REMUK  DAN TIDAK BERDAYA

(BROKENNESS & HOPELESSNESS)

 

Dr. W. A. Criswell

Yohanes 19:35

05-07-89

 

            Selamat datang di Gereja First Baptist Dallas, dan ini adalah pendeta nyang sedang menyampaikan khotbah yang berjudul: Remuk dan Tidak Berdaya. Ini adalah sebuah khotbah yang berasal dari penyaliban Tuhan kita yang digambarkan dalam Injil Yohanes pasal sembilan belas. Dimulai dari ayat 30:

Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: “Tetelestai” (sebuah perfek pasif indikatif, “Sudah selesai.")  Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.

Karena hari itu hari persiapan dan supaya pada hari Sabat mayat-mayat itu tidak tinggal tergantung pada kayu salib--sebab Sabat itu adalah hari yang besar--maka datanglah orang-orang Yahudi kepada Pilatus dan meminta kepadanya supaya kaki orang-orang itu dipatahkan dan mayat-mayatnya diturunkan.

Maka datanglah prajurit-prajurit lalu mematahkan kaki orang yang pertama dan kaki orang yang lain yang disalibkan bersama-sama dengan Yesus; tetapi ketika mereka sampai kepada Yesus dan melihat bahwa Ia telah mati, mereka tidak mematahkan kaki-Nya, tetapi seorang dari antara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air.

Dan orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu, bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga percaya.

           Khotbah ini dipersiapkan dengan latar belakang  tulang yang dipatahkan dan jantung yang remuk dari Tuhan kita, untuk saat yang suci ini. Ada dua hal yang telah terjadi di dalam momen yang tragis ini: Yang pertama. Setelah penyaliban Tuan kita dan ditinggikan di atantara dua orang penjahat, orang-orang Yahudi menemui Pontius Pilatus dan meminta agar tubuh-tubuh itu disingkirkan.

            Ada sekitar dua juta orang pengunjung yang berada di kota kudus itu pada saat perayaan Paskah. Dan ketiga salib ini, dipancangkan di gerbang utama untuk masuk ke dalam kota yaitu Gerbang Damaskus—dan itu adalah hari pesiapan Sabat dan pelasanaan hari Paskah, dan dengan keberadaan ketiga salib yang tragis itu yang berada di gerbang utama kota sepertinya merupakan sebuah penghinaan bagi Allah sendiri. Lalu, mereka meminta kepada Pilatus agar hal itu dapat disingkirkan.

           Hal yang kedua yang  terjadi dalah peristiwa hari itu, kepala pasukan Roma melaporkan kepada Pilatus bahwa orang yang disalibkan di tengah telah mati. Dan Pliatus merasa “heran.” Dan saya sedang menggunakan perkataan Kitab suci. Pilatus  heran waktu mendengar bahwa Yesus telah mati. Biasanya, seseorang yang dihukum mati, di atas kayu salib akan tetap hidup antara tiga hingga tujuh hari. Tuhan kita telah disalibkan pada pukul sembilan pagi dan pada pukul tiga petang, Dia telah meninggal.

            Dan Pilatus heran karena Dia meninggal begitu cepat. Lalu, untuk memenuhi permintaan orang Yahudi, dan untuk menyingkirkan ketiga orang yang telah disalibkan itu, perintah diberikan kepda prajurit-prajurit untuk mematahkan tulang dan menurunkan kedua orang penjahat itu. Tetapi ketika mereka melihat Yesus telah meninggal, hanya untuk memastikan kematianNya, salah satu prajurit itu menikam lambungNya dengan tombak. Dan ketika dia menarik tombaknya itu, segera mengalir keluar darah dan air. Jatung berdetak dalam sebuah pericardium, di sebuah kantung selaput jantung. Dan ketika darang tercurah ke dalam pericardium itu, darah yang kental berpisah dengan serum yang jernih. Dan itu adalah sebuah fenomena yang dilihat oleh Yohanes dan melihat darah dan air mengalir keluar.

            Lalu, saya katakan, kita melihat kehancuran dan ketidakberdayaan serta keputusasaan dari siang yang tragis itu. Yang pertama. Tuhan dihormati dan dimuliakan di dalam kepatahan dan ketidakberdayaan kita. Dan semakin kita patah, maka Allah makin dapat menggunakan kita. Merupakan sebuah hal yang luar biasa bahwa Tuhan kita menandai pelayananNya di dalam hari-hariNya di dunia dengan Perjamuan Tuhan. Mengapa Tuhan tidak membawa ke hadapan mata kita dan hati kita kenangan dari kelahirannnya yang ajaib, pelayananNya yang penuh nujijat dal luar biasa? Mengapa bukan kebangkitanNya yang mulia atau keaikanNya ke sorga atau kedudukanNya yang berada di sebelah kanan Allah Bapa? Tidak. Dari semua mujijat dan kehadiranNya yang luar biasa yang ada di dalam hidup Tuhan kita. Inilah yang Dia minta, agar kita mengingat penderitaanNya, kepatahanNya dan kematianNya. Dan Dia melakukanNya dalam memecahkan roti.

            Itu merupakan sebuah hal yang tidak biasa di dalam Alkitab, Perjamuan Tuhan di sebut dengan memecahkan roti. Roti adalah gandum yang dihancurkan dan diremukkan serta dibakar. Dan tidak ada roti tanpa dihancurkan atau diremukkan dan dibakar. Dan tidak ada keselamatan yang terpisah dari keremukan dan penderitaan Tuhan kita.

            Lalu, Dia memecah-mecahkan roti dan memberi makan lima ribu orang. Menecahkan roti. Dan hal-hal yang pecah digunakan Allah dalam FirmanNya yang Suci. Di dalam pasukan Gideon, tiga ratus orang memecahkan bejana sehingga cahaya mereka dapat bersinar. Maria memecahkan bejana minyak narwastu. Dan ruangan itu dipenuhi dengan bau yang harum. Hancur dan remuk, Allah menggunakan hal-hal yang remuk.

            Di dalam minggu yang terakhir ini, saya membaca seorang seniman yang membuat jendela kaca di dalam sebuah katedral yang sangat indah. Dan di akhir pekerjaannya, ia memiliki ribuan pecahan kecil dari kaca itu. Dan dia meletakkan kepingan itu secara bersama-sama dan menciptakan jendela yang paling indah yang ada di tempat ibadah suci yang pernah dilihat. Hal-hal yang hancur. Dan semakin mereka hancur, semakin mereka digunakan oleh Allah. Dan betapa benarnya hal itu di dalam kehidupan orang-orang kudus Allah yang digambarkan di dalam lembaran suci. Ayub adalah manusia yang paling saleh di bumi ini. Dan dia mengetahui hal itu. Dan dia terbukti dalam hal itu. Dan ketika sahabat-sahabatnya datang untuk berbicara dengan dia, dia membela dan membenarkan dirinya. Tetapi setelah pengalaman yang dia alami ketika dia berseru: “Allah telah  membuatku hancur remuk”(Ayub 16:12). Dan ketika dia berseru: “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu” (Ayub 42:5-6). Kemudian Allah memberkati Ayub di dalam kehancurannya.             

           Itu sama seperti kisah Yakub. Namanya berarti pengkhianat, penipu. Dan ketika dia tidak bertahan tinggal di rumah mertuanya, Laban, dia kembali ke Kanaan, lalu dia akan bertemu dengan saudaranya Esau, yang telah dia tipu.   

Dan Esau datang menemui dia bersama dengan empat ratus orang, karena ketakutannya dan hatinya yang sesak, dia membagi anggotanya menjadi empat kelompok. Hal itu dilakukannya untuk menentramkan murka dari saudaranya Esau.

Kemudian malam itu di tepi Sungai Yabok, tinggallah Yakub seorang diri, Dan seorang laki-laki bergulat dengan dia sampai fajar menyingsing. Di dalam pergulatan itu, orang itu menyentuh pangkal pahanya Yakub dan membuatnya menjadi remuk dan tak berdaya. Dan berseru kepada Allah untuk menolongnya dalam ketidakberdayaannya, lalu orang itu berkata: “Siapakah namamu?”

            Dan dia membalas: “Namaku adalah Yakub (pengkhianat, penipu).”

           Lalu kata orang itu: “Namamu tidak akan disebutkan lagi Yakub, tetapi Israel, sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang.”

            Dan keesokan harinya ketika Yakub bertemu dengan Esau, saudaranya—remuk dan tak berdaya—dan Esau melihat dia dan menangis serta menciumnya. 

            Allah memberkati kita di dalam kehancuran dan ketidakberdayaan kita. Bukan di dalam kecukupan kita atau kekuatan kita. Itulah sebabnya Daud menulis di dalam Mazmur lima puluh satu, mazmur pertobatan setelah dia diremukkan: “Sebab Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan; sekiranya kupersembahkan korban bakaran, Engkau tidak menyukainya. Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah (Mazmur 51:16-17).  

Remuk, tidak berdaya: Sekarang bolehkah saya memilih satu lagi di dalam daftar orang-orang kudus Allah? Paulus menulis di dalam 2 Korintus 12: “Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku…Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku” (2 Korintus 12:7-9).

           Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.

            Selama saya kuat di dalam diri saya sendiri, dan membenarkan diri saya serta mempertahankan diri saya; selama saya merasa cukup dan meninggikan diri saya; selama saya menekankan kehendak saya dan teguh dengan diri saya sendiri; selama saya menekankan diri saya untuk duduk di atas takhta diri saya sendiri; ketika saya mencaci maki; ketika saya menegur; ketika saya berkonfrontasi, saya sedang melakukan pertempuran, selama saya berada di atas takhta dari jiwa dan hidup saya, Allah tidak dapat memiliki bagian atas hal itu. Saya meninggalkannya bagi kehendak saya sendiri.

            Tetapi ketika saya mengambil diri saya dari kedudukan kehidupan pribadi saya dan mengakui kesalahan saya dan kegagalan saya, dan saya mengakui bahwa saya tidak layak dan tidak mampu, dan saya belajar tunduk di hadapanNya dan meminta Allah menjadi pemimpin dalam hidup saya, maka Allah dapat menggunakan saya. Dan Allah dapat memberkati saya dan memimpin saya serta menuntun saya. 

            Itu terjadi ketika saya merasa hancur dan tidak berdaya sehingga Allah dapat membentuk saya. Barangsiapa di dalam Kristus, ia adalah ciptaan yang baru. Allah melakukannya. Dan hanya Allah yang melakukannya. Saya berlari melintasi puisi yang indah ini:

 

Aku bermain bersama dengan balok-balokku

Aku hanya seorang anak kecil

Rumah-rumah yang aku bangun

Dan kastil-kastil yang aku tumpukkan

Tetapi semuanya bergoyang dan jatuh

Semuanya usahaku sia-sia

Kemudian ayahku berkata dengan penuh kasih sayang

Baiklah, coba lagi

Aku bermain dengan waktuku

Waktu yang bagaimana bagi seorang bocah?]

Mengapa membaca dengan rajin?

Mengapa tidak bermain dan menjadi senang?

Kemudian masa mudaku telah habis

Seperti sebuah hujan yang lenyap

Dan ayahku berkata dengan penuh kasih sayang

Baiklah, berusahalah lagi

Aku bermain bersama dengan jiwaku

Jiwa yang adalah aku.

Gambar dan rupa Allah

Aku menyembunyikan tangisan dirinya

Aku menodainya dan merusaknya

Dan sekarang semua hanya rasa sakit

Kemudian Bapa sorgawiku berkata dengan penuh kasih sayang

Mari kita coba kembali.

 

            Hanya kebaikan Allah yang mampu menolong kita ketika kita tiba di ujung jalan kita sendiri dan kita hancur di hadapanNya.

            Saya mendengar sebuah hal yang sangat tidak biasa—membaca sebuah hal yang sangat tidak biasa—dalam minggu ini. Ada dua orang dokter yang luar biasa. Dr. Paul Brand dan Dr. Mary Vaughn. Mereka melayani orang-orang yang sakit kusta di India. Dan artikel itu menyebutkan Paul Brand adalah otoritas terbesar atas penyakit kusta di dunia. Di dalam salah satu peristiwa yang kejam dan tidak terhindarkan, di dalam sebuah kecelakaan mobil, wanita itu, Mary Vaughn, sang dokter itu remuk—dan tubuhnya menjadi tidak berguna dan lumpuh, dan sekarang berada di atas kursi roda. Dan dokter yang lain, Dr. Brand datang menemui dia dan berkata: “Saya ingin berbicara dengan anda. Saya ingin berbicara dengan anda tentang pelayanan anda sebagai seorang dokter.”

            Dan dia menjawab: “Oh, Dr Brand, saya tidak memiliki pelayanan sebagai seorang dokter. Hidup saya hancur. Tubuh saya tidak berguna. Dan saya berada di atas kursi ini.”

            Oh, tetapi Dr. Brand berkata: “Pelayanan anda yang terbesar terletak di hadapan anda.”

            Dan dia sekali lagi mulai melayani orang-orang penderita kusta yang malang itu. Dan hal yang saya baca adalah: Wanita itu berada di kursi roda dan melayani para penderita kusta itu, para pegawai di rumah sakit itu mencatat dan berbisik satu sama lain, “Anda tahu, ketika orang-orang yang sakit kusta itu datang kepadanya, dan dia melayani mereka, dan membuat mereka kehilangan ketidakberdayaan mereka serta keputusasaan mereka.”

            Allah menggunakan rasa sakit dari dokter itu untuk memberikan dorongan bagi para penderita kusta itu, orang-orang yang hancur karena kusta di India. Itulah Allah. Dia dapat menggunakan kita di dalam kehancuran dan ketidak berdayaan kita. Tetapi ketika kita mengandalkan diri kita, Dia tidak memiliki tempat, tidak memiliki ruang. 

            Bolehkah saya menyampaikan hal yang lainnya? Inilah cara Allah mempersiapkan sorga bagi kita: Ketidakberdayaan kita, kehancuran kita, keputusasaan kita. Saudara yang terkasih, selama saya muda dan kuat dan membanggakan diri sendiri; dan selama saya berpikir bahwa saya dapat melakukannya dan selama saya merasa bahwa saya tidak membutuhkan Allah; selama saya membaca bahwa Allah di luar dari kehidupan saya, di dalam kegemilangan saya dan di dalam kekuatan saya, Allah tidak memiliki tempat, harta saya berada di dunia ini. Kekuatan dan ambisi saya semuanya tercakup di dalam dunia ini. Tetapi ketika hari terus berlalu, dan ketika saya tua dan lemah. Dan ketika saya remuk dengan penderitaan dan kesepian, Allah memiliki sebuah kesempatan kemudian berbicara ke dalam hati saya dan mempersiapkan saya ke sorga. 

            Ketika saya datang ke Dallas empat puluh lima tahun yang lalu, untuk menjadi gembala dari jemaat yang terkasih ini, saya diminta untuk memimpin ibadah pemakaman bagi seorang wanita kudus yang menjadi anggota dari jemaat ini. Pada saat itu sedikit sekali rumah pemakaman yang berada di kota Dallas. Dan saya pergi ke rumah pemakaman yang kecil. Dan di sana duduk wanita itu memakai jas hitam, hitam dan hitam, duduk di kapel itu sendirian, dan jenazah suaminya berada di depan kapel. 

            Saya duduk di sampingnya. Dan yang mengejutkan saya, setiap anggota keluarganya telah meninggal, setiap orang. Ibunya telah meninggal. Ayahnya telah meninggal. Semua saudara laki-laki dan saudari perempuannya telah meninggal. Anak-anaknya telah meninggal. Dan sekarang yang terakhir dari semua, dia sedang menguburkan suaminya. Dan dia duduk di sana dan sedang menangis. 

            Saya membayangkan puisi yang ditulis oleh seorang penyair Amerika, James Whitcomb Riley.

 

Ada seorang gadis kecil

Jangan menangis

Mereka telah merusak bonekamu, aku tahu.

Dan peralatan tehmu yang biru

Dan rumah mainanmu juga

Semua hal-hal di waktu lampau

Tetapi masalah anak-anak

Akan segera berlalu

Ada seorang gadis kecil

Jangan menangis

Ada seorang gadis kecil

Jangan menangis.

Mereka telah merusak papan tulismu, aku tahu

Dan cara liar yang membahayakan

Dari masa-masa sekolahmu

Semua hal-hal dari masa lampau

Tetapi hidup dan kasih

Akan segera datang

Ada seorang gadis kecil

Jangan menangis.

Ada seorang gadis kecil

Jangan menangis

Mereka telah mematahkan hatimu, aku tahu

Dan pelangi yang bersinar

Dari mimpi masa gadismu

Semua hal-hal masa lampau

Tetapi sorga memegang

Semua yang kamu keluhkan.

Ada seorang gadis kecil

Jangan menangis

Sorga memegang

Semua yang kita keluhkan

 

            Rumah saya bukan di sini—tetapi di dalam sorga. Harta saya tidak berada di sana—tetapi dalam sorga. Hidup saya tidak berada di sini. Tetapi di dalam sorga. Dan hari demi saya, seluruh anggota keluarga saya, semua sahabat saya dan semua yang saya kenal dan yang saya kasihi; semuanya berada di dalam sorga. Dan saya tidak ingin berada di sana sendirian. Saya ingin pergi juga.

            Anda tahu, seorang pendeta muda harus banyak belajar. Saya mulai melayani ketika saya berusia tujuh belas tahun dalam sebuah gereja kecil. Dan saya pergi untuk melihat satu orang kudus Allah yang sudah tua yang sedang terbaring di tempat tidur. Dan saya berlutut di sisinya di dalam kemudaan saya yang belum berpengalaman. Dan saya berdoa, “Tuhan, pulihkanlah dia. Letakkanlah tangan kesembuhan atasnya. Buatlah dia menjadi baik. Berikan dia kekuatan.” Dan ketika saya berdoa atas hal itu, dia meraih tangannya dan meletakkannya di atas saya. 

            Dan dia berkata kepada saya: “Pendeta, pendeta muda, jangan berdoa seperti itu.” 

            Dia berkata: “Pendeta muda, semua anggota keluarga saya telah pergi. Semua sahabat dan tentangga saya telah pergi. Dan saya di sini sakit, dan tua serta lemah. Pendeta, pendeta muda, berdoalah agar saya membebaskan saya; sehingga saya dapat pergi untuk bersama-sama dengan Juruselamat saya yang mulia di dalam sorga.” 

            Merasa dinasehati, saya kembali menundukkan kepala saya dan berdoa: “Tuhan yang mulia, hidupnya telah berakhir—pekerjaannya telah selesai. Dia sudah tua, lemah dan sendirian. Tuhan, bukalah pintu sorga. Dan sambutlah dia pulang.”

            Itulah cara Allah mempersiapkan rumah sorgawi kita. 

 

Rumahku di dalam sorga

Sangat cemerlang dan gemilang

Aku merasa seperti sedang berjalan ke sana

Tiada kejahatan dan kematian yang dapat masuk kesana

Dan aku merasa sedang berjalan ke sana

Ya, aku merasa sedang berjalan ke sana

Aku merasa sedang berjalan ke sana

Tiada kejahatan dan kematian yang dapat masuk kesana

Dan aku merasa sedang berjalan ke sana

Ya, aku merasa sedang berjalan ke sana

Aku merasa sedang berjalan ke sana

Aku dapat melihat

Aku merasa sedang berjalan ke sana

Ya, aku merasa sedang berjalan ke sana

Aku merasa sedang berjalan ke sana

Oh, Tuhan telah begitu baik kepadaku

Aku merasa seperti sedang berjalan ke sana

Hingga rumah besar itu

Dapat kulihat

Aku merasa seperti sedang berjalan ke sana.

 

 

           Ini adalah pengharapan yang luar biasa dari Allah dan janji bagi orang-orang yang telah menemukan perlindungan di dalam Dia. Dan itu adalah seruan kami bagi anda.  

 

Alih bahasa: Wisma Pandia, ThM