ECCE HOMO

(ECCE HOMO)

Dr. W. A. Criswell

Yohanes 19:5

01-29-89

 

Ini adalah Gereja First Baptist Dallas. Dan saya adalah pendeta yang sedang menyampaikan khotbah yang berjudul: Ecce Homo (Kata Latin untuk “Lihatlah Orang itu”). Di dalam seri khotbah kita melalui Injil Yohanes, kita telah sampai pada saat-saat terakhir dalam hidupNya. Dan di dalam pasal sembilan belas, dimulai dari ayat pertama, kita membaca: “Lalu Pilatus (wali negeri Roma, gubernur propinsi Yudea) mengambil Yesus dan menyuruh orang menyesah Dia.”

            Itu adalah persiapan untuk penyalibanNya. Dan saya telah membaca di dalam sejarah Roma bahwa seringkali seorang tahanan mati di bawah sesahan yang berat itu. Pilatus mengambil Yesus dan menyuruh orang menyesah Dia, kemudian menyerahkanNya kepada prajurit yang “menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepalaNya dan mereka memakaikan Dia jubah ungu.”

Dan sambil maju ke depan mereka berkata: "Salam, hai raja orang Yahudi!" Lalu mereka menampar muka-Nya.

Pilatus keluar lagi dan berkata kepada mereka: "Lihatlah, aku membawa Dia ke luar kepada kamu, supaya kamu tahu, bahwa aku tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya." (Empat kali Pilatus mengakui bahwa: “Aku tidak mendapati kesalahan apapun padaNya.”)

Lalu Yesus keluar, bermahkota duri dan berjubah ungu. Maka kata Pilatus kepada mereka: "Idou ho anthropos  (Di dalam bahasa Latin Vulgata: Ecce Homo.  Di dalam bahasa kita: “Lihatlah manusia itu!")

 

Pemandangan itu telah ditangkap imajinasi dari para artis terkemuka di dunia. Dan di dalam seluruh kekristenan anda akan menemukan lukisan-lukisan yang luar biasa itu—sebuah ecce homo Yesus berdiri di sana, dimahkotai dengan mahkota duri dengan sebuah jubah ungu dan sebuah buluh untuk sebuah tongkat di dalam tanganNya. Itu adalah tujuan Pilatus: Pilatus melihat dia dalam kejahatan politik dan berusaha untuk menghubungkannya kepadaNya. Tetapi—setelah lemah dan bimbang—akhirnya menyerahkan Dia kepada prajurit Roma untuk disalibkan, setelah mereka menyesahnya.

Lalu, setelah Pilatus menyesah Dia, menyerahkanNya kepada prajurit-prajurit Roma, mereka melihat sebuah kesempatan, di dalam kekasaran mereka, mereka melontarkan humor klasik untuk membuat lelucon terhadap bangsa yang Dia miliki dan untuk menunjukkan kebencian mereka terhadap Yudea. Kemudian mereka berkata kepadaNya: “Engkau seorang Raja. Baiklah, seorang Raja pasti memiliki sebuah mahkota.” Lalu mereka menganyam sebuah duri dan mengenakannya di kepalaNya. “Dan seorang raja pasti memiliki sebuah jubah:” entah dari mana mereka mendapatkannya, sebuah jubah ungu yang lapuk dan telah dimakan ngengat. Dan mereka memakaikannya kepadaNya. “Seorang raja pasti memiliki sebuah tongkat kekuasaan.” Lalu mereka tongkat dan menempatkannya di tanganNya. Dan di dalam sikap yang mencemooh dan menghina, mereka berlutut dan berkata: “Salam hai, Raja orang Yahudi.”

            Pada saat itu, Pilatus tiba-tiba lewat dan melihat sosok yang tidak berdosa itu, berlumur darah, dimahkotai dengan duri, dan gelisah. Dan dia berpikir dia melihat di dalam sosok yang tidak bersalah itu sebuah kesempatan untuk mendapatkan respon belas kasihan dari orang banyak yang haus darah itu. Lalu, Pilatus membawa Dia keluar dan memperlihatkanNyan kepada orang banyak itu, yang berteriak untuk menuntut darahNya. Dan menunjuk Dia, sosok yang gelisah itu—anda membaca tentang hal itu di dalam Yesaya pasal lima puluh tiga—Pilatus menunjuk Dia dan membuat seruan itu : “Idou ho anthropos,” “Ecce Homo,” “Lihatlah Orang itu!”

Ketika saya melakukannya—melihat Dia, memandang Dia—saya membayangkan Tuhan di dalam kemuliaan sebelum dunia diciptakan. Yohanes 1:3 berkata: “Segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang dijadikan.” Seluruh ciptaan—pekerjaan dari tangan Allah Yang Mahakuasa!  

            Saya membayangkan penjelasan yang luar biasa itu di dalam Kolose pasal satu:

Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung yang lebih utama dari segala ciptaan.... Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia (sunesteken).” 

Dan saya membayangkan Ibrani pasal pertama ayat keenam, nabi-nabi zaman dahulu berkata: “Semua malaikat Allah harus menyembah Dia.” Saya membayangkan kehidupanNya yang mulia sebelum dunia diciptakan: dan sekarang lihatlah ke arah Dia,  “Ecce Homo,” “idou ho anthropos.”

Paulus menggambarkannya di dalam Filipi pasal dua: “ Dia yang dalam morphe Allah (apapun morphe Allah itu).”

Dia yang dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia: Dan dalam keadaanNya sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

 

Kontras yang membingungkan dari imajinasi manusia: Allah pencipta dari alam semesta ini, yang dihadapanNya seluruh malaikat bersujud dan menyembah; dan sekarang—Ecce Homo—lihatlah Dia. 

Saya membayangkan kembali—sebagaimana saya melihat Tuhan—saya membayangkan natal yang pertama, palungan di Betlehem; dan di atasnya, sekumpulan paduan suara sorgawi, para malaikat bernyanyi. (Ketika masa Natal datang di dalam gereja kita ini, kita memenuhi ruangan ini dengan musik yang paling indah di dunia, memuji Allah atas inkarnasi, kedatanganNya ke dalam dunia ini.) Dan saya membayangkan tentang penyembahan para gembala; dan kemudian kedatangan orang Majus, orang-otrang bijaksana deang persembahan-persembahan mereka; dan sekarang “Ecce Homo” (“Lihatlah Orang itu”): karunia Allah yang membuat kita di Betlehem kita dituntun kembali dan menunjuk sebuah tombak Roma. Kontasnya sangat luar biasa. 

            Saya membayangkan kembali tentang Tuhan kita di dalam masa-masa pelayananNya yang indah. “Tidak ada orang yang pernah berbicara seperti orang itu,” kata orang-orang yang mendengar Dia. Kata-katanya tentang kasih dan damai sejahtera dan belas kasihan, tidak ada dalam seluruh literature yang sama seperti perkataan Tuhan Yesus. Dan sekarang: “Lihatlah Dia!” Perkataannya tenggelam di dalam teriakan orang banyak yang haus darah. Dan akhirnya, mulutNya bungkam di dalam kematian: “Ecce Homo” (“Lihatlah Orang itu”). 

            Apakah ada orang lain yang lebih mengesankan di dalam hatiNya, di hadapan rasa sakit umat manusia, seperti Orang itu? Ketika anak seorang bangsawan dari Kapernaum terbaring sakit dan hampir mati, dia mencari Yesus. Ketika saudari-saudari Lazarus meratap atas saudara mereka yang telah meninggal, mereka pergi dan memberitahukan Yesus. Di sana sedu sedan atau air mata atau tangisan yang jatuh ke dalam hati Juruselamat kita yang mulia.

            Dan saya dapat membayangkan seorang buta yang berdiri di kaki salib pada hari itu; dan matanya telah disembuhkan oleh belas kasihan Juruselamat. Dan dia melihat dan mata Tuhan sekarang telah tertutup dalam kematian. Saya dapat membayangkan seorang penderita kusta yang telah disembuhkan Tuhan. Dan dia berdiri di bawah kaki salib dan memandang Tuhan disalibkan sebagai seorang penjahat yang najis. Saya dapat membayangkan seorang Lazarus, orang yang telah dibangkitkan Tuhan dari kematian, berdiri di bawah kaki salib pada hari itu—dan melihat cahaya Tuhan redup. Dan saya dapat membayangkan seseorang yang telah sakit parah dan disembuhkan. Dan di atasnya Tuhan telah meletakkan tangan kesembuhan. Dan dia berdiri di sana dan sekarang melihat Yesus, dan tangan yang telah menyembuhkan itu dipakukan ke salib.  Ecce Homo, Idou ho anthropos,  “Lihatlah Orang itu!” 

            Pliatus melihatNya! Empat kali di dalam bagian ini mengakui: “Sebab aku tidak mendapati kesalahan apa pun padaNya.” Akhirnya dia membasuh tangannya dan berkata: “Aku tidak bersalah terhadap darah Orang ini.” Pilatus melihatNya dan melihat seseorang yang tidak berdosa, pelayan Allah yang sederhana.

Bahkan imam-imam, dan ahli-ahli Taurat, serta orang-orang Farisi, yang berseru di hadapan salib untuk darahNya—dan bagian selanjutnya, di dalam Kitab Kisah Rasul, sekarang mereka berteriak—apa? “Biarlah darahNya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!” Dicerai-beraikan hingga ujung bumi.

Dan supaya sesuai dengan nubuatan Allah—prajurit-prajurit yang berdiri di sana  memandangNya, di dalam humor mereka yang kasar, membagi-bagikan pakaianNya di antara mereka; tetapi jubahNya tidak memiliki kelim dan mereka membuang undi supaya siapakah yang akan memilikinya. Dan ibunya berdiri di sana dan melihatNya. Pasal sembilan belas dari Injil Yohanes ini: “Dan di dekat salib itu berdiri ibu Yesus…” Dan Yesus melihat ibuNya dengan penuh belas kasihan dan berkata kepada Yohanes: “(Yohanes), inilah ibumu!” Dan kepada ibuNya: “(Ibu) inilah anakmu!” Dan Yohanes menulis: “Dan sejak saat itu, Yohanes menerima dia di dalam rumahnya (dan merawatnya).”

Ecce Homo, idou ho anthropos: Dan Allah melihatNya—membuatNya menjadi dosa karena kita, Dia yang tidak mengenal dosa. Dan, ketika Allah melihat AnakNya yang tunggal, Dia memalingkan wajahNya. Dan matahari yang ada di langit menjadi gelap. Kegelapan menyelimuti seluruh bumi. Dan bumi sendiri gemetar dan berguncang. Dan batu-batu hancur.  

            Ecce Homo, idou ho anthropos:  Dan saya berdiri di sana dan melihat Tuhan saya yang tersalib. Dan ketika saya melakukannya, tiga hal yang menekan hati saya—melihat Tuhan Yesus saya yang tersalib, dan saya sedang berdiri di bawah kaki salib: yang pertama, saya merasakan di dalam hati saya sebuah panggilan untuk pengakuan dan pertobatan. Dosa-dosa sayalah yang membuat mahkota duri dikenakan pada keningNya. Dosa-dosa sayalah yang memakukan tanganNya ke salib. Saya yang melakukannya. Senadainya tidak ada anda di bumi ini, seandainya tidak ada jiwa lain di bumi ini, Dia akan mati bagi saya. Oh, Allah! Bagaimanakah saya dapat kembali menjadi orang yang sama setelah saya melihat Tuhan saya di atas salib?

            Saudara yang terkasih, sutu ketika saya memiliki seorang diaken yang menikah dengan wanita Kristen yang paling manis yang pernah anda kenal. Dan dia adalah guru Sekolah Minggu yang luar biasa. Saya mengunjungi dia pada suatu hari. Dan saya bertanya kepadanya: “Apakah yang membuat anda memberikan hati anda kepada Tuhan dan memberikan hidup anda untuk mengajar firman Allah—hanya seorang awam yang luar biasa di dalam gereja?”

Kemudian dia berkata kepada saya: “Pendeta, tidak selalu seperti itu. Ketika saya masih muda, saya adalah seorang pemabuk; seorang yang suka mengutuk dan saya membenci Allah, saya membenci Alkitab, dan saya membenci gereja dan saya membenci umat Allah. Saya membenci semua itu! Tetapi di dalam pemeliharaan Allah, saya menikah dengan gadis Kristen yang sangat manis, istri saya.”

Dia berkata kepada saya: “Pada suatu malam, di tempat tidur, dia duduk di sana sedang membaca Alkitab.” Dia berkata: “Hal itu membuat saya marah!” Dia memberitahukan saya: “Saya merampas Kitab itu dari tangannya dan dengan semua kekuatan yang saya miliki, saya melemparkannya ke bawah kakinya.” 

            Dan ketika dia melemparkannya dengan segenap kekuatannya, Alkitab itu rusak di bagian tepinya dan terbelah. Dan lembarannya berhamburan di atas lantai di sekitar istrinya. Dan ketika istrinya turun dan melihat kitab yang penuh berkat itu rusak dan bertebaran di lantai, dia berlutut dan mengumpulkan lembaran-lembarannya; dan mulai menangis. Pria itu berkata kepada saya: “Saya mengutuk dan menyumpah, dan saya berjalan keluar dari ruangan itu, keluar dari rumah pada malam hari.”

            Dan dia berkata: “Pendeta, saya tidak dapat menggambarkannya. Ketika saya berjalan keluar pada malam itu, di bawah bintang-bintang, pandangan yang indah dari istri saya yang berlutut, mengumpulkan lembaran-lembaran Firman Allah,” katanya, “hal itu membakar pikiran saya.” Dan dia berkata: “Ketika saya berjalan di malam itu, saya mengangkat tangan saya kepada Allah dan berkata: “Oh, Tuhan Allah, mengapa saya ini? Tolong Tuhan, ampunilah saya!”’ 

            Dan dia berkata: “Saya memiliki sebuah pengalaman pertobatan yang luar biasa. Allah datang ke dalam hati saya.” Dan dia berkata: “Saya berpaling dan berjalan pulang ke rumah, dan masuk ke dalam ruangan kamar. Dan saya berlutut di bawah kaki istri saya. Dan mengakui iman saya kepada Allah, dan meminta maaf kepada istri saya—bahwa Allah telah mengampuni saya! Dan sejak saat itu hingga sekarang, saya telah menjadi pengikut dan seorang pengajar bagi Tuhan.”

            Itulah maknanya, “sebuah pandangan” terhadap Tuhan Yesus, akan menimbulkan sesuatu ke dalam hati manusia—jika dia melihat Tuhan. Hanya melihat Dia! Semuanya itu dilakukan oleh Allah, supaya kita beroleh selamat. Ecce Homo, idou ho anthropos, “Lihatlah Tuhan kita!” 

            Hal yang kedua: Tidak hanya sebuah panggilan pengakuan dan pertobatan, tetapi sebuah pelayanan untuk melakukan sesuatu terhadap Dia. Saya pikir kita semua mengenal Count Zinzerdof—Orang Moravia yang memulai pelayanan penginjilan ke seluruh dunia yang menjangkau setiap daratan di dunia ini—Count Zinzerdof, seorang bangsawan. Apa yang terjadi adalah, dia sedang berada di galeri Düsseldorf, Jerman, dan di sana dia melihat salah satu lukisan  “Ecce Homos.”  (saya memiliki satu, sebuah lukisan “Ecce Homo” yang berada di sebelah kiri ruang belajar saya. Saya telah melihatnya ribuan kali.)

            Dia berada galeri Düsseldorf, dan sedang melihat lukisan “Ecce Homos.”  Dan di bawahnya terdapat kata-kata yang tertulis dalam bahasa Latin: “Hoc feci pro te; quid facis pro me?  (“Ini yang telah Kulakukan untukmu. Apa yang telah engkau lakukan untukKu?”) Dan itu adalah permulaan pergerakan misi Moravia: dedikasi dari Count Zinzerdof ketika dia melihat “Ecce Homo,” itu. Saya merasakan hal yang sama!  

            Tuhan, Tuhan, untuk semua yang telah Engkau lakukan untukku, untuk semua yang Engkau maksudkan bagiku—oh, Juruselamat yang mulia—apa yang dapat aku lakukan untukMu? Seandainya dengan anugerah Allah, aku dapat belajar keras dan mempersiapkan sebuah khotbah. Dan seandainya aku dapat melayani orang-orang yang patah hati ini—minggu lalu, saya memiliki tiga ibadah pemakaman—seandainya aku dapat melakukan sesuatu, Tuhan, bagimu, inilah tanganku dan kakiku. Mereka adalah milikMu Tuhan. Mereka adalah kepunyaanMu.

           Yang ketiga: ketika saya melihat ke arah Tuhan Yesus, tidak hanya panggilan untuk pengakuan dan pertobatan; dan bukan hanya panggilan untuk sebuah dedikasi pelayanan—apa yang dapat saya lakukan—sebuah panggilan untuk peringatan dan persekutuan. Anda tahu, saat ini dan sepanjang jutaan hari Tuhan, orang-orang Kristen yang saleh datang ke altar, untuk berlutut. Secara praktikal dari persekutuan yang besar dari iman Kristen melakukan hal ini: mereka datang ke altar untuk berlutut dan di sana mereka menerima dari tangan seorang pelayan Kristen, sebuah roti yang dipecahkan dan sebuah cawan merah. 

            Dan ketika saya membayangkan hal itu—saya telah melihat hal itu seperti yang anda lakukan di seluruh dunia ini—anggota persekutuan yang saleh datang ke depan altar, berlutut dan mengambil bagian di dalam ibadah komuni itu. Pernahkah anda membayangkan? Pernahkah anda berhenti? Dia tidak berkata: “Ini adalah firmanKu yang luar biasa; ingatlah mereka.” “Perkataan yang tidak pernah disampaikan oleh orang lain.” Pesan yang bahkan tidak dapat dijarkan oleh malaikat; wahyu dari sorga yang bermaksud untuk menyelamatkan jiwa kita. Dia tidak pernah mengatakan hal itu. Dia tidak pernah merujuk kepada perkataan-perkataan yang luar biasa itu.”

Dia juga tidak berkata: “Perbuatlah ini sebagai peringatan akan pekerjaan-pekerjaanKu yang luar biasa.” Hal ini tidak pernah terlihat di Israel: Dia dapat membangkitkan orang mati, mencelikkan mata orang buta, menyembuhkan orang sakit kusta. Dia tidak pernah merujuk kepada hal itu.

Lalu, apa yang Dia sampaikan? Inilah yang Dia sampaikan:

Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku. Roti yang dipecah-pecahkan ini akan membawa kembali ke dalam hatimu tubuhKu yang dipecah-pecahkan. Dan ini adalah hasil anggur yang diperas yang akan membawa ke dalam hatimu peringatan akan darah penebusanKu di atas salib. Perbuatlah hal ini menjadi peringatan akan Aku.

 

Karena saya tidak dapat memikirkan sebuah cara sehingga kita semua dapat datang ke depan—di dalam jemaat yang luas ini—untuk berlutut di depan altar dan menerima elemen Perjamuan Tuhan, apa yang saya lakukan adalah, saya meletakkan tempat berlutut di setiap bangku gereja ini. Dan ketika kita melaksanakan ordinasi yang kudus itu, kita berlutut dan bernyanyi:

 

Mari kita memecahkan roti bersama-sama di atas lutut kita,

Mari kita memecahkan roti bersama-sama di atas lutut kita;

Ketika aku berjimpuh di atas lututku, dengan wajahku menghadap takhta anugrah,

                        Oh Tuhan, bermurah hatilah terhadapku.

 

[Yohanes berkata: “Dan aku melihat sebuah takhta…seekor Anak Domba yang telah disembelih…” Yesus, Tuhanku yang telah tersalib!]

 

 

Ketika aku berjimpuh di atas lututku, dengan wajahku menghadap ke arah takhta anugerah,

                        Oh Tuhan, bermurah hatilah atasku.

 

            “Perbuatlah ini sebagai peringatan akan Aku”—bukan kebangkitanNya yang mulia; bahkan bukan di dalam kenaikanNya yang mulia ke atas sorga—“Perbuatlah ini sebagai peringatan akan Aku; kematianKu dan pengorbanan hidupKu yang dicurahkan atas kayu salib.”

            Dan respon saya, dari jiwa saya yang paling dalam “Ecce Homo!”  Ya—tetapi juga: “Ecce Theos,” “[lihatlah] Allahku:”  Juga “Ecce Soter,” “[lihatlah] Juruselamatku:”  Dan juga “Ecce Kurios,” “[lihatlah] Tuhanku.”

Allah, apa yang telah Engkau lakukan bagiku! Semoga hasil dan kekuatan hidupku mengalir bagi Engkau, Tuhan, di dalam ucapan syukur dan kenangan yang abadi.

 

Alih bahasa: Wisma Pandia, ThM