JATUH DALAM PELANGGARAN
(FALLING IN A FAULT)
Oleh Dr. W. A. Criswell
Diadaptasi Dr. Eddy Peter Purwanto
Khotbah ini dikhotbahkan pada kebaktian Minggu Pagi, 21 Januari 1973
di First Baptist Church in Dallas
Teks: Galatia 6:1-2
Pendengar radio dan pemirsa televisi terkasih, anda sedang mengikuti siaran Kebaktian First Baptist Church di Dallas. Dan ini adalah gembala kami yang pada pagi ini akan membawakan Firman Tuhan dengan tema: Jatuh dalam Kesalahan. Ini adalah seri khotbah eksposisi dari Galatia 6:1.
Dalam kebaktian pagi ini, kita akan membahas seri khotbah dari Kitab Galatia, dan kita sudah sampai pada pasal yang terakhir. Dan inilah ayat pertama dari pasal terakhir:
“Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran (paraptoma), maka kamu yang rohani (hoi pneumatikos), harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan (peirasmos)” (Galatia 6:1)
Betapa aneh bila pernyataan ini ia tujukan kepada orang-orang Kristen di Galatia. Apakah mereka belum lahir baru? Sudah. Apakah mereka belum diregenerasi? Sudah Apakah mereka belum menjadi bagian dalam natur ilahi? Sudah. Apakah Roh Kudus belum diam dalam hati mereka? Sudah. Lalu bagaimana mungkin Paulus berbicara tentang orang ini sebagai yang melakukan suatu pelanggaran? Tentunya orang Kristen yang telah diselamatkan dan dilahirbarukan seharusnya tidak akan jatuh ke dalam paraptoma. Benar.
Saya menemukan dalam diri saya sendiri dan dalam pengalaman saya sendiri dan dalam jemaat-jemaat yang pernah saya gembalakan dan di dalam Kitab Suci, bahwa salah satu hal yang mengkharakteristik umat Allah adalah paraptoma, pelanggaran. Itu bersifat universal. Itu bukanlah sesuatu yang istimewa dan aneh. Hal itu mengkharakteristik kita semua. “Kalau seorang kedapatan melakukan pelanggaran….”
Ketika anak-anak kita diselamatkan, mereka telah dipertobatkan. Mereka telah dilahirkan kembali. Mereka menjadi orang Kristen. Namun, oh betapa banyak hal yang belum mereka pelajari, dan betapa banyak kesalahan yang mungkin mereka lakukan, dan betapa banyak pelanggaran dan kesalahan yang mereka perbuat.
Walaupun anak-anak muda ini telah diselamatkan. Walau mereka telah dilahirkan kembali. Walaupun mereka telah dibaptis. Walaupun mereka telah menyerahkan hidup mereka sepenuhnya kepada Tuhan, namun sepanjang hari-hari pencobaan yang mereka hadapi dan betapa banyak dari mereka yang menyadari bahwa mereka gagal menjalani kehidupan Kristen mereka dengan baik?
Atau kita semua yang telah dewasa dan kita yang telah diselamatkan, dilahirbarukan, dibaptis, memiliki keluarga yang beriman, dan telah berada dalam perjalanan musyafir selama bertahun-tahun, namun betapa banyak dari kita yang menemukan diri kita sendiri melakukan pelanggaran, jatuh dalam dosa dan kesalahan?
Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedius, bersama Simon Petrus adalah orang-orang yang paling dekat dengan Tuhan kita dalam pelayanannya. Mereka adalah lingkaran paling dalam, dalam pelayanan Tuhan kita. Namun pada perjamuan malam yang terakhir, Yohanes yang duduk dekat dengan sang Juruselamat diminta Petrus untuk bertanya kepada Dia, “Siapakah yang akan mengkhianati Engkau?”
Yakobus dan Yohanes adalah murid yang begitu dekat dengan Yesus. Dan mereka meminta ibunya untuk memohon kepada Tuhan Yesus, agar kedua anaknya itu dapat duduk di sebelah kanan dan kiri-Nya dalam kerajaan-Nya, yang satu menjadi perdana menteri dan yang satu menjadi menteri keuangan. Itulah Yakobus dan Yohanes.
Atau Simon Petrus, pemimpin para rasul, seorang yang Allah pilih untuk membawa baik orang Yahudi dan Samaria maupun Yunani membuka hati menerima Roh Kudus melalui iman. Namun Simon Petrus ini, yang ketika Tuhan berkata, “Malam ini kamu semua akan meninggalkan Aku,’ dan Simon langsung berdiri dan berkata, “Tuhan, walaupun semua murid yang lain meninggalkan Engkau, namun aku, aku tidak akan pernah meninggalkan Engkau. Aku rela mati demi Engkau.” Dan Tuhan berkata kepadanya, “Simon, benarkah kamu rela mati untuk Aku? Sesungguhnya aku berkata kepadamu bahwa seblum ayam berkokok dua kali kamu akan menyangkal bahwa kamu mengenal Aku tiga kali.”
Dan bahkan setelah pelayanannya yang luar biasa pada hari Pentakosta, dan setelah pelayanannya di Samaria dan Kaisaria, setelah tahun-tahun pemulaan pelayanannya yang luar biasa itu, Simon Petrus yang sama melakukan kesalahan sehingga Paulus menegurnya dengan terus terang dan menuliskan peristiwa itu dalam Galatia pasal dua.
“Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran…” Saya tahu bahwa paraptoma adalah yang mengkharakteristik kita semua.
Dalam menyikapi orang yang kedapatan melakukan pelanggaran ini di dunia ini terus berubah. Misalnya saja ada gereja yang kadang-kadang begitu keras, sangat puritanical, namun kemudian kadang-kadang sangat permisif.
Ambil saja contoh gereja yang pernah saya saksikan di sepanjang hidup saya, bukan apa yang saya baca dalam sejarah, namun yang saya saksikan sendiri, yang mana mereka meninggalkan sikap ekstrimnya dalam menyikapi orang-orang yang kedapatan melalukan pelanggaran atau jatuh ke dalam dosa.
Ketika saya masih kanak-kanak, saya bertumbuh di kota kecil, dan bergereja di gereja kecil. Di sana sedikit sekali orang yang kaya. Kami semua adalah orang-orang miskin, dan di sana ada seorang yang kaya. Ia adalah pimpinan sebuah bank kecil di kota itu yang kemudian akhirnya bangkrut.
Ia berpakaian rapi dan cara ia berbicara seperti orang berbudaya. Suatu hari mereka menyalami dia di depan gereja, dan mereka menegur dia oleh karena ia suka pergi ke pesta dancing. Dan akhirnya gereja mengundang para pengurus dan anggota jemaat untuk berkumpul membahas masalah ini. Dan anda tentu tidak pernah menyaksikan dalam hidup anda pertengkaran yang terjadi seperti anjing yang sedang bertengkar. Ia menghampiri pendeta dan menampar wajahnya. Pada waktu itu saya duduk di sana sebagai seorang anak kecil dan menyaksikan pertengkaran yang berlangsung dengan sengit itu. Dan akhirnya mereka mengeluarkan dia dari jemaat dan itu menyebabkan perpecahan dalam jemaat kecil itu.
Di sini sekarang ini, saya tidak sedang membicarakan apakah mereka pantas mengeluarkan dia atau tidak dari keanggotaan gereja. Saya juga tidak sedang membicarakan mengenai masalah pesta dansa (dancing) atau hal lainnya. Namun saya yakin anda mengerti apa yang saya rasakan pada waktu itu, sebagai anak kecil yang menyaksikan semua itu berlangsung. Semua itu menimbulkan suatu kesan dalam hati saya yang tidak terukur dalamnya.
Ketika saya duduk di sana di gereja itu dan menyaksikan bagaimana orang-orang dalam anggota gereja itu mengutuk pimpinan bank tersebut, karena peimpinan bank tersebut pergi ke pesta dansa (dancing), dan semua hal yang mereka katakan kepada dia dan tentang dia, dan akhirnya membuat voting untuk mengeluarkan dia dari jemaat, dan saya melihat penolakan mereka dan hati mereka terhadap orang itu, dan semua itu menimbulkan kesan yang tak dapat dihapus dalam diri saya.
Saya benar-benar tidak memahami tentang hari itu. Saya sungguh tidak mengerti mengapa gereja bisa seperti itu, dan bahkan jemaat berani menampar gembala sidang dan pertengkaran yang sengit antara satu dengan lainnya bisa terjadi.
Ketika saya menyaksikan semua itu, saya berpikir bahwa orang-orang yang mengeluarkan dia dari keanggotaan gereja tidak lebih baik dari orang yang mereka keluarkan. Mungkin ia (orang yang keluarkan itu) juga harus mengeluarkan mereka semua.
Ah, “Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran…”
Selanjutnya jika benar bahwa sikap gereja bisa saja berubah-ubah dalam menyikapi anggotanya yang jatuh ke dalam dosa. Seringkali mula-mula begitu keras namun kemudian hari berubah. Pada zaman prajurit berkuda dan zaman Charles I, ada masyarakat yang begitu permisif di Inggris, dan mereka menangkap Charles I dan memenggal kepalanya. Dan Oliver Cromwell, seorang Puritan, datang untuk memimpin persemakmuran itu. Dan pada zaman itu, segala bentuk kesenangan dipandang rendah.
Saya membaca sejarah di mana sejarah mengatakan bahwa persemakmuran itu menentang “bear hunting.” Mereka menyebut itu “bear hunting.” Itu bukan berarti karena mereka sayang kepada beruang-beruang, namun mereka tidak suka dengan berbagai bentuk kesenangan yang membawa kepada para pemburu beruang. Dan setelah semua itu berlalu, Persemakmuran itu, mengangkat Charles II dan mengembalikan prajurit berkuda kembali. Perubahan terus terjadi dari ekstrim ke bentuk yang lain. Dan bila itu benar dalam masyarakat dan pemerintahan, pikirkan betapa benar juga itu dalam setiap kehidupan individu kita. Sekarang lihatlah keadaan diri kita. Di sini ada orang yang sangat kaya, orang kaya, orang sukses, dan ia telah melakukan pelanggaran dan jatuh ke dalam berbagai kesalahan dan dosa. Dan karena posisinya dan kekayaannya, kita memiliki kecenderungan untuk menutup mata terhadap mereka dan seakan-akan tidak melihat bahwa mereka memiliki perilaku yang tidak dapat menjadi kesaksian.
Namun ketika anggota jemaat yang kasar dan miskin yang jatuh ke dalam dosa dan pelanggaran, ia akan dicemooh masyarakat dan kita semua menyerahkan kepalanya. Saya di sini hanya bermaksud untuk mengatakan kepada anda, mengambarkan keadaan anda, bagaimana kita di dunia ini bereaksi terhadap kesalahan dan pelanggaran dan dosa dan ketidaklayakan.
Selanjutnya mungkin saya mau menegaskan kepada anda bahwa tidak ada bukti dari Kitab Suci yang diinspirasikan yang menunjukkan sikap lembut dalam sikapnya terhadap kelemahan manusia. Bagaimana Kitab Suci memandang dosa, dan pelanggaran, dan kesalahan tidak pernah berubah. Itu selalu sama. Alkitab tidak pernah mundur, tidak pernah menarik kembali sikapnya. Inilah sikap Kitab Suci terhadap pelanggaran dan kesalahan, “Jiwa yang berdosa harus mati.” Mati! “Upah dosa adalah mat…” Maut!
Gembala di Yerusalem menulis dalam Yakobus 2:10 menulis, “Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya.” Itu berarti bersalah terhadap semua perintah. Ia adalah orang berdosa, dan upah dosa adalah maut. Itulah hukum Taurat. Dan hukum Taurat tidak pernah berubah, dan ia tidak pernah menarik sikapnya, tidak pernah melembut dan tidak pernah berubah.
Selanjutnya, itulah apa yang dibicarakan berhubungan dengan orang-orang Galatia, dan tentang Injil. Taurat menghakimi kita. Pelanggaran-pelanggaran dan kesalahan-kesalahan serta dosa-dosa kita dipertentangkan dengan putihnya cahaya kesucian Allah, sehingga mereka begitu tampak hitam. Dan hukum Taurat mengutuknya.
Namun inilah Injil itu, kabar baik. Ini adalah kabar tentang Kristus. Apa yang hukum Taurat tidak dapat lakukan, dan apa yang tidak dapat kita lakukan karena kita lahir di bawah kutuk dan di dalam dosa dan dikandung dalam kesalahan, apa yang hukum Taurat tidak dapat lakukan, karena memelihara perintah-perintah Taurat tidak dapat menyelamatkan kita, namun Injil Kristus, anugerah Allah, kebaikan Allah, kesabaran dan belas kasihan serta pengampunan Allah turun atas kita melalui Yesus Kristus. Dan Rasul Yohanes menulis dengan begitu indahnya: “Sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus” (Yohanes 1:17)
Jika seseorang yang digigit ular dan kemudian memandang ular tembaga yang didirikan Musa, ia akan hidup, demikian pula Yohanes menuliskannya kembali dalam pasal 3: “Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia” (Yohanes 3:17).
Ia datang ke dunia bukan untuk menghakimi dunia. Ia datang bukan untuk mengutuk dunia. Dan Ia datang bukan hanya untuk mencari, tetapi juga untuk menyelamatkan mereka yang untuknya Ia datang. Dan ketika kita memanggil Dia Yesus, Juruselamat, kita memanggil Dia atas nama-Nya, kita percaya kepada Dia dan diselamatkan.
Atau seperti Paulus menulis dalam Roma 6:23, “Sebab upah dosa ialah maut…” Ya benar. “karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.”
Dan inilah apa yang Paulus tuliskan bagi kita yang telah beriman kepada Yesus, “Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran (paraptoma), maka kamu yang rohani (hoi pneumatikos), harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan (peirasmos).”
Apakah keistimewaan di dalam roh dan sikap yang harus kita temukan dalam keluarga yang beriman. Perhatikanlah ini, saya sering berpikir, bahwa saya pernah jatuh ke dalam pelanggaran, ke dalam paraptoma, Oh Tuhan, jangan biarkan saya jatuh ke tangan pencela dan pengritik di gereja ini. Biarkanlah aku jatuh ke tangan para pemilik bar dan pekerja jalanan dan pedagang narkotika, namun jangan biarkan saya jatuh ke tangan pengkritik di gereja ini. Mengapa? Karena mereka akan menangis telah menjadi bagian dariku! Mereka berdiri sebagai pengamat yang ditetapkan untuk menilai roh dan kehidupanku.
Apakah itu benar? Apakah itu benar? Dengarkanlah, semua pencela yang munafik di gereja ini adalah karikatur dari sesuatu yang riil. Mereka adalah para Farisi pada generasi ini, yang meninggikan diri mereka sendiri lebih tinggi dari orang-orang yang telah jatuh di sekitar mereka. Dan mereka berkata, “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini” (band Lukas 18:11).
Apakah itu Roh Allah? Apakah itu roh yang seharusnya mengkarakteristik umat Kristus? “Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran (paraptoma), maka kamu yang rohani (hoi pneumatikos), harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan (peirasmos).”
Saudaraku, tidak ada dosa dalam kategori, namun setiap orang di rumah ini mampu melakukannya. Yang saya maksudkan di sini adalah pembunuh. Saya termasuk pembunuh. Tidak ada seorangpun dalam jemaat ini yang tidak memiliki kemampuan untuk membunuh. Pada kenyataannya setiap pembunuh yang ada di penjara telah mengalami ganjaran yang begitu kejam saat ini. Padahal anda juga layak diperlakukan seperti itu. “sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan (peirasmos).”
Lalu seperti apakah roh orang Kristen yang telah dilahirbarukan itu, dalam menyikapi kelemahan dan pelanggaran dan kegagalan manusia? Inilah yang menjadai salah satu yang merefleksikan pikiran dan hati Kristus. Saudaraku, menghakimi bukanlah urusan kita. Itu adalah urusan Allah. “Sebab kita mengenal Dia yang berkata: "Pembalasan adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan." Dan lagi: "Tuhan akan menghakimi umat-Nya” (Ibrani 10:30). Dan lagi, Ia akan menghakimi umat-Nya. Itu adalah urusan Allah. Urusan kita adalah menguatkan, menolong, memaapkan, mengasihi, menghibur. Itulah urusan kita. Itulah mandat dan tugas kita dari sorga.
Suatu kali saya ingat Yakobus dan Yohanes datang kepada Tuhan Yesus dan berkata, “Tuhan Yesys, kota-kota orang Samaria yang ada di sana itu, kami telah mengumumkan tentang kedatangan-Mu di sana, namun mereka menolak pemberitaan itu. Mereka tidak menginginkan Engkau masuk gerbang kota. Mereka tidak menyambut Engkau.”
Dan kemudian Yakobus dan Yohanes berkata, “Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka, bahkan seperti yang pernah dilakukan oleh Elia? Akan tetapi Ia berpaling dan menegor mereka, “Kamu tidak mengenal roh yang membuat kamu berbicara demikian. Sebab Anak Manusia datang bukan untuk membinasakan, namun untuk menyelamatkan mereka. Lalu mereka pergi ke desa yang lain -- cetak miring dalam KJV – (Lukas 9:54-56).
Menghakimi bukanlah urusan kita. Menghukum bukanlah urusan kita. Menilai atau mencela bukanlah urusan kita. Memberikan hukuman bukanlah urusan kita. Itu adalah urusan Allah. Urusan kita adalah menolong, mendoakan, mengasihi, menguatkan, bermurah hati dan berbelas kasihan.
“Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran (paraptoma), maka kamu yang rohani (hoi pneumatikos), harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut.” Doakan dia. Kasihi dia, tolonglah dia, kuatkan dia. Itulah urusan kita. Itulah panggilan kita. Itulah yang seharusnya dilakukan oleh gereja.
Saya ingat di Kentucky, dari seminary di Louisville saya mengendari mobil menuju gereja kecil di desa saya. Dan di jalan raya Dixie, sebuah mobil besar merek baru Buick melaju dengan kencang mendahului mobil saya.
Ketika saya sampai di komunitas kecil itu di mana gereja kecil saya di Smith's Grove itu berada, saya keluar dari jalan raya Dixie dan mengikuti jalan menuju gereja itu yang kira-kira berjarak satu mil atau lebih. Kemudian saya langsung belok kanan dan di sana ada tumpukan sampah. Dan rumah seorang petani ada di atas gundukan itu.
Dan mobil besar nan indah bermerek Buick yang sebelumnya menyalib saya di jalan raya Dixie itu rupanya menabrak gundukan sampah itu, dan tidak bisa menuntut siapa-siapa.
Dan ketika saya sampai di sana, petani yang baik serta istrinya menolong orang yang mengendarai mobil itu keluar dari mobilnya. Ia berlumuran darah. Saya kira stir mobil itu menghantam dia dan pecahan-pecahan kaca depan mobil itu mengenai dia, sehingga tubuhnya berlumuran dengan darah. Dan petani itu memapah dia bersama dengan istrinya ke halaman rumahnya untuk merawat dan mengurusnya.
Selanjutnya, patutkah saya menghampiri dia dan berdiri di depan orang itu dan berkata, “Bukankah anda tahu bahwa tidak seharusnya anda ngebut-ngebutan? Dan bukankah anda tahu bahwa anda tidak dapat belok pada putaran itu dengan kecepatan tinggi? Dan bukankah anda tahu bahwa lebih baik jangan melanggar peraturan batas kecepatan?” Dan lagi dan lagi dan lagi.
Bukankah yang terbaik bagi kita adalah menjadi seperti seorang petani yang berbelas kasihan yang menolong dan merawatnya. Ia dan istrinya memapah orang itu, ia di sebalah kanan dan dan istrinya di sebelah kiri, dan mambawa orang itu ke rumahnya untuk merawat dia.
Itulah urusan kita. Itulah tugas kita, yaitu menolong dia. Jika saya tidak dapat menolong, maka saya dapat berdoa untuknya. Namun urusan kita bukanlah untuk menghakimi dan mencela dan menghukum. Itu adalah hak Allah. Urusan kita adalah untuk mengasihi, menolong dan berdoa, mengampuni dan menguatkan serta berbelas kasihan.
“Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan (peirasmos).”
Tak ada seorangpun dari kita yang teguh berdiri. “Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!” (1 Korintus 10:12). Dan apa yang dapat anda tunjukkan kepada orang lain adalah kelemahan dalam hidup anda sendiri. Itulah sebabnya mengapa anda suka membicarakannya. Itulah sebabnya mengapa anda menggosip. “Sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan.”
Pada zaman dulu, di Inggris Raya, dari mana Lawrence Brooks datang, di sana ada seorang pengkhotbah besar yang bernama John Bradford. Ia hidup pada zaman Cranmer dan Ridley dan Latimer. Dan ia adalah seorang pengkhotbah dan pemberita Injil Kristus yang sangat luar biasa semangatnya. Ia berkhotbah di depan Majelis Perwakilan Rendah, maupun rakyat secara umum dan memberitakan Kabar Baik tentang kasih karunia Allah di dalam Kristus Yesus.
Kemudian suatu hari, John Bradford datang ke tahta Mary Tudor yang dikenal dengan julukan “Mary sang Penumpah Darah” (Bloody Mary), dan Ratu Mary membakar John Bradford di Smithfield. Ratu Mary membakar dia pada suatu tiang, seperti halnya ia membakar Latimer, Cranmer dan Ridley, dan tiga ratus hamba Kristus lainnya. Itulah yang dilakukan si “Mary sang Penumpah Darah.” Dan ia membakar John Bradford, pemberita Injil Allah yang penuh semangat itu.
Bagaimanapun, pada zaman itu, John Bradford pernah memberitakan kebaikan Allah dan rahmat Allah serta pengenalan akan Yesus yang menyelamatkan kepada Majelis Perwakilan Rendah.
Dan ketika ia sedang berdiri di sana di atas sesuatu, entah sebuah kotak atau batu atau entahlah, di sana ia mengkhotbahkan apa yang ada dalam hatinya kepada para pemimpin rakyat dengan penuh semangat. Dan ketika ia sedang berkhotbah, tepat di tengah-tengah khotbahnya, di tengah kerumuman orang, ada polisi dan jurusita dan anak buahnya lewat, dan mereka sedang menggiring seseorang yang diikat lehernya dan membawanya ke tiang gantungan.
Dan di tengah khotbahnya ini, John Bradford berhenti berkhotbah, dan matanya tertuju pada sherif dan jurusita serta para pengawalnya yang menggiring seseorang dengan tali yang dikalungkan pada leher orang itu menuju tiang gantungan. Kemudian John Bradford, hamba Yesus ini, mengangkat tangannya dan menunjuk ke dia dan berkata, “Saudaraku, ke sanalah, oleh kasih karunia Allah, aku pergi.”
Mengapa kita belum jatuh ke dalam beberapa pencobaan yang sangat memilukan dan menyedihkan seperti yang dialami oleh orang lain? Saya akan menjelaskan kepada anda dengan sejelas-jelasnya mengapa demikian. Itu bukan karena anda lebih baik dari orang lain, walaupun mungkin anda berpikir demikian. Dan itu juga bukan karena kita lebih hebat dari mereka, walaupun kita mengira demikian. Dan itu juga bukan karena mereka itu adalah sampah dari bumi ini sementara kita adalah malaikat pilihan dari sorga. Itu bukan karena kita lebih baik dari orang lain; namun itu hanyalah oleh karena Allah yang mencurahkan kasih karunia dan rahmat-Nya atas kita. Itu semata-mata hanyalah oleh karena pemilihan dalam anugerah kedaulatan-Nya bagi kita.
Mengapa saya tidak dilahirkan dalam keluarga atau suku yang menyembah berhala Hottentot, yang hidup dalam ketidak-tahuan dan kegelapan dan tahyul? Itu hanya orang karena kebaikan Allah kepada saya!
Bagi kita yang menyebut nama Yesus seharusnya menjadi rendah hati di hadapan hadirat-Nya dan memiliki belaskasihan, dan memahami, bersimpatik dalam sikap kita terhadap orang lain. Jika saya dapat menolong, saya akan mencoba. Jika saya tidak dapat menolong, saya akan mendoakannya. Namun Allah melarang mulutku untuk menghakimi dan mencela dengan sangat menyakitkan terhadap orang lain.
Ah, bukankah anda mau semua gereja dapat menjadi seperti itu? Sikap yang demikian itu merupakan simbol dari iman kita, yang dapat menjadi kesaksian bagi orang-orang untuk melihat Allah. Oh, pandanglah ke atas, saudaraku, pandanglah ke atas! Anda bukan orang berdosa dan saya bukan orang berdosa. Jangan memandang roh yang suka menghakimi. Tetapi pandanglah ke atas, saudaraku. Karena di dalam Kristus, di dalam Tuhan kita dan belaskasih-Nya, ada anugerah yang melampaui segala sesuatu. Sehingga rasul juga menulis, “Di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah” (Roma 5:20).
Artinya ialah tidak ada batasan betapa tingginya dan dalamnya dan luasnya kasih karunia dan rahmat Allah di dalam Kristus Yesus yang dicurahkan kepada saya. Oh, terpujilah nama-Nya. Itulah sebabnya mengapa kita mengasihi Allah dan senantiasa mengucap syukur kepada Allah dan memuji nama-Nya.