DISALIBKAN BERSAMA KRISTUS
(CRUCIFIED WITH CHRIST)
Oleh Dr. W. A. Criswell
Diadaptasi Dr. Eddy Peter Purwanto
Khotbah ini dikhotbahkan pada kebaktian Minggu Pagi, 6 Agustus 1972
di First Baptist Church in Dallas
Teks: Galatia 2:20
Tema khotbah kita pagi ini adalah: Disalibkan Bersama Kristus, atau Bukan Aku Lagi, Namun Kristus yang ada Dalamku. Dan khotbah ini didasarkan pada ayat Alkitab yang sangat terkenal, yaitu Galatia 2:20:
“Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Galatia 2:19c-20).
Saya yakin bahwa anda telah menghafal ayat ini sejak masih kanak-kanak dan telah mengetahuinya sejak pertama kali anda diperkenalkan kepada Kitab Suci.
Anda tahu, kadang-kadang di puncak-puncak pegunungan, di sana berdiri puncak yang menjulang tinggi dengan begitu indahnya. Suatu kali saya terbang menyisiri pantai Alaska bersama dengan seorang misionaris, yaitu salah satu pemimpin Southern Baptist kita, Bother Cron, dan ia berkata kepada saya, “Anda tahu, saya telah terbang di sini selama empat belas tahun. Dan ini adalah untuk pertama kalinya saya melihat cuaca yang begitu cerah.” Hari itu adalah hari yang cerah. Dan bukit-bukit berjajar nampak begitu indah. Dan ketika kami terbang di sana nampak puncak yang tertinggi di antara bukit-bukit yang berjajar itu, yaitu bukit Mount Fairweather, yang tingginya 14,000 kaki di atas permukaan laut. Gunung itu nampak berwarna putih sekali, menyerupai kerucut salju raksasa.
Begitu juga di antara ayat-ayat Alkitab ada ayat yang begitu indah, bagaikan puncak gunung terindah di antara jajaran bukit di sekitarnya. Ayat yang sangat indah ini salah satunya berbunyi: “Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” Bukankah ayat ini adalah ayat yang sangat indah dan luar biasa:
“Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Galatia 2:19c-20).
KOMITMEN KITA KEPADA KRISTUS
BERSIFAT PRIBADI DAN INDIVIDU
Apakah anda memperhatikan berapa kata ganti orang (personal pronouns) “aku” dan “ku” yang ada di sini? Ada delapan kata ganti orang (personal pronouns) “aku” dan “ku” dalam kalimat pendek ini.
Ini menunjukkan kebenaran empatik bahwa iman Kristen adalah bersifat pribadi (personal). Ini bersifat batiniah (inward). Ini bersifat individual. Ya, selalu begitu. Iman Kristen adalah agama tentang satu domba yang hilang dan satu koin yang hilang dan satu anak yang hilang. Allah tidak melihat kita secara berkelompok, namun Allah melihat kita pribadi lepas pribadi. Ia mengenal nama kita, dan ia mengetahui segala sesuatu tentang kita. Iman Kristen bersifat individual. Bersifat personal atau pribadi. Dan itu selalu demikian.
Kadang-kadang, ketika anda memandang langit biru, anda akan memperhatikan hamparan langit biru yang luas dengan bintang-bintang berserakan serta kabut. Namun bila anda memandangnya dengan menggunakan telescope maka anda akan menemukan di galaxy itu bintang-bintang yang terpisah antara satu dengan lainnya dan keistimewaan masing-masing bintang.
Ketika anda melihat kerumunan orang banyak, mereka hanya terlihat seperti ribuan orang bergerak turun, atau keluar atau maju. Namun Allah memperhatikan mereka secara individu, pribadi lepas pribadi. Jadi inilah yang terdapat dalam ayat ini: “aku” dan “ku.” Ini adalah agama yang bersifat pribadi. Iman Kristen mulai dalam pengalaman pribadi. Kita dilahirkan ke dalam kerajaan dan keluarga Allah secara pribadi.
Tidak ada cara lain untuk menjadi bagian dari kerajaan dan keluarga Allah ini, kecuali dilahirkan secara pribadi ke dalamnya. Kita tidak dapat menjadi orang Kristen karena kebaikan orang lain. Atau kita juga tidak dapat menjadi orang Kristen karena kita lahir di dalam keluarga Kristen atau karena kita dibesarkan dan hidup di Negara Kristen.
Secara berkelakar seseorang berkata, “Anda mungkin dapat berkata seperti ini, karena ia dilahirkan di garasi, maka ia adalah mobil. Atau karena seekor tikus besar tinggal di kandang, ia adalah seekor kuda.” Tidak. Tidak peduli di mana kita dilahirkan, entah di keluarga atau negara apa, kita menjadi orang Kristen karena dilahirkan secara individu ke dalam keluarga Allah.
Bukan hanya itu, tetapi komitmen kita kepada Kristus selalu bersifat pribadi dan individu. Itulah yang harus kita lakukan. Penyerahan diri kita kepada Kristus selalu bersifat pribadi dan individu. Kita menyerahkan hidup kita kepada Kristus pribadi lepas pribadi.
Nehemia menawarkan dirinya sendiri dengan segenap hatinya untuk membangun kembali kota kudus, tembok-tembok Yerusalem, kota kudus Allah.
Atau Yesaya berkata: “Ini aku, Tuhan. Utuslah aku.”
Rasul Paulus berkata: “Tuhan, apa yang Engkau kehendaki untuk aku lakukan?”
Dan, ketika Athanasius dibuat sadar tentang fakta bahwa seluruh dunia menentangnya, teolog besar ini memberikan jawaban: “Jadi, ini aku, Athanasius, menentang seluruh dunia.”
Apapun yang orang lain pikirkan atau lakukan, penyerahan hidup kita kepada Kristus selalu bersifat individu dan pribadi. Pengalaman kita adalah seperti itu atau tidak sama sekali. Itu adalah apa yang kita telah rasakan dan yang telah kita dengar dan apa yang telah kita ketahui dan alami, bukan apa yang orang lain rasakan, dengar, ketahui dan alami, tetapi itu adalah pengalaman kita secara pribadi.
Sama seperti tidak ada seorangpun yang dapat tidur untuk anda, atau bangun untuk anda, makan untuk mengenyangkan perut anda, atau hidup untuk anda. Anda memiliki kehidupan di dalam diri anda sendiri. Begitu juga di hadapan Allah. Pengalaman kita selalu bersifat individu. Itu adalah sesuatu yang saya telah rasakan, telah saya lihat dan ketahui.
Pelayanan pembaptisan kita juga seperti itu. Kita dibaptis untuk menggambarkan kematian dan kebangkitan kita. Tidak seorangpun dapat mati menggantikan anda. Suatu hari nanti anda akan mati untuk diri anda sendiri. Dan berapa banyakpun orang-orang di sekiling anda, namun pada saat anda meninggalkan dunia ini, anda pergi sendirian. Dan ketika anda berdiri di hadapan Allah, anda berdiri untuk diri anda sendiri. Anda dihakimi secara pribadi, individu.
Ordinansi baptisan mengajarkan bahwa kita telah dikubur secara individu bersama Kristus. Siang ini pukul lima tepat, kita akan mengadakan Perjamuan Tuhan, ini akan menjadi peringatan pribadi lepas pribadi, setiap kita masing-masing akan makan roti dan minum anggur untuk mengingat kematian Tuhan.
“Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” Semua ini pengalaman yang bersifat pribadi dan individu.
KEMATIAN KE DALAM HIDUP
Selanjutnya marilah kita melihat bagaimana Paulus akan berbicara tentang kematian kita ke dalam hidup: “Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup.” Ini adalah salah satu hal yang istimewa dalam tulisan-tulisan Paulus, yaitu ia akan terus menerus menghubungkan atau mengingatkan para pendengarnya, para pembacanya dengan kematian.
Seluruh tulisannya menunjukkan bahwa kita telah mati. Ia menjelaskan kita sebagai orang yang telah mati. Dalam Roma 6:8: “jika kita telah mati dengan Kristus…” Lihat lagi di dalam Kolose 3:3, “Kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.” Atau lihat 2 Timotius 2:1, “perkataan ini: "Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia.”
Bukankah ini istimewa karena dalam serangkaian surat yang ia tujukan kepada para pengikutnya, yaitu orang-orang Kristen menjelaskan orang Kristen sebagai orang-orang yang telah mati: “Karena kamu telah mati di dalam Kristus?” Apa yang ia maksudkan di sini adalah bahwa Salib telah memisahkan kita dari dunia ini, dan kita sekarang terpisah dari dunia oleh karena kita telah mati bersama Kristus bagi dunia.
Di dalam kematian Kristus, kita juga diperkenalkan kepada kehidupan baru yang ajaib. Paku dan kayu salib itu telah memisahkan kita dari kehidupan lama dan dunia ini serta membukakan mata air kehidupan baru di dalam Allah. Manusia lama kita telah mati agar manusia baru kita menjadi hidup. Manusia lahiriah (outward) kita telah mati, agar manusia batiniah (inward) kita dilahirkan kembali. Kita keluar dari kehidupan dunia ini agar kita dibawa kepada terang pengenalan kemuliaan dan kehidupan Allah di dalam Kristus Yesus.
Setiap tahun imam besar masuk ke ruang maha kudus di Bait Suci. Setelah ia melakukannya, ia juga pasti akan masuk ke peti mati yang gelap gulita. Tidak ada sinar terang dunia yang masuk ke dalamnya. Dan ketika imam besar itu masuk ke ruang Maha Kudus, kemudian ia kembali keluar ke dunia ini. Namun ketika ia telah meninggalkan dunia ini, terang dunia atau terang matahari ini, ia dibawa kepada shekinah, terang kemuliaan Allah, terang yang membakar di atas tabut perjanjian. Dan ia baru bisa melihat semua itu setelah ia menutup mata dan meninggalkan terang dari dunia ini (matahari), yaitu pada saat ia mati dan menghadap Tuhan.
Hal-hal rohani bertentangan dengan hal-hal fisikal. Iman bertentangan dengan penglihatan. Pengharapan bertentangan dengan pengalaman. Kasih Allah bertentangan dengan kasih akan dunia ini.
Dan jika kita mau mengenal dan melihat Allah, kita harus meninggalkan dunia ini. Itulah sebabnya mengapa di dalam doa, kita menutup mata kita agar kita dapat membuka mata rohani kita oleh iman kepada Allah.
“Aku telah disalibkan bersama Kristus.” Itu menekankan sesuatu yang lain yang Yesus pernah katakan. Tiga kali di dalam Injil Tuhan berkata: “Pikulah salibmu dan ikutlah aku.” Yesus menggunakan ekspresi itu dalam Matius 10, Matius 16 dan Lukas 14: “Pikulah salibmu dan ikutlah Aku.”
Apakah maksudnya ini? Dan di sini Roh Kudus memberikan frase yang lain yang senada kepada kita: “Aku telah disalibkan bersama Kristus.” Apakah maksudnya, “Aku telah disalibkan bersama Kristus?” Apakah maksud, “Pikulah salibmu dan ikutlah Aku?”
Memikul salib. Secara pratikal setiap orang akan berkata bahwa arti memikul salib adalah menderita, atau rela hancur hatinya, atau mengalami tekanan dan kekecewaan yang mendalam, atau mengalami kesusahan dan pencobaan. Ini arti memikul salib. Namun saya yakin, dan anda juga tahu, bahwa orang-orang Kristen, sama dengan semua orang lainnya, kita memiliki beban, mengalami pencobaan, mengalami kesusahan, sakit hati dan frustasi dan kekecewaan. Namun itu bukanlah apa yang Alkitab maksudkan dengan memikul salib. Bahkan Itu bukan arti memikul salib. Itu adalah hal yang berbeda.
Ketika Tuhan berkata “pikullah salib,” dan ketika Paulus menggunakan ekspresi yang lain dari Roh Kudus, yaitu “Aku telah disalibkan bersama Kristus,” apa yang Yesus dan Paulus bicarakan di sini adalah berhubungan dengan kematian. Penyaliban dan kematian. Memikul salib sampai mati di sana.
Ketika Tuhan berbicara tentang “pikulah salibmu,” Ia sedang berbicara tentang kematian. Bukankah, itu maksud dari apa yang Ia katakan? Ketika Tuhan memikul salib-Nya menuju bukit Golgota, Kalvari, di sanalah Ia akhirnya dihukum mati di kayu salib itu sampai mati. Arti memikul salib adalah kematian.
Ketika matahari memalingkan wajahnya dan ia berseru dalam kesunyian: “Alah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku,” itu adalah kematian. Itu persis sama dengan apa yang Paulus maksudkan di sini: “Aku telah disalibkan bersama dengan Kristus.” Itu adalah kematian. Orang Kristen talah mati. Ia telah mati terhadap dirinya sendiri. Ia telah mati terhadap ambisinya. Ia telah mati terhadap kesombongannya. Ia telah mati terhadap keangkuhannya. Ia telah mati terhadap semua kesenangan dan bujuk rayu dunia ini. Ia telah mati.
“Aku telah disalibkan bersama Kristus.” Aku tidak lagi memiliki ambisi pribadi, selain untuk mengasihi Yesus. Aku tidak memiliki ambisi demi kesenangan saya sendiri lagi, selain mengasihi Allah. Anda tidak perlu membujuk saya, menepuk pundak saya dengan memberikan semua pujian dan kata-kata yang manis kepada saya. Jangan lakukan itu. Lakukanlah itu untuk Tuhan, karena hidupku yang lama telah mati. Dan apa yang sekarang ada padaku ialah bukan aku lagi tetapi Kristus yang ada dalamku. Oh, Tuhan, bagaimana Dia ada di sana? Bagaimana Dia melakukan itu? Karena semua yang anda lakukan hanya untuk Dia, bukan untuk diri anda sendiri. “Aku telah disalibkan bersama Kristus,” artinya mati terhadap diri sendiri. Kita telah menjadi manusia baru, dan diriku bukanlah aku lagi tetapi Kristus yang ada dalamku.
James A. Garfield adalah presiden Amerika kedua puluh dan seperti yang anda ketahui bahwa ia mati dibunuh. Sebagai presiden Amerika, ketika ia datang ke gereja, semua orang sangat menghormatinya terutama sang gembala.
Dan gembala akan menyambut dia dari mimbar dan memperkenalkan dia sebagai Presiden James A. Garfield. Dan suatu hari, presiden ini datang untuk menjumpai gembalannya, dan berkata, “Pendeta, saya tahu di luar sana dan di depan dunia, saya adalah presiden Amerika. Namun di gereja, saya hanyalah James A. Garfield orang biasa.”
Atau ambil contoh lagi dari kehidupan William Carrey, misionari abad modern yang sangat terkenal yang menggerakan gerakan pelayanan misi di abad modern. Seperti yang telah anda ketahui, William Carey menyerahkan seluruh hidupnya untuk melayani masyarakat India.
Ia pernah dijamu oleh Gubernur Jendral India, namun di sana ada pejabat pemerintahan yang memandang rendah misionaris Baptis ini. Sehingga di sana, di meja makan malam itu, pejabat picik itu berbisik kepada temannya – dan William Carey dapat mendengar itu – katanya, “William Carey ini, saya kenal dia. Dia hanyalah seorang tukang pembuat sepatu (shoemaker).”
Namun William Carey yang mendengar percakapan itu menjawab, “Tuan, bukan tukang pembuat sepatu (shoemaker). Tetapi saya adalah tukang sol sepatu bekas (cobbler). Saya adalah tukang sol sepatu bekas.”
Anda tidak dapat merendahkan orang seperti itu, karena itu tidak ada gunanya, sebab ia telah mati. Ia telah mati bagi dirinya sendiri. Ia telah mati terhadap semua ambisi dirinya sendiri. Dan ia hidup, “namun bukan lagi ia, tetapi Kristus yang hidup dalamnya.” “Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah.”
Dengan mudah saya dapat membayangkan bagaimana kita semua yang adalah orang-orang Kristen mungkin takut menghadapi kebenaran ini. Namun ketahuilah bahwa ini adalah kematian agar kita dibangkitkan dalam kehidupan yang mulia di dalam Allah. Keduniawian dan dosa dan kematian tidak akan lagi berkuasa atas kita. Kita hidup dalam kemuliaan kebangkitan dari Allah. Itu adalah kehidupan.
“Aku telah disalibkan bersama Kristus, namun aku hidup.” Itulah kehidupan yang sesungguhnya. Saulus yang lama telah mati agar Rasul Paulus dilahirkan kembali. Saulus yang lama menyombongkan tradisi dan garis keturunannya. Ia bangga dengan semangatnya. Dan ia bangga dengan banyaknya orang yang menjadi pengikutnya. Ia bahkan berkata: “Aku adalah penganiaya jemaat, dan aku berusaha membinasakannya tanpa belas kasihan.” Ia bangga dengan garis keturunannya, ia bangga dengan komitmennya untuk menganiaya jemaat. Namun, ketika ia menuju Damsyk, terang kemuliaan Kristus yang menyilaukan membuat matanya buta. Dan Saulus yang lama mati, namun Paulus yang baru dilahirkan kembali.
Demikian juga halnya dengan kita. Ketika kita memandang kematian Kristus, penyaliban Kristus, itu bukan hanya sekedar kematian seorang manusia, namun kematian-Nya adalah bagi orang lain, demi pengampunan dosa-dosa kita Ia harus mati. Ini adalah representatif kita. Ia mati mewakili atau menggantikan kita.
Ia telah mati bagi kita, dan kita telah mati di dalam dia. Semua pengacara atau ahli hukum akan menjelaskan kepada anda bahwa ketika seorang kriminal telah mati, maka kasusnya akan ditutup. Statusnya bukan lagi tersangka ataupun terdakwa, karena ia sudah mati. Itu sama saja dengn penghukuman telah dijatuhkan atasnya.
Demikian juga di dalam Kristus. Ia telah mati bagi kita dan dosa-dosa kita dan kekurangan serta setiap kelemahan kita. Semuanya telah mati. Setiap ambisi palsu dan segala sesuatu yang ada padanya telah mati. Dan apa yang kita miliki sekarang adalah kemuliaan janji Tuhan di dalam Kristus Yesus, “Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.”