Daftar isi

SEORANG YANG DIUTUS ALLAH

(THE GOD-SENT MAN)

Dr. W. A. Criswell

 

Yohanes 1:6 and 3:22-36

07-27-86

 

Ini adalah gembala dari Gereja First Baptist yang sedang menyampaikan khotbah dari Injil Yohanes. Dan judul khotbah hari ini adalah: Seorang yang Diutus Allah (Seorang yang dipanggil Allah, seorang yang ditetapkan Allah, seorang yang dinafaskan Allah, seorang yang diinspirasikan Allah).

Mari kita berpaling ke dalam Injil Yohanes pasal satu. Teks kita diambil dari Yohanes pasal 1 ayat enam: “Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes.”

Sekarang  kita akan berdiri sejenak untuk  sebuah penghormatan yang berasal dari dalam jiwa kita terhadap Firman Allah, dan kita akan membacanya secara bersama-sama dengan suara yang  nyaring dari ayat 19 sampai 27. Sekarang, apakah anda sudah mendapatkannya? Yohanes pasal satu ayat 19 sampai 27. Di hadapan Tuhan, mari kita berdiri bersama-sama dan membacanya dengan nyaring dari ayat 19 sampai ayat 27:

 

Dan inilah kesaksian Yohanes ketika orang Yahudi dari Yerusalem mengutus beberapa imam dan orang-orang Lewi kepadanya untuk menanyakan dia: "Siapakah engkau?"

Ia mengaku dan tidak berdusta, katanya: "Aku bukan Mesias."

Lalu mereka bertanya kepadanya: "Kalau begitu, siapakah engkau? Elia?" Dan ia menjawab: "Bukan!" "Engkaukah nabi yang akan datang?" Dan ia menjawab: "Bukan!"

Maka kata mereka kepadanya: "Siapakah engkau? Sebab kami harus memberi jawab kepada mereka yang mengutus kami. Apakah katamu tentang dirimu sendiri?"

Jawabnya: "Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan! seperti yang telah dikatakan nabi Yesaya."

Dan di antara orang-orang yang diutus itu ada beberapa orang Farisi.

Mereka bertanya kepadanya, katanya: "Mengapakah engkau membaptis, jikalau engkau bukan Mesias, bukan Elia, dan bukan nabi yang akan datang?"

Yohanes menjawab mereka, katanya: "Aku membaptis dengan air; tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, yaitu Dia, yang datang kemudian dari padaku. Membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak."

 

Terima kasih. Sekarang anda boleh duduk. Judul khotbah kita pada hari ini adalah: Seorang yang diutus Allah. “Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes.” Allah menjawab masalah manusia dan selalu menyingkapkannya melalui seorang manusia. Kita  manusia pada umumnya ketika menghadapi masalah, biasanya kita menetapkan sebuah komite, dan organisasi-organisasi, serta banyak program, tetapi tidak demikian dengan Allah. Allah menjawabnya dengan seseorang yang dipanggil Allah, seseorang yang ditetapkan oleh Allah. 

Anda ingat, di dalam kitab Keluaran, Tuhan berfirman kepada Musa di padang gurun Horeb: “Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku… dan Aku telah mendengar seruan mereka…. Aku mengetahui penderitaan mereka. Jadi sekarang pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umatKu Israel keluar dari Mesir.” Allah menjawab masalah manusia melalui seorang manusia.  

            Salah satu pasangan ayat yang paling tidak biasa yang pernah saya baca dalam Alkitab terdapat di dalam 1 Raja-raja, pasal 21: “Berkatalah Izebel kepada Ahab, suaminya dan raja Israel, ‘Bangunlah, ambillah kebun Anggur Nabot. Karena Nabot sudah mati.”’

            Dan ayat berikutnya:

 

Tetapi datanglah firman Tuhan kepada Elia orang Tisbe itu

Bangunlah, pergilah…ke kebun anggur Nabot….

 

Dan katakan kepada Ahab, “…. Di tempat anjing menjilat darah Nabot, di situ jugalah anjing akan menjilat darahmu.”

 

Allah mengirim seorang manusia, Allah menetapkan seorang manusia!

            Di dalam Kisah Rasul pasal dua puluh enam, Rasul Paulus di depan Raja Agrippa berkata: “Tetapi Tuhan telah berkata kepadaku,  ‘Sekarang bangunlah dan berdirilah. Aku menampakkan diri kepadamu untuk menetapkan engkau menjadi pelayan dan saksi tentang segala sesuatu yang kau lihat padaKu dan tentang apa yang akan keperlihatkan nanti, kepada bangsa-bangsa non Yahudi, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang.”’ Jawaban Allah selalu datang melalui seorang manusia, Allah yang memanggil seorang manusia.  

            “Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes:” Seorang yang memiliki nyala api di dalam hatinya. Matius memulai Injilnya di dalam pasal tiga ayat yang pertama: “Pada waktu itu tampillah Yohanes Pembaptis di padang gurun Yudea dan kerusso:”  Itu adalah sebuah kata yang mengesankan dan penuh kuasa—kerusso:  memperdengarkan, membunyikan, meneriakkan, memproklamasikan, memberitakan. “Pada waktu itu tampillah Yohanes Pembaptis di padang gurun Yudea dan kerusso:” Anda dapat mendengarnya dengan jelas hingga ke Yerusalem—nyala api dan kobaran yang ada di dalam jiwanya. Yesus berkata tentang dia, bahwa dia adalah seorang yang berkobar-kobar dan terang yang bercahaya, seseorang yang memiliki nyala api di dalam hatinya.

            Anda mengingat panggilan Yesaya, ketika di dalam pasal enam dia menggambarkan penglihatan tentang kemuliaan Tuhan, yang duduk di atas takhta yang menjulang tinggi. Ketika Yesaya melihat ke atas Juruselamat yang raut wajahNya seperti matahari, salah satu seraphim mengambil sepit  dan pergi ke atas altar untuk mengambil bara dan menyentuhkannya ke mulut Yesaya—panggilannya untuk menjadi seorang nabi Allah, sebuah bara api.

            Tidakkah anda pernah membaca tentang penjelajahan ini—di salah satu dasar samudera utara di New Finland—penjelajahan kapal Titanic?  Tidakkah anda pernah membaca tentang hal itu? Katakanlah kepada saya, tidakkah hal ini benar: perbedaan satu-satunya antara gunung es yang terbenam di garis samudra—yang menghilangkan seribu lima ratus nyawa manusia—perbedaan satu-satunya antara gunung es yang terapung dan lapisan air yang terapung di atasnya adalah perbedaan suhu. Bukankah hal itu benar?

            Kebenaran di atas es—dingin dan beku—tidak akan pernah hangat, atau tidak akan pernah mengubah jiwa manusia. Harus ada sebuah nyala api di dalamnya. Harus ada seorang penyampai pesan yang memiliki hati yang keras dalam menyampaikannya—Allah mengutus seseorang yang memiliki nyala api di dalam jiwanya. 

            “Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes;” seorang yang memiliki iman di dalam pesannya. Hal yang sama terdapat dalam Injil Matius pasal 3 ayat yang pertama: “Pada waktu itu tampillah Yohanes Pembaptis di padang gurun Yudea, (mengumandangkan) memberitakan (memproklamasikan):” Katakanlah kepada saya, akankah anda mau memulai dari sana, di padang gurun, dalam sebuah tempat yang gersang, tandus, panas dan kosong? Di padang gurun—tetapi pesannya adalah untuk seluruh ciptaan, seperti Yesaya yang memulai nubuatannya dengan berkata, “Dengarlah, hai langit, dan perhatikanlah, hai bumi….” Dia memulai dispensasi yang baru, sebuah era yang baru. Dia memperkenalkan iman Kristen. Dan dia mengalamatkannya—di dalam momen yang menggemparkan itu dan dalam sebuah penyingkapan yang besar itu—dia menujukannya kepada seluruh ciptaan. 

Iman di dalam pesannya: Semuanya harus mendengar dan melakukannya. Saya tidak dapat menggambarkan kehebohan dari kemunculan Yohanes Pembaptis, seorang yang telah diutus Allah. Setelah empat ratus tahun—bayangkan betapa panjangnya masa itu! Amerika Serikat baru berusia sekitar dua ratus tahun—selama empat ratus tahun, tidak ada seorang nabi dan tidak ada sebuah penglihatan. Perjanjian Lama ditutup oleh kitab Maleakhi, sorga seakan-akan telah menutup pintunya: Sorga adalah kuningan dan bumi adalah besi. Kemudian di sana ada sebuah kerinduan, dan sebuah doa serta sebuah tanda bagi kerajaan Mesianik dan raja yang akan datang. Dan pada masa itu, pada masa kerinduan yang dalam itu, muncullah bara ini, nabi Allah yang bersinar.

            750 tahun sebelumnya, kedatangannya telah dinubuatkan oleh Yesaya. Maleakhi menutup nubuatannya di dalam Perjanjian Lama dengan gambaran dari kedatangannya, dan sekarang hari itu telah datang. Nabi Allah telah dibangkitkan dan berbicara di tengah-tengah mereka. Dan sebuah tanda apa yang dia miliki: Seorang yang terlihat keras—yang tidak dapat dibujuk, tegas, yang memiliki daya tarik—yang berasal dari padang gurun. Makanannya adalah belalang dan madu hutan. Pakaiannya dari bulu unta dan ikat pinggang kulit. Dan suaranya seperti guruh dan kehadirannya seperti angin puyuh dan matanya berkilat-kilat seperti nyala api.  

            Saya dapat melihat seorang nabi yang hebat, yang berdiri di tepi sungai Yordan, dengan rambut yang tidak dipotong (Dia adalah seorang nazir, seperti Samson dan Samuel serta Elia). Wajahnya keras dan estetis; pembawaannya kasar dan suaranya seperti sebuah suara pada hari penghakiman dari Allah yang Mahakuasa..

Orang-orang datang kepadanya: Alkitab berkata, semua penduduk Yerusalem dan Yudea serta orang-orang yang berdiam di sekitar sungai Yordan datang berbondong-bondong. Setiap orang melihat, dan mendengar perkataan Yohanes Pembaptis, seorang yang diutus Allah. Dan saya berbicara kepada mereka—kita berbicara kepada mereka: “Apakah anda telah pergi untuk mendengar nabi yang hebat itu?”

Dia berkata: “Ya! Ya!”

Kemudian saya akan berkata: “Seperti apakah dia?”

“Oh,” dia berkata, “Dia seperti guruh. Saya tidak pernah bergetar sedemikian rupa dalam hidup saya, kecuali ketika saya mendengar dia berbicara.”

“Apakah yang dia katakan?” 

            “Saya mendengar dia berkata: ‘Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik pasti ditebang dan dibuang ke dalam api.’ Dan saya merasa seperti terbakar dan merasakan nyala api yang panas.” 

            “Tuan, apakah anda sudah mendengar Yohanes Pembaptis?”

“Ya.”

“Jadi, seperti apakah dia?”

“Saya merasa, saat berada  di hadapannya, seakan-akan saya sudah berada di hari penghakiman Allah yang Mahakuasa.”

“Jadi, apakah yang telah dia sampaikan?”

“Saya mendengar dia berkata, “Alat penampi sudah di tanganNya. Ia akan membersihkan tempat pengirikanNya dan mengumpulkan gandumNya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakarNya dalam api yang tidak terpadamkan.”

“Anda tuan—apakah anda sudah mendengarnya?”

“Ya, saya sudah pergi mendengarnya.”  

            “Jadi, apa yang telah dia sampaikan?”  

“Dia mengguncangkan langit. Saya mendengar dia berkata kepada orang Farisi dan orang Saduki: ‘Hai kamu keturunan ular beludak! Kamu orang-orang munafik! Hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan dan janganlah kamu mengira, bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini!”’

“Tuan, apakah dia mengatakan hal itu ke arah muka mereka?”

“Ya, ke arah muka mereka.”   

Betapa dia merupakan seorang nabi yang luar biasa! Seorang manusia Allah! Yang berdiri di hadapan seluruh dunia, memperkenalkan kerajaan yang baru dari kekudusan, kebenaran, kesalehan dan keselamatan di dalam diri raja yang akan datang. 

            “Seorang yang diutus Allah, namanya adalah Yohanes.” Di balik penampilan yang keras, dan kasar itu, roh dan hati manusia digerakkan olehnya ke dalam dunia yang lain. Dia dan semua manusia, berdiri di hadapan kemulianNya. Dia sederhana dan tidak mementingkan diri sendiri. 

            Pikirkanlah tentang Yohanes yang mulia ini. Ada seorang malaikat dari sorga yang bernama Gabriel. Dia memperkenalkan dirinya di hadapan Zakharia, seorang imam yang berdiri di hadapan Allah, seorang pesuruh Tuhan. Dan Gabriel berkata kepada Zakharia: “Allah akan memberikan kamu seorang anak.”

            “Bagaimana mungkin hal itu dapat terjadi,” kata imam tua itu, “sebab istriku sudah tua?”

Gabriel berkata: “Tidak ada yang mustahil bagi Allah.”

Berpikir tentang keajaiban ini, hal yang luar biasa ini, bahwa sorga mengumumkan kelahiran seorang nabi Allah yang bernama Yohanes. Lihat kembali ke arah dia. Tangan Allah berada di atasnya. Ada begitu banyak orang yang berbondong-bondong datang ke sana. Dan Roh Allah berada di dalam pesannya. Berpikir tentang seseorang yang berada di padang gurun, yang mampu menarik orang untuk berkunjung dari setiap penjuru dari dunia Asia Tengah.

Yohanes Pembaptis—Yesus berkata tentang dia: “Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan, tidak ada seorangpun yang lebih besar dari pada Yohanes, namun yang terkecil dalam kerajaan Allah lebih besar dari padanya.” Pengkhotbah yang sangat mulia! Tidak hanya itu, tetapi dalam masa dimana orang sangat rindu akan kedatangan kerajaan Mesianik, seluruh orang-orang, mereka semua, bersedia untuk menerima Yohanes sebagai Mesias yang akan datang itu. Sehingga mereka datang kepadanya dan membawa sebuah pertanyaan: “Engkau, apakah engkau seorang nabi yang telah diselamatkan dalam gunung batu? Apakah engkau seorang nabi?”  

“Bukan!” kata Yohanes: “Bukan!”  

            “Kalau begitu, apakah engkau Elia?” 

            “Bukan!” kata nabi Yohanes.

“Jadi, apakah engkau Kristus, yang akan datang itu?”

“Bukan!” 

“Jadi apakah engkau nabi yang diharapkan itu atau yang dicari itu?”

“Bukan!” 

“Jadi, siapakah engkau?”

Dan Yohanes menjawab: “Aku bukanlah salah satu dari antara mereka. Aku bukanlah siapa-siapa. Akulah suara yang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan’ Aku adalah seorang pemberita. Aku adalah sebuah sangkakala. Aku adalah seorang yang menyampaikan pengumuman. Aku adalah seorang yang menunjukkan jalan kepada kedatangan Tuhan Yesus.”

            “Saya tidak dapat percaya, hanya seorang utusan!”

            Dan dia melangkah ke samping dan berkata: “Dia harus makin bertambah dan aku harus makin menurun.” Dan dia lenyap ke dalam bayangan yang terlupakan. Dan Yesus, yang kepadaNya Yohanes memberikan dirinya sebagai seorang pembuka jalan, mengambil alih kerajaan Allah. “Aku hanya sebuah suara. Seseorang yang menunjuk kepada Tuhan. Lihat raja telah datang!”  

            Itu adalah hal yang harus kita lakukan—kita semua—membuat jalan kepada juruselamat, menunjuk kepada Dia, menunjuk kepada Yesus dan menyingkir dari jalan itu—pelayanan sederhana yang telah kita lakukan—sehingga Dia dimuliakan. Dan semua di dalam semua, hanya menunjukkan jalan, hanya untuk memberikan kesaksian; hanya berbicara tentang firman Tuhan Yesus.

“Seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes.” Dan ketika saya berpikir tentang pengkhotbah yang kasar itu, yang rumahnya berada di padang gurun, yang memisahkan dirinya dari sejumlah bayaran, dari hadiah-hadiah, dan bujukan masyarakat—hanya mempersiapkan jalan bagi Yesus. Ketika saya berpikir tentang dia, saya berpikir tentang pengkhotbah mula-mula yang telah meratakan jalan bagi peradaban Kristen, dan kehidupan Kristen dan ibadah Kristen di sini, di tanah Amerika ini, yang di dalamnya kita telah hidup.

            Di akhir abad dua puluh—dan menulis tentang seratus tahun yang lalu—ada seorang penulis Baptis yang berbakat dan namanya adalah Henry C. Vedder.  Dan dia menulis penghargaan yang luar biasa kepada pioneer pengkhotbah Baptis yang kasar itu:

Manusia Allah ini ditetapkan ke dalam padang gurun, tanpa mengetahui dimana mereka akan menemukan tempat berteduh pada malam hari atau makanan yang akan mereka mereka selanjutnya, yang rela untuk menderita dengan sebuah keinginan bahwa mereka dapat membawa seseorang kepada Anak domba Allah. Adalah sesuatu yang mustahil untuk menilai juga atau untuk memuji ibadah yang telah diberikan oleh orang-orang yang memiliki iman yang luar biasa ini.  Kegigihan mereka adalah sesuatu yang sulit untuk dibayangkan pada masa ini. Mereka mengembara dari satu tempat ke tempat lain di atas punggung kuda. Tanpa sebuah jalan yang bisa selamat dari serangan orang Indian atau pohon-pohon yang besar atau aliran sungai yang deras tanpa sebuah jembatan. Yang sering menderita kelaparan, yang tidur disembarangan tempat yang dapat mereka temukan, seringkali merasa frustasi dengan demam yang tinggi dan malaria, tetapi tetap memiliki kegigihan yang luar biasa. Jika mereka tidak memiliki pakaian dari kulit domba atau kulit kambing seperti pahlawan iman pada masa yang lalu, mereka mengenakan kulit rusa. Dan tempat tinggal mereka ditenun dengan sederhana dari karung. Mereka tinggal dalam tempat yang tidak memiliki pintu-pintu, tinggal di dalam kebiasaan yang sederhana, berbagi suka dan duka dengan orang-orang yang tinggal di padang.   

Para pengkhotbah mula-mula bekerja di dalam dunia yang seperti itu, seperti yang telah disampaikan oleh salah seorang dari mereka, berada dalam sebuah bagian dari seluruh ciptaaan, dimana belum perbudakan di daerah barat.

 

Di mana salah satu dari mereka menulis pada tahun 1805: Setiap hari saya mengembara, saya harus berenang melalui sungai-sungai kecil atau rawa-rawa; dan saya basah dari kepala hingga kaki; dan kadang-kadang sepanjang hari harus berendam di dalam air. Saya memiliki rematik di dalam seluruh sendi tubuh saya. Memiliki penderitaan dalam tubuh dan pikiran, bahkan pena saya tidak mampu untuk berkomunikasi. Tetapi hal ini yang dapat saya katakan, ketika seluruh tubuh saya basah oleh air dan kedinginan, jiwaku dipenuhi dengan api sorgawi. Dan saya dapat berkata bersama dengan Santo Paulus: “Tidak satupun dari hal-hal ini yang dapat menggoyahkan aku. Bahkan aku tidak memberi perhitungan kepada diriku sendiri sehingga dengan demikian aku dapat menyelesaikan tugasku dengan penuh sukacita.”

 

Secara umum, para pemberita injil, seringkali dengan murah hati menerima semuanya dengan air mata sukacita. Orang-orang yang harus menjalankan hidupnya dengan menghadapi kematian karena kelaparan dan kedinginan, yang tidak memiliki pemberian yang cukup dalam pelayanan mereka yang berpindah-pindah—bahkan untuk menawarkan kepadanya makanan dan pakaian yang artinya adalah sebuah pengorbanan.

Tetapi pada masa yang awal dia sangat bersukacita untuk dapat berbagi dari segala kesenangan yang mereka miliki.

Di padang yang liar, seperti Paulus, mereka berjalan melewati banyak rintangan—rintangan dari gelombang, dari serangan binatang buas, dari orang-orang Indian yang biadab, dari berhala-berhala dan dihina oleh orang-orang yang keras yang tidak kurang biadabnya dari binatang buas atau orang-orang Indian. Tetapi Allah, yang telah menutup mulut singa-singa  yang buas, ada bersama dengan para pelayanNya, pemberita Injil yang mula-mula. Banyak yang mati secara prematur karena kekurangan dan penyakit serta mengalami hidup yang sulit

Rumah ibadah yang dimiliki oleh para pengkhotbah ini, dalam mengadakan kebaktian adalah milik Allah sendiri—yaitu hutan-hutan dan padang yang luas. Perpustakaan mereka hanyalah Alkitab dan sebuah buku himne yang berada di dalam kantung pelana mereka. Mereka tidak membaca esai yang mengkilap dalam sebuah manuskrip seperti yang sering dilakukan oleh generasi pengganti mereka yang telah mengalami kemunduran.

 

Saya menyukai kalimat itu: “Mereka tidak membaca esai yang mengkilap dalam sebuah manuskrip seperti yang sering dilakukan oleh generasi pengganti mereka yang telah mengalami kemunduran.”  Rob “Backwoodsman”  telah menggambarkan hal itu:

 Untuk seorang pengkhotbah yang tidak dapat memiliki sasaran yang tepat.

 

Khotbahnya cendrung kasar dan pendek—tidak selalu cermat seperti Raja Bahasa Inggris—hanya sedikit diwarnai dengan doktrin lama yang baik yaitu tentang anugerah; penginjilan yang sesaat dan dari anugerah penuh kekayaan dari Allah yang memberi pertobatan kepada pendengarnya.

Orang-orang ini tidak tahu adat sebagaimana mereka terlihat sekarang, tidak ramah sebagaimana mereka seharusnya bersikap sesuai dengan kebiasaan di mimbar gereja Baptis di kota kita, yang memimpin jutaan orang kepada salib Kristus, dan telah mendirikan gereja-gereja dalam komunitas baru daerah barat, yang telah meletakkan fondasi bagi badan-badan denominasi kita di atas stuktur yang kuat yang telah dibangun.  

Mari kita memberi penghormatan kalau dia memang pantas menerimanya jika mereka dapat dibandingkan dengan para pengkhotbah yang mula-mula. Kita, adalah orang-orang yang dapat masuk ke dalam pekerjaan dari orang-orang pantas dihormati jika kita layak untuk membuka tali sepatu mereka. Catatan tentang mereka berada ditempat yang tinggi. Nama mereka tertulis di dalam kitab Allah.   

 

Hal yang harus diingat adalah: “Mereka akan menjadi milikKu,” kata Tuhan semesta alam, “Pada masa Aku akan membuat permataKu (para pemberita injil mula-mula, para pengkhotbah mula-mula, seorang yang telah diutus Allah).”

Saya telah bertobat, saya telah diselamatkan, ketika saya berumur sepuluh tahun—dalam sebuah sebuah gereja yang berada jauh di daerah barat yang menjadi bagian dari Negara ini, di Texas, daerah perbatasan Mexico. Saya telah bertobat pada suatu pagi dalam sebuah kebangunan rohani yang diadakan dalam seminggu setiap pagi dan saya telah dibaptiskan pada hari Minggu sore berikutnya.

Pada hari-hari itu, dan di dalam gereja kecil itu, kami memiliki ibadah kesaksian setiap Rabu malam. Orang-orang berdiri untuk bersyukur kepada Allah atas anugerahNya yang telah menjangkau mereka. Dan pada Rabu malam itu setelah saya diselamatkan, dan setelah saya dibaptiskan, di dalam ibadah kesaksian itu, saya berdiri untuk bersyukur kepada Allah atas kasihNya yang telah diberikan kepada saya. Dan saya bersyukur untuk pagi hari dimana saya telah diselamatkan. Dan saya bersyukur untuk Minggu sore berikutnya dimana saya telah dibaptiskan. Dan saya mulai menangis dan saya sering melakukan hal itu, penuh dengan air mata. Saya tidak dapat mengungkapkan rasa itu, saya hanya menangis. 

Saya melihat ke arah ibu saya, untuk mencari kekuatan dan pertolongan dari dia. Hal itu dapat melepaskan saya. Saya tidak dapat beranjak lebih jauh. Dan saya duduk di samping ibu saya. Ketika saya duduk, satu orang tua yang berusia lanjut, berdiri dengan letih. Dan memberi isyarat kepada saya dengan tangannya, dan dia berkata, “Anakku, itu sebuah permulaan yang baik. Itu adalah sebuah permulaan yang baik.”

Saya selalu berpikir tentang hal itu sampai ribuan kali: “Anakku itu adalah sebuah permulaan yang baik.” Dan di dalam angan-angan saya, saya senang untuk memikirkan hal itu, dimana pengkhotbah pioneer tua itu meletakkan bebannya ke bawah, saya telah mengambilnya dan berusaha untuk membawanya, menunjuk kepada Anak Domba Allah, memimpin orang kepada Yesus, membuka jalan bagi Tuhan; dan dalam doa yang sederhana saat saya masih seorang nak-anak, saya berharap akan mencapai akhir yang mulia seperti orang tua itu—seorang yang diutus Allah.

            Mereka mendaki langkah-langkah anak tangga yang menuju sorga melalui resiko bahaya, kerja keras dan rasa sakit. Ya Allah, berikanlah kami anugerah supaya kami dapat mengikuti jejak mereka, memimpin orang kepada Yesus. Kemudian, melangkah ke samping—yang mungkin dilupakan orang—sebelum kami terbaring di dalam kuburan—tetapi telah membaringkan mereka  ke bawah kaki Yesus, jiwa-jiwa yang telah kami menangkan di dalam anugerahNya, di dalam kasihNya, di dalam kasih karuniaNya dan di dalam namaNya. 

            Saya dapat memberikan jawaban, bahwa tidak ada hadiah yang lebih berharga di dalam sorga dari takhta anugerah, selain dari pada bertemu dengan seseorang yang telah saya bawa kepada Yesus. Tuhan, mungkin itu adalah perhargaan sorgawi kami, dan hadiah serta balas jasa bagi kami di dunia yang akan datang: “Mereka yang telah kami perkenalkan kepada Juruselamat yang penuh berkat.” Dan doa saya yang sederhana bahwa Allah akan menguduskan dan menyucikan dan menegaskan kesaksian kami pada pagi hari ini, bahwa Dia akan memberikan seseorang pada kita. Tuhan sebagaiman kami telah menebarkan pesan injil yang benar pada pagi hari ini, tegaskanlah hal itu dengan sebuah hadiah. Dengan sebuah hasil. 

            Mereka yang datang ke depan untuk berkata: “Hari ini, Saya akan memberikan hati saya kepada Yesus. Ini adalah keluarga saya; kami semua datang ke depan pada hari ini.” Atau yang menjawab panggilan Roh Kudus yang berada di dalam hati anda, dan berkata: “Pendeta, di sini saya berdiri. Allah telah berbicara dan saya sedang menjawabnya dengan seluruh hidup saya.” Mari kita berlutut bersama di dalam doa.

 

Alih bahasa: Wisma Pandia, Th.M.