HARI IBU

(IN MEMORY OF MOTHER)

 

Dr. W. A. Criswell

Yohanes 19:25-27

05-08-77

 

            Hari Ibu: dan ketika saya berbicara tentang ibu saya sendiri, saya adalah seorang pembicara bagi anda sebagaimana kita memberikan penghormatan terhadap orang-orang ini yang telah memberikan kita nafas dan hidup; yang peduli kepada kita saat diri kita sendiri tidak peduli terhadap kita; yang menolong kita ketika kita tidak berdaya. Dan sekalipun kita tidak dapat menyampaikan kata-kata yang layak terhadap kenangan atau berkat yang telah mereka berikan, namun kasih itu tetap menjadi milik kita. 

            Teks ini bukan menjadi sebuah teks untuk sebuah eksposisi, tetapi hanya akan menjadi latar belakang bagi khotbah kita, kita akan melihat dari Injil Yohanes pasal sembilan belas:

Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena.

Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!"

Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.

(Yohanes 19:25-27).

 

SaudaraNya tidak percaya kepadaNya—Yakobus, Yusuf, Yudas dan Simon—jadi, ketika Tuhan mati di atas kayu salib, melihat ibuNya berdiri dekat salib, Dia menyerahkan ibuNya ke dalam pemeliharaan dari Rasul Yohanes, yang sejak saat itu, membawa ibu Yesus ke rumahnya sendiri. 

            Di dalam penghormatan ini terhadap seorang ibu yang luar biasa, saya tidak memiliki kata-kata yang fasih untuk menjelaskan apa yang telah dilakukan ibu saya terhadap saya. Mendorong saya, dan mengamati apakah saya sungguh-sungguh di dalam studi saya di sekolah dan tidak kurang setia di dalam kehadiran saya di dalam ibadah kepada Tuhan dan mempelajari Kitab Allah di dalam gereja.

            Saya tumbuh dalam sebuah keluarga yang sangat miskin. Saya sangat ragu, bahwa ayah saya dapat membuat sesuatu yang lebih dengan sejumlah uang yang nilainya sekitar seratus dua puluh lima dolar sebulan. Tetapi ibu saya memiliki sebuah keinginan yang sangat besar terhadap saya. Dan khususnya di dalam tahun-tahun perkembangan latihan saya dalam menghadiri sekolah, sehingga saya dapat pergi ke sekolah menengah, yang jaraknya sekitar seratus dua puluh lima mil dari kota dimana saya dibesarkan. Dan akhirnya ke universitas.

Ibu saya membakar kue dan menjualnya di toko grosir. Ibu saya menjahit, dan dia adalah seorang tukang jahit yang handal dengan jari dan tangannya. Dan dia akan menyewa sebuah rumah yang besar dan menyewakannya juga kepada orang lain sehingga kami dapat membuat sebuah jalan dan sebuah tempat untuk tinggal.

Di dalam hatinya, ketika saya masih kecil, dia berharap saya akan menjadi seorang dokter sama seperti ayahnya. Dan kemudian, ketika waktu berlalu, saya merasakan panggilan Allah supaya saya memberikan hidup saya menjadi seorang pengkhotbah, dan pada awalnya dia sangat kecewa, akan tetapi akhirnya, setelah berdoa di dalam kehendak Allah, dia memiliki sebuah sukacita atas kemurahan sorga di dalam hidup saya.

            Tetapi tanggung jawabnya supaya saya harus pergi ke sekolah dan membuat nilai tertinggi di kelas, tidak pernah terlambat, tidak pernah absen dan bekerja keras membuat hal itu mungkin bagi saya untuk menghadiri sekolah dan membuat sebuah gema yang dalam di hidup saya serta di dalam kebiasan yang saya pelajari untuk diikuti, bahkan ketika saya masih ana-anak.

            Dan ketika tahun-tahun berlalu, saya menjadi sadar tentang tangan ibu saya, tua dan berkenjal-kenjal. Dan saya membayangkan, berapa banyak hari dan waktu serta tahun-tahun di berusaha di dalam pekerjaan, berjuang dan berkorban bagi saya. Tangan ibu saya.

 

Saya membayangkan seluruh hidup saya yang indah

Suatu kebaikan dari pemandangan yang manis

Seperti suatu musim gugur saat senja atau guliran yang lembut dari bukit

Atau sebuah aliran sungai yang lembut.

 

Kemudian, tiba-tiba aku memandang ibuku

Dengan tangannya yang tua dan berkeriput

Dan saya membayangkan tentang keindahan yang tergeletak di sana

Dengan kasih dan kisah yang mereka sampaikan

 

Kemudian, sekarang ketika aku membayangkan keindahan

Semua hal-hal yang telah dibuat

Saya membayangkan keindahan yang telah Allah buat

Dan diletakkan di tangan ibuku

 

            Ada empat hal tentang dia yang ingin saya sampaikan di dalam waktu yang indah dan mulia ini. Yang pertama, Alkitabnya: di dalam rumah kami—ketika saya melihatnya kembali sekarang, sukar bagi saya untuk membayangkan hal itu—di dalam keluarga kami, kami sangat miskin sehingga kami tidak memiliki sebuah Alkitab yang manis. Alkitab yang saya punya adalah satu yang dibeli dengan seharga beberapa sen di toko yang murah.

Ketika saya mulai berkhotbah, ketika saya berusia tujuh belas tahun, ibu saya merasa bahwa saya membutuhkan sebuah Alkitab yang memiliki kulit yang bagus. Kemudian dia menempatkan miliknya itu ke dalam tangan saya. Dan saya mulai berkhotbah dengan Alkitab yang terbuka di tangan saya. Ketika dia memberikannya kepada saya, tidak ada keraguan terhadap sebuah suku kata di dalamnya, bagi dia, itu adalah Firman Allah yang diinspirasikan. Dia mempercayai semuanya, dari kalimat pertama hingga  doa penutup yang terakhir; setiap halaman, setiap paragraph, setiap mujijat, setiap janji ilahi; seluruh pernyataan Allah, bagi dia, semuanya ditemukan dalam Kitab Suci ini.

Dan setelah beberapa tahun berlalu dan setelah saya berkhotbah melalui Alkitab itu, saya mengembalikan Alkitab itu kepadanya. Dan ketika saya melakukannya, saya tetap memiliki kepercayaan yang sama seperti hari ketika dia menempatkannya ke dalam tangan saya; setiap suku kata dan setiap kalimat dan setiap mujijat dan setiap janji dan setiap hal ilahi, adalah wahyu kudus Allah. Dan saya tetap percaya hal itu! Bagi saya semua bagiannya adalah pernyataan kemuliaan ilahi dari nafas Allah yang tidak ada salah yang ditemukan di dalam Yehova Yesus, Tuhan dan Juruselamat kita.

Seperti yang diketahui oleh beberapa orang dari anda, dalam seluruh minggu terakhir ini saya telah berkhotbah di Virginia di sebuah pertemuan para pendeta di sana. Hal itu diadakan di dalam gereja dari salah satu dokter rumah sakit kita, Rev. Rich Lionel. Dan sementara saya berkhotbah di sana tiga kali sehari kepada kumpulan para pendeta di Kentucky, dan Virginia dan North Carolina dan Tennese, salah satu pendeta itu menghampiri saya dan dia berkata: “Apakah anda tahu hal yang paling berkesan bagi saya tentang anda?”

Dan saya berkata: “Tidak.” Yang saya tahu kemungkinan yang ada di dalam pikirannya adalah karena gereja kita sangat dikenal. Dan gereja kita sangat besar, gereja yang terbesar di dalam persekutuan Baptis Selatan; dan lebih jauh, merupakan gereja Baptis yang terkenal di Amerika. Jadi, saya tahu apa yang dia pikirkan. Saya telah menjadi pendeta gereja ini selama tiga puluh tiga tahun mengikuti jejak orang yang terkenal yaitu Dr. Truett yang telah berada di sini  selama empat puluh tujuh tahun. Jadi saya hanya melihat sesuatu yang seperti itu, sesuatu tentang gereja kita, sesuatu tentang pelayan Tuhan di tempat suci ini.

            “Apa yang menjadi hal yang paling mengesankan tentang anda,” katanya?

            Saya berkata: “Saya tidak tahu bagaimana menjawabnya.”

            Dan dia berkata: “Hal yang paling mengesankan tentang anda adalah selama bertahun-tahun, anda telah berdiri untuk Firman Allah yang tiada salah.”

           Saya juga tahu latar belakang mengapa hal itu yang datang ke dalam pikirannya. Karena ketika saya menulis volume itu,  Why I Preach That the Bible is Literally True (Mengapa Saya Mengkhotbahkan Bahwa Alkitab Benar Secara Literal), ada sebuah organisasi dari  para pengkhotbah barat daya dari Amerika Serikat dan memiliki sebuah perkumpulan, sebuah pertemuan. Dan mereka menghukum saya dan menyensor saya karena menulis sebuah buku yang berjudul: Why I Preach That the Bible is Literally True.

Dan hal itu sangat mengesankan dia bahwa—sepanjang tahun-tahun tempaan dan pukulan terhadap saya— saya tetap berdiri terhadap Firman Allah yang tiada salah. Dan saya melakukannya! Setelah lima puluh tahun menjadi seorang pengkhotbah dan setelah ribuan pengalaman—sesuatu yang sulit untuk diarungi dan dihadapi—sama seperti ketika saya dinominasikan sebagai presiden Konvensi Baptis Selatan yang kedua kalinya—kelopok kecil liberal itu, melakukan segala sesuatu untuk mempermalukan saya.

Sepanjang tahun-tahun itu, saya tidak pernah berbelok, saya tidak pernah berubah; atau pun saya tidak pernah memberikan lobang dalam sebuah tulisan atau menyampaikan sebuah suku kata di dalam mimbar. Hal-hal lain yang berbeda selain dari pada Volume ini yang menulis Firman Allah yang diinspirasikan tanpa salah, dan merupakan keselamatan kita dan jaminan serta bimbingan yang pasti ke dalam hidup kekal yang akan datang. Ibu saya percaya hal itu. Bagi dia, Alkitab adalah Firman Allah yang diinspirasikan tanpa salah. Dan setelah bertahun-tahun saya tetap percaya terhadap Kitab itu sama seperti dia.

Yang kedua, doa di dalam hatinya untuk menyelamatkan orang-orang yang terhilang. Ibu saya memiliki keyakinan yang kuat bahwa ibadah gereja harus menjadi ibadah yang menyelamatkan jiwa; bahwa kita harus menjadi saksi Tuhan. Dan ketika kita memiliki kesempatan; kita harus bersaksi bagi yang lain tentang kebaikan Allah di dalam Kristus Yesus. Dia percaya bahwa orang-orang terhilang tanpa Kristus. Bahwa hanya Dia pengharapan kita satu-satunya dan Juruselamat kita satu-satunya. Dan setiap kali dia memiliki kesempatan; dia selalu berbicara kepada orang lain tentang Tuhan dan berusaha memenangkan mereka kedalam iman di dalam Kristus. Dia melakukan hal itu kepada saya—di dalam sebuah kebaktian kebangun rohani yang dipimpin oleh seorang pengkhotbah dan pendeta—dia adalah seorang pendeta di Dalhart, mengadakan sebuah kebaktian rohani di kota kami yang kecil, tinggal di gereja kami, tinggal di rumah kami; dan setiap malam setelah dari gereja, dia akan berbicara kepada saya tentang Tuhan.

            Pada suatu pagi—setelah mendapat izin, sebuah catatan kecil dari ibu saya berkata bahwa saya dapat meninggalkan kelas di sekolah untuk dapat menghadiri kebaktian kebangunan rohani—pagi itu, ketika saya pergi ke ibadah pagi, saya tiba-tiba saja duduk di belakangnya. Hal itu tidak direncanakan, saya secara tiba-tiba saja duduk dibelakangnya ketika saya berjalan masuk ke dalam gereja. Dan setelah ibadah, setelah khotbah, kami berdiri dan menyanyikan lagu undangan, dan mereka sedang menyanyikan “Tercurah Darah Yang Kudus.” Dan saat kami berdiri, ibu saya memalingkan wajahnya, dia sedang menangis, dan berkata kepada saya: “Nak, maukah engkau pada hari ini, menerima Tuhan Yesus sebagai juruselamat kamu?”

            Saya berkata: “Ya, Ibu, hari ini, aku akan menerima Tuhan sebagai Juruselamatku.” Dan saya pergi ke depan. Dan itu merupakan sifat di dalam seluruh hidup ibu saya. Ketika saya sering mengunjungi dia di usia tuanya, ada seorang pemuda, seorang sahabat dari keluarga, bagi dia ibu saya sering berdoa dan kepadanya ibu saya selalu memberi kesaksian ketika ada kesempatan. Dan ketika terakhir kali saya berada di sana, dia memberitahukan kepada saya bahwa pemuda itu telah menerima Tuhan sebagai Juruselamatnya dan telah dibaptis untuk menjadi anggota gereja.

Bukankah itu merupakan sebuah hal yang sangat indah? Untuk memiliki seorang ibu yang akan berdoa untuk anda, menyebut nama anda di hadapan takhta anugerah Allah; seseorang yang mempelajari jiwa anda sehingga anda dapat diselamatkan dan dapat hidup di dalam sorga pada suatu hari. Betapa luar biasanya dan betapa mulianya menjadi seorang ibu yang seperti itu.

Di salah satu kota-kota di pantai timur Florida, saya sedang mengadakan sebuah kebaktian kebangunan rohani di Gereja First Baptist. Dan pada suatu minggu pagi, hari minggu pagi terakhir dari kebaktian kebangunan rohani itu, auditorium yang besar itu dipenuhi oleh orang-orang dengan penuh sesak sama seperti dengan orang-orang yang bearad di tempat ini. Dan ketika undangan diberikan, seorang yang sangat terkenal, seorang raksasa, datang maju ke depan. Dia dalah salah satu orang yang terkenal di bagian dunia ini. Dia memiliki perusahaan-perusahan  dari perusahan-perusahaan yang luar biasa di dunia—seorang yang sangat kaya dan seorang yang sangat terkenal. 

Dia juga tidak kurang terkenal dalam keburukan dan jahat sama seperti keterkenalan dan kekayaannya. Tetapi orang-orang berdoa untuk dia dan terus berdoa untuk dia. Dan pagi itu, ketika undangan diberikan, dia datang menelusuri lorong, memberikan hatinya kepada Kristus, menerima Tuhan sebagai Juruselamat. Saya sangat mengingat dengan jelas, berdiri di sana di dekat mimbar ketika dia maju ke depan dan pendeta menerima. Dia meletakkan tangannya ke pendeta yang kemudian mengangatnya. Kemudian sorga sepertinya terbuka, seluruh orang banyak yang hadir pada pagi hari itu menjatuhkan air mata kebahagiaan.  Mereka tidak menunggu  yang lainnya, mereka meninggalkan tempat duduk mereka dalam sukacita. Mereka turun dari balkon dan maju ke depan dan merangkul dia, mencium dia, menepuk bahunya, serta menyentuhnya. Itu merupakan salah satu momen ilahi yang luar biasa yang pernah saya alami dalam hidup saya. Dia dibaptiskan pada malam harinya dan hari berikutnya saya kembali kemari, ke Dallas.

           Sekitar satu tahun kemudian, saya sedang berkhotbah di konvensi negara bagian yang ada di bagian timur. Dan pendeta dantang menemui saya dan saya bertanya dengan orang besar itu. Dia berkata, “Saya akan menyatakan kepada anda, apa yang terjadi pada hari berikutnya.” Dia berkata, “Keesokan harinya, pada hari senin, dia menghilang. Saya ingn melihat dia dan memberitahukan betapa bahagianya kami dan bagaimana dunia bersukacita bersama dengan kami. Tetapi saya tidak dapat menemukannya. Saya pergi ke tempatnya, ke kantor dan sekretarisnya tidak tahu dimanakah dia. Saya pergi ke rumah mewahnya dan istrinya tidak tahu di mana dia berada. Dia menghilang dan dia pergi selama tiga hari, senin, selasa dan rabu.”  

            Dan pendeta itu berkata kepada saya: “Pada hari kamis dia muncul.” Dia berkata: “Aapakah anda tahu apa yang telah dia lakukan? Pada hari senin pagi, pada saat subuh, dia pergi ke bandara dan dia dalam sebuah pesawat dia terbang ke Asheville, North Carolina. Dan di Asheville. Di bandara itu, dia menyewa sebuah mobil dan dia mengendarainya ke pegunungan North Carolina barat, ke sebuah rumah, ke sebuah pondok. Dan saat dia mengendarai mobil itu di depan rumah, ibuanya berada di dalam rumah, melihat melalui jendela, melihat mobil itu dan melihat anaknya keluar dari mobil. Dia datang keluar dan perge ke gerbang pagar dan melihat ke arah wajah anaknya dan berkata: ‘Nak, engkau tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Engkau selalu menghubungi saya ketika engkau mau datang menemui saya. Apa yang terjadi? Ada apa? Dan samabil melihat wajahnya yang tabah, dia mencucurkan air mata dan berkata: “Nak, engkau telah diselamatkan, engkau telah menemukan Tuhan.”’  

            Dan pendeta itu berkata kepada saya: “Itulah yang terjadi pada senin pagi. Hal pertama yang dia lakukan bukanlah menghadapi dunia usaha yang sangat dia tekuni. Tetapi hal pertama yang dia lakukan adalah pergi ke ruman yang ada di pegunungan dan memberitahukan ibunya apa yang telah terjadi kepadanya.”

            Betapa sebuah hal yang mulia! Betapa sesuatu yang memiliki makna yang dalam—jawaban terhadap doa dari seorang ibu yang saleh! Oh, Tuhan, seandainya ada seribu orang seperti ibu itu! Maka Allah akan membangkitkan sebuah generasi baru di dunia ini. Pria dan wanita, pemuda-pemudia, yang jiwa ibu mereka telah berdoa dan percaya kepada Allah untuk keselamatan.

Yang ketiga, kesetiaannya terhadap iman Baptis: Ibu saya adalah orang Baptis yang fanatik. Kadangkala ketika saya mengamati dan mendengarkan dia, saya datang kepada sebuah kesimpulan bahwa saya percaya bahwa dia mungkin berpikir tidak ada yang lain di sorga selain orang Baptis. Itu merupakan sebuah hal yang menakjubkan bagi saya. Ksetiaan yang dia miliki terhadap Gereja Baptis. Saya maksudkan Gereja Baptis—Saya bertanya: “Apa yang saya lakukan ketika pertama kali saya masuk gereja?”           

Dia berkata, “Saya membawa kamu ke gereja saat kamu berusia tiga minggu.”

            Saya tidak pernah mendengar tentang sebuah nursery; saya sudah tumbuh besar ketika saya pernah melihatnya sekali. Jadi, saya berkata: “Ibu membawa saya ketika saya masih sangat kecil, tidakkah saya mengganggu ibadah? Tidakkah saya berteriak dan memekik serta mengganggu khotbah pendeta?”

            Dia berkata, “Kamu melakukannya hanya sekali dan aku membawa kamu keluar dan hal itu tidak pernah lagi terjadi.” Ibu saya percaya di dalam “tidak menghemat jalan” dan saya tumbuh dalam suasa seperti itu. Dia pergi ke gereja. Dia pergi ke setiap ibadah. Kami semua pergi ke gereja. Kami tidak pernah mengabaikannya. Tidak pernah ada sesuatu di dalam gereja yang di dalamnya kami tidak terlibat. Saya bertumbuh seperti itu. Dan kesetiaannya kepada iman Baptis dan persekutuan seperti yang saya katakan, hampir sukar untuk dipercayai. 

Dia adalah seorang Baptis yang fanatik sama fanatiknya sebagai mana dia adalah seorang Konfederasi yang fanatik. Ayahnya adalah seorang dokter di Pasukan Konfederasi. Dan seluruh hidupnya dia merupakan seorang pemberontak yang tidak dipulihkan, tidak mengalami rekonsiliasi—sepanjang hidupnya. Dia berpikir bahwa orang-orang Yankee adalah pengkhianat dan orang-orang asing. Dan dia berpikir Partai Republik sukar untuk dipercayai. Ibu saya akan berpaling dari kuburannya seandainya dia tahu tentang saya sekarang ini—secara literal mungkin demikian. Dia sangat setia terhadap partai Demokrat dan kepada Konfederasi di selatan dan setia kepada Gereja Baptis.

            Anda tahu—jika saya memiliki keberanian yang cukup—itu merupakan sebuah hal yang menarik di rumah saya. Semasa saya bertumbuh, ada sebuah perbedaan yang dalam di dalam karya dan kehidupan orang Baptis di negara bagian Teksas yang dipimpin oleh dua orang Baptis yang berbakat dan penuh karunia. Salah satunya adalah J. Frank Norris, pendeta dari Gereja First Baptist di Forth Worth, dan yang lainnya dipimpin oleh George W. Truett, pendeta dari Gereja First Baptist Dallas.

            Dan perbedaan itu dibawa ke hadapan umum. Melalui siaran radio malam demi malam kadang-kadang anda dapat mendengar diskusi yang sengit dan tajam. Lalu, di dalam rumah kami, ayah saya adalah seorang pengikut yang setia dari J. Frank Norris. Ayah saya berpikir bahwa dia adalah salah satu juara yang terhebat atas kebenaran yang pernah hidup. Frank Norris bertarung dengan minuman keras, dan Frank Norris bertarung dengan perjudian serta Frank Noris bertarung dengan korupsi yang ada di dunia politik. Dan Frank Norris berdiri di sana memenangkan perkara Allah. Dan ayah saya adalah penmgikut Frank Norris hingga akhir hayatnya.

Ibu saya adalah kebalikannya. Ibu saya berpikir bahwa George W. Truett merupakan pahlawan terbesar yang penah hidup untuk memenangkan perkara Kristus. Dan dia memandang Dr. Truet—dan orang-orang yang bersama Dr. truett, dan Jendral Konvensi Baptis kita di Teksas dan Konvensi Baptis Selatan kita—menjadi alat yang paling utama dalam melakukan pekerjaan Allah. Dia secara nyata berada di dalam keyakinan itu—begitu banyak memberi  terhadap Persekutuan Baptis, seperti First Baptist Di Dallas dan di Konvensi Baptis dan di Asosiasi Gereja-Gereja Baptis Selatan. 

            Kemudian, ketika saya memandang ke belakang atas masa-masa itu dan membayangkan kasih yang luar biasa serta penghormatan yang besar terhadap Dr, Truett dan gereja ini dan semua hal yang diyakini oleh Dr. Truett—ketika saya memikirkan hal itu, sulit bagi saya untuk membayangkan bahwa saat itu akan datang, ketika pendeta yang terkenal itu meninggal dunia, saya akan diundang untuk menjadi penerus dari pelayan Kristus yang terkemuka itu. Ah, ibu, berapa banyak cara yang telah engkau lakukan, yang membuat sebuah kesan abadi di dalam hati dan hidup saya.

            Yang keempat dan yang terakhir, saya berbicara tentang rumahnya di dalam sorga. Sebagaimana hari-hari terus bertambah dan tahun-tahun berlalu dan dia menjadi tua, dia mulai berbicara kepada saya tentang sorga. Saya tidak akan lagi melihatnya, tetapi dengan pembicaraan tentang hal-hal itu akan muncul sebuah pertanyaan, sebuah diskusi, kepada sebuah kunjungan tentang sorga. Dan saya sangat bersyukur terhadap sesuatu di awal hidup saya yang telah menuntun ke dalam apa yang harus saya lakukan. 

            Hal itu adalah seperti ini: ada seorang pelayan muda yang ketika orang-orang tua akan berbicara kepadanya tentang surga, atau berbicara kepadanya tentang dunia yang akan datang, dia melihatnya sebagai sebuah subjek melankolis dan dia berusaha mengubahnya kepada sesuatu yang lebih cemerlang. Lalu, ketika ada orang tua yang kudus yang sedang menghadapi kematian dan anak Allah itu akan bertanya sesuatu atau menyampaikan sesuatu, atau ingin berbicara tentang sorga, dia akan segera mengubah subjeknya terhadap sesuatu yang lebih gembira, atau kehidupan sebelumnya atau sesuatu yang berkenaan dengan hari ini.

            Dan seorang pengkhotbah tua—melihat orang muda itu—pelayan tua itu berkata kepada pendeta muda itu, katanya, “Nak, engkau membuat sebuah kesalahan di dalam melakukan hal itu.” Dia berkata: “Nak, seandainya engkau pergi dalam sebuah perjalanan yang panjang—katakanlah engkau pergi ke Eropa, atau engkau pergi ke Asia, atau engkau pergi ke India—engkau sedang pergi dalam sebuah perjalanan yang panjang: bukankah engkau sangat tertarik terhadap tempat yang engkau akan pergi? Dan tidakkah kamu akan bertanya cara dan apa yang akan kamu lihat serta apa yang akan engkau alami? Bukankah engkau akan menjadi tertarik terhadap hal itu jika engkau sedang mengadakan sebuah perjalanan yang panjang?”

           Dan orang muda itu menjawab: “Ya, tentu saja.”

            Dan pelayan tua itu berkata: “Nak, orang-orang ini sedang menghadapi sebuah perjalanan yang panjang dan mereka tertarik terhadap hal itu, apa yang akan terjadi? Dan apa yang akan saya lihat di sana? Dan ketika mereka bertanya kepadamu dan berbicara kepadamu, engkau harus menjawabnya.”

            Saya mengingat hal itu: lalu, ketika di dalam tahun-tahun terakhir dari hidupnya, dia akan berbicara kepada saya tentang sorga dan seperti apakan itu serta bagaimanakah jadinya? Saya akan berbicara kepadanya, yang terbaik yang saya tahu.

Allah tidak begitu banyak berbicara tentang sorga kepada kita. Dia hanya berkata: Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia (1 Korintus 2:9). 

Dia hanya menyingkapkan sesuatu tentang sorga; itu adalah sebuah kota yang indah; yang jalannya terbuat dari emas; yang memiliki gerbang permata, memiliki tembok dari yaspis; memiliki sebuah takhta Allah; memiliki sebuah sungai kehidupan dan memiliki sebuah pohon kehidupan yang daunnya dapat menyembuhkan orang-orang. Dan Yesus ada di sana! Dan orang-orang tebusan kerajaan Allah berada di sana!

Dia berbicara kepada saya dan saya berbicara kepadanya. Kemudian, harinya datang ketika dia lumpuh dan sakit. Dan selama tujuh tahun dia terbaring seperti orang lumpuh. Ketika saya melihat jemaat kita yang sudah tua, yang tidak dapat berjalan, beberapa orang dari mereka tidak dapat bangkit dari tempat tidur. Mereka sudah tua, dan mereka sakit serta lumpuh. Saya tahu semua tentang itu. Saya mengetahui rasa sakit dan penderitaan yang mereka pikul. Saya mengetahui setip langkah dari hal itu.

            Dan kemudian, ketika dia berusia enam puluh delapan tahun, dia meninggal di dalam Tuhan. Tanpa pergumulan—hanya menutup matanya dan pergi berasama dengan Yesus. Dia dimakamkan di atas sisi bukit di atas Lembah San Fernando.

            Dan saya menutupnya dengan sebuah puisi yang sangat bermakna bagi saya. Yang berjudul: “Saat Pagi dan Saat Malam dari Kehidupan.”

 

Seorang pemuda berdiri di makam ibunya

Hatinya suram dan penuh kesedihan

Dia tidak memiliki rumah. Dia tidak memiliki sahabat-sahabat.

Untuk membuat hatinya yang muda menjadi senang

Dia berlutut di sana dan berdoa

Di samping kuburan ibunya

Dia berkata, “Tuhan, bimbinglah aku sekarang,

Sepanjang hidup yang panjang, dan hari yang melelahkan.”

Tahun-tahun yang panjang telah berlalu, malam telah datang

Matahari telah tenggelam,

Seorang pria tua berdiri di atas sebuah bukit,

Di balik sebuah gundukan tanah liat.

Tubuhnya bungkuk. Rambutnya putih.

Air mata bergulir di matanya,

Ketika sekali lagi, dia berlutut dan berdoa,

Dan menangis tanpa rasa malu,

“Oh, Allah! Sekarang  malam telah datang,

Dan kematian sangat dekat,

“Aku bersyukur kepadamu, atas pemeliharanMu yang kudus

Sepanjang tahun-tahun yang telah berlalu.”

Berlutut di sana di samping makam ibunya

Seperti dalam tahun-tahun yang telah berlalu.

Dia berkata, “Tuhan yang mulia, tuntunlah aku pulang

Kepada ibu di angkasa.”

 

            Dan itulah doa saya bagi bersama dengan anda—seorang ibu Kristen yang sedang berada di rumah bersama dengan Tuhan. Dan Allah yang mulia, ketika masanya datang bagiku, semoga malaikat Allah membawaku pulang kepada ibuku yang terkasih di angkasa. Betapa mulianya iman Kristen. Betapa luar biasanya pengharapan yang kita miliki di dalam Tuhan kita yang mulia.

 

Alih basaha: Wisma Pandia, ThM