan tujuan serta panggilan yang telah diberikan Allah kepada saya. Yang saya berikan sepenuhnya kepada Allah.

 

Alih Bahasa: Wisma Pandia, Th.M.