MENGIKUT YESUS SAMPAI MATI

(FOLLOWING JESUS UNTO DEATH)

 

Dr. W. A. Criswell

 

Yohanes 21:1-22

02-26-78

 

 

Merupakan sebuah sukacita yang sungguh luar biasa bagi kami untuk menyambut ratusan ribu dari anda semua yang sedang mendengarkan ibadah ini melalui siaran radio dari stasiun radio KRLD, yang berada di daerah Barat Daya, dan melalui stasiun radio KCBI dari Institut Alkitab kami. Ini adalah pendeta yang sedang menyampaikan khotbah yang berjudul: Mengikut Yesus sampai mati. Dari seluruh khotbah setiap Minggu malam yang saya sampaikan, setelah lima puluh tahun menjadi seorang gembala, saya telah memilih enam belas khotbah, yang berdasarkan dorongan dari Broadmen Press agar mereka dapat menerbitkannya dalam sebuah buku [With A Bible In My Hand, 1978].  Mereka menginginkan saya untuk menerbitkan enam belas khotbah sepanjang pelayanan saya yang diberkati oleh Tuhan. Dan salah satunya adalah khotbah ini yang diambil dari Injil Yohanes pasal dua puluh satu. Saya ingin mengajak anda untuk bergabung bersama dengan saya untuk membuka Alkitab kita dari Injil Yohanes pasal dua puluh satu, dan kita akan membaca sebuah bagian teks yang dimulai dari ayat 18 hingga ayat 22. 

Pasal yang terakhir dari Injil Yohanes, yaitu pasal 21, kita akan baca dari ayat delapan belas hingga ayat dua puluh dua. Sekarang, mari kita membacanya secara bersama-sama. Yohanes 21:18-22. Kita baca bersama-sama: 

 

Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki."

Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: "Ikutlah Aku." Ketika Petrus berpaling, ia melihat bahwa murid yang dikasihi Yesus sedang mengikuti mereka, yaitu murid yang pada waktu mereka sedang makan bersama duduk dekat Yesus dan yang berkata: "Tuhan, siapakah dia yang akan menyerahkan Engkau?"

Ketika Petrus melihat murid itu, ia berkata kepada Yesus: "Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini?"

Jawab Yesus: "Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku."

 

Dan gambaran terakhir yang anda miliki tentang Simon Petrus adalah dia mengikuti hingga mati dengan cara disalibkan. 

Injil Yohanes pasal dua puluh satu merupakan sebuah tambahan. Itu adalah sebuah apendiks. Injil Yohanes secara jelas mencapai klimaksnya dalam pasal dua puluh. Injil itu berhenti di sana. Injil itu ditutup dengan pengakuan yang luar biasa dari Tomas, yang berseru, “Ya Tuhanku dan Allahku!” Dan Yohanes kemudian menulis sebuah kalimat, “Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya. Tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.” Dan kalimat itu merupakan kalimat penutup bagi Injil ini.  

Lalu, apa yang terjadi dalam pasal selanjutnya, adalah seperti ini. Seperti yang anda tahu, Yohanes masih tetap hidup ketika Petrus telah mati martir. Simon Petrus mati martir sekitar tahnu 66 dan 67 A.D. Pada tahun 100 A.D. Rasul Yohanes masih tetap hidup dan tinggal di Efesus, dan dia juga menulis kitab Wahyu.

Ketiga Injil yang kita miliki yaitu Matius, Markus, Lukas, atau Injil Sinoptik, meninggalkan Petrus dalam cahaya yang suram. Dia menyangkal bahwa dia mengenal Tuhan, dan berdebat dengan seorang hamba perempuan yang berkata, “Engkau adalah salah seorang muridNya. Engkau berbicara sama seperti Dia,” dan Petrus menyangkal Tuhan, selanjutnya dia pergi dan menangis dengan pedihnya. Itu adalah cara kita meninggalkan Petrus dalam Injil Sinoptik.

Yohanes menulis sebuah penghormatan terhadap sahabat lamanya, setelah dia meninggal selama tiga puluh tahun lebih. Dan penghormatan terhadap Simon Petrus seperti yang anda ketahui terdapat di dalam pasal dua puluh satu ini. Dan kisahnya berlangsung seperti ini. Setelah Tuhan bangkit dari kematian, Dia menampakkan diri kepada murid-muridNya di Yerusalem dan meminta mereka untuk bertemu dengan Dia di sebuah gunung yang telah ditetapkan di Galilea.   

Saat itu, Simon Petrus dan murid-murid belum menerima sebuah amanat. Mereka tidak memiliki ide tentang masa depan, anugerah dan zaman gereja ini. Mereka kemudian pergi ke Galilea sambil menunggu waktu pertemuan dengan Tuhan. Dan sementara mereka di sana, di Galilea dan sedang menunggu saat pertemuan itu, Simon Petrus berkata kepada enam murid lainnya yang sedang bersama dengan dia. “Aku akan kembali ke pekerjaanku yang lama. Aku akan naik perahu. Aku akan kembali ke laut, aku akan kembali menangkap ikan, aku akan kembali ke dunia yang lama. Aku akan menggunakannya untuk istriku dan keluargaku.” Simon Petrus adalah seorang pemimpin alami, dan apa yang dia lakukan akan mereka ikuti. Jadi murid-murid yang berada di sana berkata, “Simon Petrus, kami akan ikut bersamamu.” Akhirnya mereka kembali ke danau, ke perahu yang lama, ke jala yang lama, ke danau yang lama, pekerjaan yang lama dan kehidupan yang lama. Mereka kembali sebagaimana mereka sebelumnya. 

Mereka berangkat lalu naik ke perahu, tetapi malam itu mereka tidak menangkap apa-apa.

Ketika hari mulai siang, Yesus berdiri di pantai; akan tetapi murid-murid itu tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus.

Kata Yesus kepada mereka: "Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk-pauk?" Jawab mereka: "Tidak ada."

Maka kata Yesus kepada mereka: "Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh." Lalu mereka menebarkannya dan mereka tidak dapat menariknya lagi karena banyaknya ikan.

Maka murid yang dikasihi Yesus itu berkata kepada Petrus: "Itu Tuhan." Ketika Petrus mendengar, bahwa itu adalah Tuhan, maka ia mengenakan pakaiannya, sebab ia tidak berpakaian, lalu terjun ke dalam danau.

Murid-murid yang lain datang dengan perahu karena mereka tidak jauh dari darat, hanya kira-kira dua ratus hasta saja dan mereka menghela jala yang penuh ikan itu.

Ketika mereka tiba di darat, mereka melihat api arang dan di atasnya ikan dan roti.

Kata Yesus kepada mereka: "Bawalah beberapa ikan, yang baru kamu tangkap itu."

Simon Petrus naik ke perahu lalu menghela jala itu ke darat, penuh ikan-ikan besar: seratus lima puluh tiga ekor banyaknya, dan sungguhpun sebanyak itu, jala itu tidak koyak.

Kata Yesus kepada mereka: "Marilah dan sarapanlah." Tidak ada di antara murid-murid itu yang berani bertanya kepada-Nya: "Siapakah Engkau?" Sebab mereka tahu, bahwa Ia adalah Tuhan.

Yesus maju ke depan, mengambil roti dan memberikannya kepada mereka, demikian juga ikan itu.

Itulah ketiga kalinya Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya sesudah Ia bangkit dari antara orang mati.

Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Beri makan anak  domba-domba-Ku—arnia-Ku."—bukan domba-dombaKu, tetapi anak-anak domba, domba-domba yang kecil.

Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."

Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku.”

Dan kemudian nubuatan tentang Petrus, “Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki."

Hal ini menjelaskan tentang dia, bagaimana dia akan mati dan memuliakam Allah. Bahwa Petrus akan mati dengan tangan yang direntangkan. Dia akan mati dengan disalibkan. Dia akan disalibkan. Dan sesudah Tuhan menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah, kemudian Tuhan berkata kepada Simon Petrus, “Ikutlah Aku.” Dan kalimat itu dalam bahasa Yunani memiliki makna yang sangat empatik. “Ikutlah Aku.”  

Dan Petrus mengikut Yesus untuk disalibkan dan mati, selanjutnya dia berpaling dan melihat bahwa Yesus juga mengikuti mereka. Dan dia berkata, “Tuhan engkau memintaku untuk mengikut Engkau sampai mati, bagaimana dengan Yohanes? Bagaimana dengan dia? Dan Tuhan menjawabnya, “Simon, jika Aku menghendaki bahwa dia tidak akan mati, bahwa dia tidak akan menderita, bahwa dia tidak akan pernah disalib, apa urusannya dengan engkau? Tetapi engkau; ikutlah Aku.” 

Kemudian Yohanes  menutup pasal tambahan ini dengan gambaran tentang kesetiaan Petrus yang mengikut Yesus untuk disalibkan dan mati. Betapa tulisan itu merupakan sebuah penghormatan dari seorang sahabat untuk sahabat yang lain! 

Itulah tema khotbah kita malam ini, “Mengikut Yesus Sampai Mati.” bagaimana mengasihi Yesus melampaui apa pun yang ada di dunia ini? Yang pertama dari semua adalah sebuah pengorbanan diri, ketundukan kepada Allah. Ada boleh memperhatikan kalimat ini baik-baik, “Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Ketika anda membaca tafsiran Alkitab, kebanyakan dari mereka secara praktikal akan berkata, “Tuhan bertanya kepada Simon Petrus, ‘Simon, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada murid-murid lain yang mengasihi Aku?”’ Bagaimana mungkin Simon dapat menjawab sebuah pertanyaan seperti itu dan mungkinkah Tuhan akan mengajukan sebuah pertanyaan seperti itu?

Akan tetapi, di dalam bahasa Yunani, hal itu tidak begitu ambigu bagi saya. Tuhan bertanya kepada Simon Petrus, “Simon anak Yohanes apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Dan dengan sebuah sapuan dari tanganNya, saya dapat melihat Tuhan sedang menujuk kepada seluruh ciptaan. Simon Petrus telah kembali kepada hidup yang lama, ke jala yang lama, ke perahu yang lama. Dia telah kembali ke jalan yang lama sebelum Tuhan memanggilnya. Dan sekarang, Tuhan memanggil dia untuk yang kedua kalinya, “Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada seluruh dunia ini dan yang ada di dalamnya? Simon, jika engkau sungguh-sungguh mengasihi Aku, Aku meminta kepadamu untuk berkorban, menyerahkan segala sesuatu dan ikutlah Aku.”

Untuk mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh, yang pertama adalah sebuah penyerahan yang total, sebuah pengorbanan yang penuh. Dan tidak ada seorang Kristen yang akan pernah dapat mengikuti Yesus tanpa mengetahui pengakuan terhadap kebenaran itu. Menjadi seorang Kristen dan untuk mengikut Tuhan serta mengasihi Tuhan secara total, yang pertama dari semuanya adalah sebuah pengorbanan, melepaskan segala sesuatu. Kadang-kadang itu bisa saja sebuah pengorbanan akan hal-hal kecil yang tidak bertalian di dalam pandangan kita, beberapa kebiasaan kecil, beberapa sikap yang sepele, beberapa kompromi kecil, tetapi hal itu dapat menghancurkan kesaksian kita kepada Tuhan.

Saya ingat di salah satu gereja yang pernah saya gembalakan, ada seorang pria yang memiliki sebuah toko permata yang sangat indah. Dan saya sedang mengunjungi toko itu. Dan di dalam tangannya dia memegang sebuah permata yang sangat besar. Dan saya takjub terhadap keindahan dan ukuran dari permata itu. Akan tetapi dia mengambilnya dan meletakkannya di atas etalase dan berkata, “Permata ini tidak bernilai. Ia tidak berharga.”

Saya berkata, “Apa?” Permata yang indah itu tidak berharga?” 

"Ya," katanya. “Ambillah. Dan amatilah.”

Saya mengambilnya dan mengamatinya. Permata itu memiliki bintik-bintik batu di dalamnya. Secara praktis, permata itu tidak bernilai.

Hal yang sama dengan kehidupan orang Kristen. Mereka memiliki noda yang gelap, titik-titik batu, noda-noda karbon yang ada di dalam mereka. Sesuatu yang lain, yang dapat menjadi sebuah kesaksian yang hebat bagi Tuhan dapat runtuh oleh perkara-perkara kecil. Dan kasih terhadap Yesus adalah dengan mengorbankan semua itu, melepaskan segalanya untuk Tuhan. Tetapi mungkin anda akan berkata, “Tetapi Pendeta, anda tidak mengerti. Semua ini tidak masalah bagi saya. Saya tidak disakiti oleh hal-hal kecil ini.” Mungkin tidak bagi anda. Tetapi hal itu akan mempengaruhi anda, mempengaruhi kesaksian kekristenan anda. Dan jika anda sungguh-sungguh mengasihi Yesus maka anda harus melepaskan semua itu. Ini adalah hal yang pertama untuk dapat mengikut Yesus sampai mati. Menyerahkan semuanya, mengorbankan segala sesuatu; meski kadang-kadang hal itu adalah hal-hal yang kelihatan kecil, yang tampaknya tidak berkaitan, dan kadang-kadang mungkin itu adalah hal-hal besar, yang dialami dalam pengalaman hidup manusia. Anda harus menyerahkan segala sesuatu itu, anda harus mengorbankan semuanya, demi Tuhan Yesus.

Yang kedua: Apa yang harus kita lakukan untuk mengikut Tuhan dan mengasihi Dia dengan sungguh-sungguh? Yang harus kita lakukan adalah menerima sebuah tanggung jawab. “Simon apakah engkau mengasihi Aku? Gembalakanlah domba-dombaKu. Rawatlah domba-dombaKu.” Selalu saja, dalam mengasihi Yesus dan mengikut Yesus adalah dengan menerima sebuah tanggung jawab. “Tetapi Pendeta, anda tidak mengerti lagi. Yang anda maksudkan adalah bahwa orang besar seperti saya harus menolong anak-anak kecil ini, domba-domba kecil ini?”

Apa masalahnya bagi seorang yang besar dalam mengasihi anak-anak kecil ini? Yesus melakukannya; Ia meletakkan tanganNya atas mereka dan memberkati mereka. Para ibu bersukacita dan memiliki hasrat yang dalam untuk membawa anak-anak mereka kepadaNya. Apa masalahnya dengan seorang pria yang menjadi pengawas dalam departemen nurseri? Apa masalahnya dengan seorang pria yang bekerja untuk anak-anak kecil kita? Itulah artinya mengasihi Yesus dengan sungguh-sungguh, untuk menerima sebuah tanggung jawab. Dan Yesus berkata, itulah hal pertama yang harus kita lakukan, dan dalam membangun sebuah jemaat, itu  merupakan hal yang pertama. Di dalam membangun sebuah sekolah minggu atau jenis pendidikan untuk anak-anak, kita harus melakukannya dengan anak-anak kecil ini.

Saya tidak pernah melihat seorang bayi yang datang sendirian ke gereja. Anda mendapatkan seorang bayi dan anda juga akan mendapatkan seorang ibu, seorang ayah, seorang kakek, seorang nenek, para bibi dan paman, dan saya tidak tahu berapa banyak orang yang berada di sekelilingnya. Jika anda memberikan perhatian terhadap anak kecil, maka anda juga akan memberikan perhatian bagi seluruh keluarganya di dalam firman Tuhan dan di dalam kehendak Allah. “Beri makan domba-dombaKu, rawatlah anak-anak kecil ini dan gembalakanlah domba-dombaKu.”

Kita semua memiliki karunia. Setiap orang dari kita memiliki sebuah karunia. Karunia saya mungkin sangat rendah. Mungkin sangat kecil dan tidak signifikan. Tetapi kita semua memiliki sebuah karunia. Kita semua dapat melakukan sesuatu. Mungkin hal yang dapat saya lakukan adalah membuka jendela. Mungkin saya hanya dapat membersihkan lantai. Mungkin hal yang bisa saya lakukan adalah berdiri di luar dan mengatur parkiran mobil. Kita semua dapat melakukan sesuatu.  Mungkin saya dapat berdiri di luar sana dan membuka pintu mobil untuk seorang ibu. Dan apa yang dapat kita lakukan, kita harus melakukannya. Itulah caranya membuat rumah Allah ini menjadi mulia.

Ada sebuah batu besar yang menjadi fondasi tempat ini yang tidak pernah dilihat orang. Ada paku-paku kecil di atas sana, di bagian atap yang mungkin tidak pernah dilihat oleh orang. Tetapi, tempat ini terdiri dari batu besar yang berada di bawah sana juga paku-paku kecil yang ada di bagian atas sana. Semuanya mengambil bagian untuk membangun struktur dari apa yang kita sebagai rumah Tuhan. Demikian juga dengan rumah Tuhan yang menjadi bait Kristus, yaitu jemaat. 

Kita semuanya memiliki peran untuk membuatnya. Dan jika kita sungguh-sungguh mengasihi Yesus maka kita akan bersukacita dalam melakukannya. “Apakah engkau mengasihi Aku.” “Beri makan domba-dombaKu.” “Rawatlah domba-dombaKu.” Dan hal itu kita wujudkan dengan menerima sebuah tanggung jawab.

Yang ketiga adalah sebuah kesetiaan sampai mati. Setia sampai mati. Mengasihi Yesus dengan sungguh-sungguh, mengikut Yesus, dibutuhkan kesetiaan sampai mati. “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kau kehendaki." Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah.  

Kita memuliakan Allah di dalam penyaliban. Kita memuliakan Allah di dalam penderitaan. Tidak ada cara lain bahwa seorang Kristen yang memuliakan Allah dengan cara yang luar biasa dan penuh kemenangan ada ketika dia mengalami sebuah penderitaan yang sangat dalam atau mengalami hati yang hancur. Saudara yang terkasih, setiap orang dapat bernyanyi ketika segala sesuatu berjalan dengan rencananya. Bahkan orang yang tidak percaya yang bahagia ketika dia memperoleh seisi dunia. Setiap orang memiliki kelegaan dan kegembiraan ketika segala sesuatu bersama dengan dia dan tentang dia serta di dalam dia, dan semuanya berjalan dengan baik. Segala sesuatu baik. Akan tetapi apa yang anda lakukan ketika hari-hari jahat itu datang? Apa yang akan anda lakukan ketika penderitaan dan masalah datang? Lalu, apakah anda akan bernyanyi? Lalu, apakah anda akan memuliakan Allah? Apakah anda akan melakukannya?   

Alkitab berkata bahwa kita harus tetap memuliakan Allah di dalam setiap persoalan kita didalam penderitaan kita dan di dalam penyaliban kita. “Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah.” Itu juga yang harus anda lakukan di dalam hari-hari yang jahat yang akan meningkatkan kualitas iman rohani anda. Dan itu juga merupakan kuasa dan pengaruh yang kuat dari anda terhadap dunia ini.  

Biarkan saya menunjukkannya kepada anda. Suatu kali Setan dan Tuhan Allah masuk ke dalam sebuah argumen atas seseorang yang berada di bumi.  Lalu bertanyalah Tuhan kepada Setan: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan."

Lalu jawab Setan kepada Tuhan: "Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah?

Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu.

Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu."

Maka firman Tuhan kepada Setan: "Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya, dan dia pasti tetap akan memuliakan namaKu."

Kemudian Setan pergi dari hadapan Tuhan dan dia mengambil segala sesuatu yang dimiliki oleh Ayub. Membakarnya dengan api, meniupnya dengan angin, dan menghancurkannya dengan kilat dari langit, bahkan membunuh anak-anaknya. Dan Ayub melihat kehancuran yang luas yang terbentang di hadapan matanya. Dan dia berkata, “Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah namaNya.”

Dan Tuhan berkata kepada Setan, “Lihat. Bukankah itu yang ingin Aku katakan? Dia melayaniKu bukan karena segala sesuatu yang dimilikinya. Dia tetap memuliakan Aku di dalam penderitaan yang hebat.”

Dan Setan menjawab, “Ya. Tetapi kulit ganti kulit. Dia tetap baik. Dia tetap kuat. Dia tetap sehat. Biarkan aku menyentuhnya dan dia akan mengutukiMu.”  “Oh,” kata Allah kepada Setan, “engkau pikir Ayub melayaniKu karena Aku tetap membuatnya sehat dan kuat?” 

"Ya," kata Setan, “Biarkan aku menyentuhnya maka pastilah ia akan mengutuki Engkau.”

Allah berkata kepada Setan, “Engkau pergilah dan sentuhlah dia, hanya sayangkan nyawanya.” Dan Setan turun ke bumi dan ditimpanya Ayub dengan barah busuk dari telapak kakinya sampai batu kepalanya. Lalu Ayub mengambil sekeping beling untuk menggaruk-garuk badannya. Anda tahu apa yang dia lakukan? Dia duduk dengan penderitaan yang dalam, dan dia berkata, “Sekalipun Dia membunuhku, aku akan tetap percaya kepadaNya.”

Itu adalah cara bagaimana kita memuliakam Allah. Anda tidak memuliakan Allah ketika anda sedang menyanyikan lagu dan segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana anda. Anda tidak memuliakan Allah ketika seluruh dunia menjadi milik anda demikian juga dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya. Anda memuliakan Allah ketika anda memuji namanya dan hati anda sedang hancur; ketika anda memuji nama Allah dan anda sedang terluka, bahkan hingga merasuk ke dalam tulang anda. Anda sedang berada dalam tekanan. Anda sedang sakit. Anda sedang lemah, tetapi tetap memuji namanya. Terpujilah namaNya! Memuliakan Allah di dalam penderitaan dan kematian. 

Saudara yang terkasih, saya membayangkan hal yang paling nyata di dalam dunia adalah sebuah kalimat kecil yang ada dalah kisah pemenjaraan Paulus dan Silas. Di situ disebutkan setelah berkali-kali mereka didera, mereka dilemparkan ke dalam penjara. Kepala penjara diperintahkan untuk menjaga mereka dengan sungguh-sungguh. Sesuai dengan perintah itu, kepala penjara memasukkan mereka ke ruang penjara yang paling tengah dan membelenggu kaki mereka dalam pasungan yang kuat. Dan pada tengah malam, dengan punggung yang masih berdarah, Alkitab berkata, “Mereka berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah,” dan “Dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka.” Tidak masalah sekalipun orang hukuman lainnya mendengar mereka. Saya juga akan mendengarkannnya. Setelah didera, dipenjarakan dan dibelenggu, dan pada tengah malam dengan punggung yang masih berdarah, menyanyikan pujian kepada Allah—itulah makna terdalam dalam memuliakan Allah. Di dalam kesukaran kita, dalam pencobaan kita, kita tetap mengikut Yesus dengan setia, mengasihi Dia dengan sunguh-sungguh. 

Dan yang terakhir. Tidak hanya berkorban dan menyerahkan segala sesuatu, sebagai yang pertama. Tidak hanya menerima sebuah tanggung jawab sebagai yang kedua. Tidak hanya sebuah kesetiaan di dalam kesukaran dan kesetiaan sampai mati sebagai yang ketiga. Tetapi juga dan  sebagai hal yang terakhir adalah menjadi seorang pribadi yang dapat dimintai pertanggung jawaban. 

 “Ketika Petrus berpaling, ia melihat bahwa murid yang dikasihi Yesus sedang mengikuti mereka, yaitu murid yang pada waktu mereka sedang makan bersama duduk dekat Yesus dan yang berkata: "Tuhan, siapakah dia yang akan menyerahkan Engkau?" Ketika Petrus melihat murid itu, ia berkata kepada Yesus: "Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini?" Jawab Yesus: "Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku." Mengikut Yesus, mengasihi Yesus dengan sungguh-sungguh, setia, mengikut Dia sampai mati, dan yang terakhir adalah menjadi seorang pribadi yang dapat diminta pertanggung-jawabannya.

Ada masa ketika di dalam sebuah keputusan yang saya buat, saya membawa seluruh jemaat kedalam kerahasiaan. Ada masa di dalam sebuah keputusan yang saya buat, saya akan membawa para diaken kedalam kerahasiaan. Ada masa di dalam sebuah keputusan yang saya buat, saya membawa lingkaran keluarga kedalam kerahasiaan. Ada masa ketika jiwa saya sendirian dan telanjang di hadapan Allah. Dan keputusan yang dibuat hanya di hadapan Allah sendiri; sebuah tanggung-jawab pribadi, sesuatu antara saya dengan Allah; sebuah komitmen pribadi dan sebuah keputusan pribadi. 

Saya berharap, saya dapat berbagi tentang hal ini kepada anda. Di dalam tahun-tahun yang telah berlalu, seorang sekretaris keuangan, seorang administrator dari sebuah Institusi dari kota Dallas ini, dan dia juga jemaat dari gereja ini datang kepada saya. Dan dia berkata, “Pendeta, Allah telah memanggil saya untuk menjadi pengkhotbah. Dan saya harus pensiun dari tempat saya bekerja dan mengikuti panggilan Tuhan.”

Saya berkata kepadanya, “Dengarkan saya, sebaiknya anda melupakan hal itu. lupakan saja 

Saya berkata, “Yang paling pertama, anda terbiasa dengtan kehidupan yang mewah, dan kehidupan seorang pelayan hampir sebagian besarnya penuh dengan kekurangan. Seorang pelayan memiliki gaji terendah dari semua pekerjaan di Amerika dan seringkali menghadapi masa-masa yang sulit. Anda adalah seorang kepala dari sebuah perusahaan dan institusi yang besar, dan anda memiliki gaji yang luar biasa, dan anda sudah terbiasa dengan semua hal itu. Dan lagi, anda telah menikah dengan seorang gadis yang memiliki kedudukan, seorang gadis yang berasal dari keluarga yang terpandang, dan dia tidak akan terbiasa dengan kehidupan anda sebagai seorang pelayan yang masih muda yang harus bekerja keras, di dalam sebuah tempat yang baru. Sekarang, kembalilah ke pekerjaan anda dan lupakanlah hal itu.”

Dan dia berkata, “Baiklah.”

Kemudian dia kembali ke tempatnya yang semua. Dan setelah dua atau tiga bulan, dia kembali datang kepada saya. Dan dia berkata, “Allah telah memanggil saya untuk menjadi seorang pengkhotbah. Dan saya tidak dapat lari dari panggilan itu. Saya tidak bahagia. Saya merasa tersiksa. Allah menginginkan saya untuk menjadi seorang pengkhotbah.”

Saya berbicara lagi kepadanya. Saya berkata, “Sebaiknya anda melupkannya. Saya sudah menjelaskan tentang hal itu sebelumnya kepada anda.”  Dan saya berkata lagi, “Sekarang lebih baik anda kembali rumah dan pekerjaan anda.” Dan setelah dua atau tiga bulan, dia kembali lagi kepada saya.

Dia berkata, ‘Saya sudah berhenti dari pekerjaan saya dan saya memberikan hidup saya untuk menjadi seorang pengkhotbah dan saya akan pergi ke seminari sebagai persiapan bagi pelayanan saya.”

Saya berkata, “Semoga Allah menolong anda. Saya tahu bahwa itu adalah keputusan yang paling berat yang pernah anda lakukan dalam hidup anda. Tetapi semoga Allah menolong anda.”

Kemudian, dia berhenti dari pekerjaannya, dan masuk seminari. Dan setelah berada di seminari selama beberapa bulan, pada larut malam, ada seorang yang mengetuk pintu rumah kami. Dan saya membuka pintu dan melihat dia berdiri di sana. Dan dia berkata, “Maukah anda keluar sebentar dan duduk bersama dengan saya di dalam mobil?” Kemudian saya keluar dan duduk di mobil bersama dengan dia. 

Dan dia berkata, “Pendeta, saya mengalami hal yang paling menyedihkan yang ingin saya sampaikan kepada anda.” Dia berkata, “Istri saya telah memanggil saya dan berkata, ‘Suamiku, aku tidak akan menjadi istri seorang pendeta. Sekarang kamu pergilah dan ciumlah bayi kita yang ada di buaian itu. Dan kamu boleh mencium kedua anak kita yang lainnya dan ucapkan selamat tinggal. Karena ketika engkau tiba di rumah besok sepulang dari sekolah, aku akan membawa mereka bersamaku ke rumah ibuku. Aku akan berhenti melarangmu dan aku tidak akan menjadi istri seorang pendeta.”’ Dan melanjutkan ceritanya, “Ketika saya pulang dari kelas saya pada sore ini, istri saya telah pergi. Bayi saya juga pergi beserta dengan kedua anak perempuan saya.”

Saya berkata, “Bukankah saya sudah menyampaikan hal itu kepada anda? bukankah saya sudah menyampaikan bahwa anda tidak dapat menjadi seorang pengkhotbah? Bahwa istri anda tidak akan mau menjali kehidupan seperti itu? Bukankah saya sudah berkata bahwa anda harus tetap mempertahankan posisi anda? Dan melupakan niat anda untuk menjadi seorang pengkhotbah? Bukankah saya sudah menyampaikan hal itu kepada anda?”

Dia menjawab, “Ya. Saya tahu.”

Kemudian saya berkata lagi, “Baiklah. Sekarang anda boleh masuk ke dalam rumah saya dan anda boleh menelpon ke rumah ibunya. Dan berbicaralah dengan istri anda. Dan anda beritahukan kepadanya, bahwa anda akan melupakan ide anda untuk menjadi seorang pengkhotbah. Dan anda akan kembali ke pekerjaan anda yang lama. Dan anda minta kepadanya untuk datang dan membawa anak-anak itu serta kembali lagi memulai hidup anda berdua.”

Dia berkata, “Tidak. Tidak. Allah telah memanggil saya untuk berkhotbah.”

Saya berkata, “Baiklah, bagaimana anda akan menjadi seorang pengkhotbah? Bagaimana anda menjadi seorang gembala jemaat? Siapakah yang akan memanggil seseorang yang anaknya menjadi yatim dan istrinya telah menceraikan dia? Siapakah yang akan memanggil seseorang seperti itu untuk mengembalakan jemaat?”

Dia berkata, “Mungkin Allah tidak menginginkan saya untuk menjadi seorang gembala jemaat?”

Lalu, saya berkata lagi, “Apa yang akan anda lakukan?”

Dia menjawab, “Saya akan berkhotbah di sudut-sudut jalan. Saya akan berkhotbah di penjara. Saya akan berkhotbah di sekolah-sekolah wilayah. Dan saya akan berkhotbah di jalanan. Saya akan berkhotbah di mana saja, setiap saat, jika ada seseorang yang mau mendengar saya.”

Saya berkata, “Apakah anda bermaksud untuk memberitahukan saya bahwa tanpa seseorang yang akan memanggil anda, tanpa sebuah harapan dari sebuah gereja, tanpa segala sesuatu anda akan tetap menjadi seorang pengkhotbah dan kehilangan istri dan anak-anak anda?”

Dia berkata, “Ya. Allah telah memanggil saya. Dan saya akan menjadi seorang pengkhotbah.”

Akhirnya saya berkata, “Baiklah, mari kita berdoa.” Dan saya berdoa untuknya, dan melihat dia mengemudi dan kembali ke seminar. Itu adalah salah satu hal yang paling menyedihkan yang pernah saya alami dalam hidup saya, melihat orang muda itu berlalu. Kembali ke seminari untuk berkhotbah di jalanan karena dia merasa bahwa Allah telah memanggilnya.  

Setelah beberapa bulan berlalu, ketika malam sudah larut, dia kembali berdiri di depan pintu. Dia berkata, “Pendeta, maukah anda keluar dan duduk bersama dengan saya di dalam mobil?”

Saya berkata, “Oh, tentu saya, saya senang untuk berbicara dengan anda.” Kemudian saya keluar dan duduk bersama dengan dia di dalam mobil.”

Dan dia berkata, “Pendeta, saya telah menerima panggilan telepon dari istri saya yang tinggal di rumah ibunya. Dan inilah yang dia sampaikan, ‘Suamiku, aku pikir bahwa aku sedang mengalami sakit yang serius. Aku pikir bahwa aku telah kehilangan pikiran dan perspektif dalam hidupku. Dan akhirnya aku menemukan diriku sendiri. Dan aku telah menemukan kehendak Allah. Aku telah menemukan hatiku, dan bolehkah aku kembali dan membawa ketiga anak kita beserta denganku? Dan aku akan menjadi penolongmu dan rekanmu ketika engkau belajar untuk menjadi pelayan dan belajar untuk menjadi pengkhotbah injil? Bolehlah aku kembali?”’ 

Dan dia berkata kepada saya, “Oh, sangat menyenangkan, mari silahkan datang sayang.”

Dan dia berkata, “Besok istri saya akan kembali ke apartemen kami yang kecil beserta dengan ketiga orang anak kami dan kami akan menyelesaikan pekerjaan itu bersama-sama sebagaimana saya mempersiapkan diri untuk menjadi seorang pelayan injil.”

Kemudian dia menyelesaikan pekerjaannya dan memperoleh kelulusannya di seminari. Dan pada suatu hari di salah satu Pertemuan Umum Baptis di Texas, saya bertemu kembali dengannya beserta dengan istrinya yang berada di sampingnya.

Dan saya berkata, “Apa kabar? Bagaimana dengan pelayanan anda? Dan dimana anda tinggal?”

Dan dia berkata, “Saya adalah pendeta di sebuah kota yang ada di Texas Barat. Dan Allah memberkati pelayanan itu dengan luar biasa.”

Itu adalah sebuah tanggung-jawab pribadi. Ada sesuatu hal antara anda dan Allah  yang tidak dapat dielakkan. Anda harus melahirkannya sendiri dan tidak ada yang meahirkannya untuk anda. Anda harus menerima Kristus bagi diri anda sendiri. Tidak ada yang dapat melakukannya untuk anda. Suatu hari anda akan mati. Dan tidak ada yang dapat menggantikannya. Dan suatu hari anda akan dihakimi. Dan tidak ada yang dapat menggantikannya.

Dan ada sebuah keputusan besar di hadapan Allah yang harus anda buat bagi diri anda sendiri; yaitu, apakah kehendak Allah bagi diri anda? Jika ayah dan ibu saya bahagia atas hal itu, sungguh sangat mulia! Syukur kepada Tuhan! Jika mereka tidak bahagia, saya harus tetap mengikuti keputusan itu. Jika istri saya bahagia terhadap hal itu, terpujilah nama Allah! Jika tidak, saya harus tetap mengikutinya. Jika setiap sahabat yang saya kenal menentangnya, tetapi jika itu adalah panggilan Allah bagi saya, saya harus tetap berkomitmen sampai mati. Itulah artinya mengasihi Allah dengan sungguh-sungguh. “Ikutlah Aku sampai mati.”

Dan itu adalah seruan Allah bagi jiwa dan hati anda pada malam ini. Apakah Allah berbicara? Katakanlah, “Ini saya Tuhan, dan saya mendengar.” “Apakah Allah memanggil?” Katakanlah, “Ini saya Tuhan. Saya menjawab dengan seluruh hidup saya.” Apakah Dia berkata: “Inilan jalannya. Berjalanlah di dalamnya.” Katakanlah, “Tuhan, inilah saya, saya akan berjalan di dalamnya, mengakui Engkau sebagai Juruselamat saya; saya akan dibaptis sesuai dengan firmanNya; saya akan menjadi anggota jemaat; saya akan menerima tanggung-jawab, suatu tugas yang telah diberikan Allah kepada saya. Ya Tuhan, saya mau dan mengikut engkau sampai tua, sampai mati dan sampai selama-lamanya, Aku mau ya Tuhan.”

Mengikut Yesus keputusanku,

Ku ‘tak ingkar, ku ‘tak ingkar

Salib di depan, dunia di belakang

Ku ‘tak ingkar, ku ‘tak ingkar.

Maukah anda? Jika anda mau, marilah maju ke depan dan berdiri di samping saya. Turunlah dari atas balkon itu, dan bagi anda yang berada di lantai bawah, nari dan telusurilah salah satu lorong bangku ini. Sebagaimana Allah membuat seruan di dalam hati anda dan jiwa anda, lakukanlah sekarang. Buatlah keputusan itu sekarang dan majulah ke depan. Ketika kita berdiri dan menyanyikan lagu permohonan kita, pada baris yang pertama, katakanlah, “Inilah saya pendeta. Saya segera datang.” Mari, datanglah.

 

Alih bahasa: Wisma Pandia, ThM