PENCOBAAN DAN KEMENANGAN

(TRIAL AND TRIUMPH)

 

Dr. W. A. Criswell

 

Daniel 6:24-28

05-23-71

 

Saudara sedang mengikuti kebaktian dari Gereja First Baptist Church di Dallas. Ini adalah suara dari Pendeta yang membawakan warta yang diberi judul: Daniel, Satu jenis orang-orang Tuhan. Ini akan menjadi warta yang terakhir yang disampaikan dari kitab Daniel dalam jangka waktu yang sangat lama. Saya merasa, ketika saya sampai pada bagian akhir dari pasal yang ke enam, bahwa saya ingin menyampaikan satu kabar sukacita lagi dari kehidupan nabi yang negarawan ini.

 

Ketika kita sampai pada sebuah kesimpulan dari pasal ke enam, kita kasuk ke dalam suatu substansial dan meterial yang secara bersama-sama berbeda daripada ketika kita mulai dengan pasal yang ketujuh. Kitab Daniel ini terbagi persis di tengah-tengah – sama seperti dengan Kitab Wahyu. Pasal yang pertama sampai dengan pasal 11 di dalam kitab Wahyu adalah sesuatu hal. Pasal 12 sampai dengan pasal 22 dari kitab Wahyu merupakan sesuatu hal yang lain. Penyingkapan itu dibagi juga persis di tengah-tengahnya. Begitu juga dengan kitab Daniel. Pasal yang pertama sampai dengan pasal keenam adalah sesuatu hal. Pasal 7 sampai dengan pasal 12 dari kitab Wahyu merupakan sesuatu hal yang lain. Pasal yang pertama sampai dengan pasal keenam bersifat menceritakan suatu kisah dan biografis. Pasal yang ketujuh sampai dengan pasal yang ke 12 memuat tentang pengungkapan serta mimpi dari nabi tersebut serta penafsiran mereka. 

 

Jadi, sebelum kita meninggalkan bagian yang bersifat naratif dan biografis dari kitab tersebut itu, saya ingin menyampaikan hal ini dalam satu kali kebaktian lagi mengenai kehidupan dari nabi negarawan yang agung ini. Dan buku-buku itu akan diterbitkan pada musim gugur ini. Saya bekerja siang dan malam untuk kebaktian-kebaktian yang telah saya sampaikan. Dan pada minggu yang mendatang ini, naskah itu akan dikirimkan kepada penerbit Zondervan. Dan pada musim gugur ini, buku volume yang ketiga, volume dari kebaktian-kebaktian yang saya berikan sekarang, akan diterbitkan dan dikirimkan kepada kita. 

 

Saya akan membacakan nats dari ayat yang terakhir dari pasal yang keenam: Demikian bunyinya:

 

Kemudian raja Darius mengirim surat kepada orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa, yang mendiami seluruh bumi, bunyinya: “Bertambah-tambahlah kiranya kesejahteraanmu!

Bersama ini kuberikan perintah, bahwa di seluruh kerajaan yang kukuasai orang harus takut dan gentar kepada Allahnya Daniel: sebab Dialah Allah yang hidup, yang kekal untuk selama-lamanya; pemerintahanNya tidak akan binasa dan kekuasaanNya tidak akan berakhir.

Dia melepaskan dan menolong, dan mengadakan tanda dan mujizat di langit dan di bumi, Dia yang telah melepaskan Daniel dari cengkraman singa-singa.” (Kemudian kalimat kesimpulannya.)

Dan Daniel ini mempunyai kedudukan tinggi pada zaman pemerintahan Darius dan pada zaman pemerintahan Koresy, orang Persia itu. 

 

Pada pagi hari ini kita akan mengikuti kehidupan dari nabi Tuhan itu ketika kehidupan itu menjadi sebuah contoh dan sebuah pendorong semangat kepada kita. Karena di dalam surat kepada jemaat di Korintus pasal yang kesepuluh ayat yang kesebelas, rasul Paulus menuliskan: “Sekarang, semua hal ini terjadi atas mereka sebagai contoh: dan hal tersebut dituliskan untuk menjadi peringatan terhadap kita atas mereka  pasal pada akhir dari dunia ini akan tiba.” 

 

Jika oleh karena itu, saya menerima Firman Tuhan, saya diajarkan untuk percaya atas apa yang terjadi kepada Daniel merupakan sebuah contoh untuk kebaikan kita serta anugerah kepada kita, serta sebagai pendorong terhadap semangat kita. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman dari nabi ini merupakan sebuah contoh kepada kita yang melakukan perjalanan melalui hutan belantara dari dunia ini. Oleh karena itu pertama-tama kita harus menceritakan kisah dari pencobaan dan kemenangan dari Daniel

 

Pertama-tama, pencobaan yang dialaminya – dan ada tiga pencobaan yang terjadi: Pencobaan terhadap daging yang terdapat di dalam pasal yang pertama; pencobaan terhadap pikiran dan intelektualitas yang terdapat di dalam pasal yang kedua; dan yang ketiga, pencobaan terhadap jiwa, terhadap roh, di dalam pasal yang keenam.

 

Pencobaan terhadap daging di dalam pasal yang pertama:  Daniel merupakan seorang tawanan. Ia merupakan sebuah piala kemenangan atas sebuah peperangan. Ia adalah seorang budak, dibawa keluar dari negerinya dan diasingkan ke sebuah negeri yang asing dan tidak dikenalnya. Ia adalah seorang pelayan di istana raja dari Babilonia. Akan tetapi ia juga berada di tempat yang mengkhawatirkan dan kegembiraan yang tidak biasanya. Ia memiliki banyak kesempatan untuk sebuah kemajuan dan kemungkinan untuk dinaikkan pangkatnya. Terpilih sebagai salah seorang benih dari keluarga kerajaan dari suku Yehuda, berparas tampan dan pintar, bahkan sebagai seorang remaja yang berusia belasan tahun, sang raja memilih dia untuk mendapatkan pengajaran, untuk mendapatkan pelatihan, dalam seluruh kearifan dari suku Kasdim. Setelah mendapatkan pelajaran di universitas, kemudian diharapkan ia akan diperkenalkan sebagai salah seorang Magi, dalam barisan penasehat-penasehat kerajaan. Tak terhitung jumlahnya, ribuan orang yang berada di kota Babilon, serta di dalam kerajaan Babilonia yang tidak begitu tepat tempatnya – ia duduk di meja makan sang raja. Dia ikut memakan santapan sang raja dan turut meminum minuman sang raja - (yang seharusnya dilakukannya) – semua itu dipersiapkan kepadanya.

 

Ia ditempatkan pada tempat yang tidak biasanya: dan kemudian datanglah godaan yang luar biasa dan menakutkan kepada pemuda tersebut. Karena, godaan tersebut, pencobaan itu, berada pada sesuatu hal yang sangat menyenangkan, dalam suatu keramah tamahan, merasa sungguh dihargai dan merasa sangat dimuliakan; karena ia telah dipilih dari antara ribuan dan ribuan untuk seseorang yang diangkat dari pada semua tawanan sang raja. Dan kemudian, untuk menerima sesuatu yang disertai dengan perasaan menyenangkan dan rasa berterima kasih, pemberian hadiah serta kemurahan dari sang raja merupakan sesuatu hal yang kedengarannya mencerminkan kemurahan hati dan penghormatan serta keagungan. 

 

Ingatlah juga bahwa ia masih seorang remaja yang berusia belasan tahun. Ia seorang pemuda. Dan ia berada jauh dari rumahnya sendiri; jauh dari orang tuanya, jauh dari negerinya sendiri, jauh dari kaum sebangsanya. Dan di sana, sendirian di sebuah negeri asing, ia mendapatkan kesempatan untuk suatu kemajuan dan kenaikan pangkat, dengan menjadi demikian arif di dalam keluwesan dan penghargaan. Siapa yang berharap akan menghina tuan rumah yang begitu mulia seperti raja besar dari Babilon yang hebat?  Dan menjadi seorang budak dan tawanan perang, yang menjadi begitu bijaksana serta dihargai dengan disambut dengan pintu yang terbuka daripada raja yang berkuasa, dirinya sendiri, yang telah dipersiapkan dihadapannya?

 

Dan begitulah pencobaan itu menghampiri Daniel, didaulat untuk menyantap makanan sang raja yang telah terlebih dahulu dipersembahkan kepada berhalanya dan yang mana telah diajarkan kepadanya bahwa hal seperti itu merupakan penghinaan kepada Tuhan; serta meminum minuman keras dari sang raja yang mana telah diajarkan kepadanya akan membawa kesengsaraan serta mata yang membara; bahwa minuman itu akan menyengat seperti naga dan menggigit seperti seekor ular berbisa. Apa yang seharusnya dilakukan oleh pemuda itu? Bukankah ia harus bersikap ramah dan berterima kasih kepada tuan rumah dan bahwa tuan rumah itu adalah sang raja sendiri? Dan ketika penguasa dari istana itu berkata: “Engkau mengancam kepalaku sendiri jika engkau kemudian tidak berterima kasih dan berbuat yang sama secara bergantian.” Bukankah perkataan itu suatu pencobaan dan keputusan untuk segera diambil oleh sang pemuda itu! Dan dia sendirian. Dan dia bertanggung jawab kepada Tuhan dan kemudian dia mengambil keputusan itu.

 

Hari ini, kita mendengarkan suatu perilaku yang berbeda secara keseluruhan, diajarkan oleh para cendikiawan palsu yang berkata bahwa generasi muda sekarang ini tidak bertanggung jawab atas keputusan yang mereka ambil. Mereka membunuh, mereka melakukan pemerkosaan, mereka membuat kerusuhan, mereka melakukan penjarahan, mereka melakukan pembakaran, mereka melakukan penghancuran, mereka melakukan perampokan, mereka mencelakai orang – akan tetapi para sosiolog mengatakan bahwa mereka tidak bertanggung jawab. Mereka hanya produk dari lingkungan di sekeliling mereka dan keadaan disekitar mereka serta teman-teman mereka. Dan atas keputusan-keputusan yang mereka buat serta pilihan terhadap kehidupan untuk mereka jalani juga bukan menjadi tanggung jawab mereka; hal itu merupakan tanggung jawab dari sesuatu atau orang lain.

 

Dari pertama hal itu merupakan sebuah kebohongan. Buku Tuhan mengatakan bahwa setiap orang sensitif secara moral dan bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan. Dan apakah orang itu berada di tengah-tengah benua Afrika (dimana saya pernah berkhotbah dan missionarisnya merupakan tamu kita pada pagi hari ini) atau apakah orang itu berasal dari suku Indian pada zaman batu di daerah Amazon (dimana saya juga pernah berkhotbah di sana), atau sampai di ujung dunia ini, tidak ada orang, tidak ada sanak saudara, tidak ada teman satu suku bangsa, kecuali yang sensitif terhadap moralitas, baik atau buruk. Dan tidak ada remaja berusia belasan tahun dan tidak ada pemuda yang hidup kecuali kemudian ia mengambil keputusan tersebut, ia sadar bahwa ia telah melakukannya. Dan ia bertanggung jawab kepada Tuhan, tidak menjadi masalah apapun lingkungannya atau apapun keadaan di sekitarnya, atau siapapun teman-temannya. 

 

Dan Daniel ini adalah seorang pemuda dan dia sendirian. Dan ia telah diasingkan dan ditawan dan dia dijadikan sebagai budak. Dan ia berdiri di hadapan sang raja. Dan ia mengambil keputusan untuk hidupnya sendiri.

 

Saudara tahu, betapa aneh rasanya bagaimana Tuhan telah membuat kehidupan ini. Kehidupan ini dibuat dari keputusan-keputusan dan tidak ada yang lainnya. Hanya itu. Dan itulah caranya bagaimana Tuhan telah menciptakan kita. Tuhan menciptakan kita bebas. Kita bebas secara spiritual dan moral. Mereka bisa saja menempatkan tubuh saya di dalam penjara, memenjarakan kerangka fisik ini di balik dinding-dinding batu dan jeruji besi, akan tetapi jiwa saya bebas merdeka. Tidak seorangpun dapat memaksa jiwa saya. Diciptakan berdasarkan gambar Tuhan, saya bebas merdeka. 

 

Dan keputusan-keputusan tersebut yang telah saya lakukan di dalam jiwa saya, telah membentuk saya. Mari kita lihat sajak ini: 

 

Dalam permulaan masa yang suram,

Tuhan campurkan air mata dan kegembiraan dalam manusia,

Dan menyebarkan bintang-bintang itu di dalam pikirannya.

Tuhan berkata: “Lihatlah, walau ini belum cukup.

Karena Aku harus mencobai jiwanya dan memastikan

Ia dapat menghadapi penampakan dan kemudian memikulnya.

Aku akan meninggalkan manusia untuk membuat rasa pasrah.

Akan meninggalkannya terbagi antara kata “tidak” dan “ya”.

Biarkan ia terjaga sampai ia beristirahat di dalam Aku,

Di angkat ke atas oleh pilihan yang membebaskannya.

Meninggalkannya di dalam kesendirian yang tragis untuk memilih

Dengan semua kehidupan untuk dimenangkan atau semua dalam kehidupan yang akan terlepas.”

 

Begitulah cara Tuhan menciptakan kita. Dan kehidupan itu tidak ada apa-apanya kecuali sebuah cerminan serta sebuah reaksi serta sebuah reproduksi dari keputusan-keputusan yang telah kita ambil tersebut. Kebebasan untuk menjawab di hadapan Tuhan – jika saya mengambil keputusan yang keliru dan menghasilkan godaan-godaan serta pencobaan, hidup saya berbalik ke arah bawah dan ke bawah, dan terus menuju ke bawah serta melemah, bertambah lemah dan semakin lemah lagi. Akan tetapi jika saya mengambil keputusan-keputusan tersebut di dalam Tuhan, maka hidup saya akan cenderung meningkat, naik ke atas dan ke atas lagi menuju ke arah Tuhan; dan saya akan merasa lebih kuat, bertambah kuat lagi dan bertambah kuat.

 

Begitu banyak orang yang memperjual belikan hidupnya untuk hal-hal yang bersifat duniawi. Mereka menukarkan hari-harinya demi suatu kenaikan pangkat dan kemajuan. Banyak orang yang akan melakukan segala sesuatu demi kenaikan, untuk mencapai kesuksesan, untuk bangkit, untuk memulai atau untuk keluar, untuk mencapai puncak - segalanya! Akan tetapi tidak ada yang berada di bawah naungan Tuhan, yang lebih baik binasa dari pada meninggalkan panggilan Tuhan dan menjalani kehendak Tuhan di dalam hidup mereka.

 

John Bunyan, Pendeta Baptist kita yang termashyur pada tahun 1600an di Inggris, merana di penjara kota Bedford selma dua belas tahun – dua belas tahun! Dan setiap hari selama dua belas tahun itu, ia boleh saja mendapatkan kebebasannya, hanya jika ia sepakat di dalam satu kalimat yang sederhana. Seharusnya Bunyan mengatakan: “Aku tidak akan menyebarkan injil itu,” maka pintu-pintu akan dibukakan. Akan tetapi ia merana di dalam sana selama dua belas tahun di dalam penjara kota Bedford. Dan kepadanya telah disodorkan sebuah penawaran, untuk tidak berkhotbah dan kemudian mendapatkan kebebasannya, atau tetap berkhotbah dan dipenjarakan, lalu ia menjawab: “Lebih baik saya tetap tinggal di dalam penjara ini sampai tumbuh lumut di sekujur kelopak mataku daripada kemudian berjanji bahwa saya tidak akan menyebarkan Injil kemuliaan dari Putra Allah!”

 

Pencobaan terhadap daging – yang kedua, pencobaan terhadap pikiran, terhadap intelektualitas: Hal ini berada dalam pasal yang kedua dari kitab Daniel:  Dilema dari sebuah mimpi itu dengan ringkat telah dikatakan. Diterangkan dengan nyata dan jelas: Apakah engkau memberitahukan jawabannya atau engkau akan dibunuh.” Saya pikir semua orang dapat memahami arti kalimat tersebut; yang paling sederhana sekalipun.  “Engkau ceritakan mimpi ini dan apa artinya atau engkau akan dibinasakan. Sederhana saja. Sekarang, beritahulah kepada saya.” 

 

Kemudian ia memanggil kaum Magi; ia memanggil ahli-ahli perbintangan;  ia memanggil ahli-ahli nujum; ia memanggil kaum Kasdim– begitulah mereka dibayar untuk melakukannya – untuk menjawab. Itulah sebabnya mereka dilatih untuk menjadi dewan menteri sang raja – untuk memberitahu sang raja. Mereka berkata: “Kami ini kaum arif dan bijaksana. Kami mengetahui segalanya, bertanyalah kepada kami.” Mereka “orang yang serba tahu” yang professional, mereka itu pengetahuan yang nyata sebelum masanya. 

 

Maka mereka menghadap ke hadirat sang raja dan kemudian sang raja berkata: “Jawablah, atau binasa.”

 

Lalu mereka kemudian menjawab dan merekapun berkata:

Baginda raja, tidak ada seorang manusiapun di muka bumi ini yang dapat menjawabnya, yang dapat menunjukkan masalah sang raja: atau tidak seorang rajapun atau seorang penguasapun di muka bumi ini yang pernah bertanya mengenai hal seperti itu kepada ahli-ahli nujum, atau kaum Magi, atau ahli-ahli perbintangan atau kaum Kasdim.

Dan permintaan tuanku raja yang seperti itu sangat jarang terjadi, dan tak seorangpun di muka bumi ini yang dapat menjawab baginda kecuali Tuhan. 

 

Sebagian dari jawaban itu cukup untuk mengakui bahwa: “Kami tidak tahu. Dan kami tidak dapat menjawabnya dan tak seorangpun manusia yang dapat menjawabnya kecuali para dewa. Dan mereka tidak berdiam dengan manusia yang terbuat daripada tubuh dan daging.” 

 

Kita memiliki orang-orang yang “mengetahui segalanya” saat ini. Mereka adalah kaum Magi di zaman modern ini. Mereka adalah kaum “intelektual palsu” kita: “Kami memiliki semua jawaban” kata mereka. “Dan kami mengajar sebagai orang yang sangat terpelajar serta kehormatan dari universitas kami dan dari perguruan-perguruan tinggi di dunia ini. Kami adalah kaum Magi dari dunia modern dan kami tahu, kami dapat menjawab. Mengapa, kami tahu bahwa Alkitab itu bersifat khayalan. Alkitab itu tidak ada apa-apanya selain kumpulan legenda dan mitos. Kami tahu bahwa tidak ada sesuatu apapun seperti Tuhan. Kami tahu bahwa kesaksian-kesaksian serta pengungkapan ini, begitulah disebut namanya, berasal dari Tuhan yang Agung dari surga, bukan apa-apa kecuali hal yang bersifat takhyul yang berasal dari manusia yang hidup dibalik ketidatahuan yang suram. Akan tetapi saat ini, kami telah mendapatkan pencerahan. Kami adalah kaum Magi dari dunia modern ini. Bertanyalah kepada kami!” 

 

Luar biasa. Tidak ada lagi yang dapat membuat hati saya senang daripada bertanya. Karena di sana ada pertanyaan mendasar yang hebat yang begitu ingin diketahui oleh jiwa saya dan saya menyukai jawaban manusia-dewa itu semuanya.: “Dari mana kita berasal? Dan akan pergi ke manakah kita nanti? Dan apakah ada suatu maksud dan pengertian tertentu dalam hidup ini? Beritahu saya, demi jiwa saya!

 

Kemudian para Magi dan “pengetahuan” palsu masa kini itu berkata: “Kami tidak tahu. Kami tidak mengetahui dari mana kami berasal. Dan kami tidak mengetahui akan kemana kami pergi nantinya. Dan kami tidak mengetahui tujuan dan pengertian kehidupan ini.” 

 

Dan itulah sebabnya mengapa dunia modern ini terbenam di dalam keputus asaan: Tidak ada suatu pengertianpun, dan tidak ada satu maksud apapun, dan tidak ada satu Tuhanpun. Dan kami tidak mengetahui dari mana kami berasal, dan kami tidak mengetahui hendak kemana kami pergi nantinya, dan kami tidak mengetahui apapun. Dan sebelumnya mereka mengatakan: “Kami mengetahui segalanya. Saudara tidak dapat mengetahui segalanya di dalam diri saudara sendiri. Saudara tidak mampu. Yang dapat dilakukan oleh manusia adalah mengamati, hanya itu saja. Ia dapat melihat planet-planet yang berputar, akan tetapi, cukup sampai disitu saja. Ia dapat melihat bunga yang tumbuh; tapi hanya sampai disitu saja. Ia dapat melihat proses miosis dan ia dapat mengikuti mitosisnya; akan tetapi ia tak mampu menjelaskannya. Ia tidak akan pernah dapat menjelaskannya. Manusia itu sendiri tidak mengetahuinya. Semua yang mampu kita lakukan hanyalah mengamatinya saja; akan tetapi kita tidak dapat memberikan alasannya mengapa. Ataupun kita tidak dapat menawarkan suatu maksud atau tujuan lain atau suatu tujuan akhirpun.”

 

Dan apakah oleh sebab itu kita akan berdiam dalam kegelepan yang suram? Apakah kita kemudian terbenam ke dalam jurang dari ketiadaan Tuhan? Sama seperti pion, seperti kapal di depan sungai yang bergerak, sama seperti atom yang bergerak tidak beraturan dan kemudian berpisah? Apakah ada sebuah arti di sana? Apakah ada tujuan dalam hidup ini?

 

Daniel berkata: “Tuanku raja, di sorga ada Allah yang menyingkapkan rahasia-rahasia.”

 

Tuhan tahu! Dan setelah Daniel membentangkan jawabannya di hadapan sang raja, yang datang dari jawaban sebuah doa, sang raja menjawab kepada Daniel: “Sesungguhnyalah, Allahmu itu Allah yang mengatasi segala allah dan Yang berkuasa atas segala raja dan yang menyingkapkan rahasia-rahasia.” 

 

Bagaimana seorang manusia dapat mengetahuinya? Kita mengetahuinya dari penyingkapan diri serta pengungkapan diri dari Allah. Kita memiliki indera keenam. Kita memiliki sebuah tanggapan yang berdasarkan intuisi. Ada sesuatu hal di dalam diri seorang manusia yang dapat melihat dengan menggunakan mata hati, yang bahkan dapat membuat kita melihat kepadaNya yang tidak dapat terlihat. Ada sesuatu hal di dalam diri manusia yang lebih dari sekedar pertemuan anatomi dari semua organ dan potongan-potongan serta bidang-bidang dan atom-atom saja yang membuat manusia itu. Ada sesuatu di dalamnya yang datang daripada Tuhan yang dapat memberikan tanggapan serta melihat dan memahami dan mengetahui serta mengerti. Ada bagian spiritual yang dapat mempercepat serta mencerahkan dan mengajarkan; sama seperti pikirannya yang dapat menerima pelajaran. Dan ia dapat memahami, sama seperti tangannya yang dapat diajar dan dilatih, dan tangan itu dapat memberikan respon. Jadi, jiwa seorang manusia dapat dipercepat dan dapat merespon. Ia dapat melihat. Ia dapat mengerti. Ia adalah anak dari Raja yang Agung. Ia menjadi manusia yang beriman, dan kebijaksanaan serta pemahaman. 

 

Di pagi hari ini saya tidak memberikan sebuah khotbah yang ganjil, seolah-olah saya telah menuangkannya dari tempat keagamaanku. Simaklah rasul Paulus yang telah menuliskan surat kepada jemaat di Korintus dari dunia ini serta dari kebijaksanaan Tuhan, ia berkata:

 

Kebodohan dari Allah lebih bijaksana daripada manusia, dan kelemahan dari Allah lebih kuat daripada manusia.…

Allah telah memilih hal-hal yang bodoh dari dunia ini untuk membaur dengan hal yang bijaksana; dan Allah telah memilih hal-hal yang lemah dari dunia ini untuk membaur dengan mereka yang kuat;

Dan hal-hal yang ada di dunia ini beserta dengan hal-hal yang mana telah direndahkan, jika Allah telah menetapkan pilihanNya, bahkan terhadap hal-hal yang tidak ada, disampaikan kedepan untuk meniadakan hal-hal yang ada:

Tidak ada kesempurnaan yang akan dimuliakan di hadapan Allah di dalam hadiratnya.

 

Semuanya itu dari Tuhan, karena saya tahu. Seperti yang telah dituliskan oleh Rasul Paulus di dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus pada babnya yang kedua: “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah kebodohan (bagi mereka itu adalah sebuah kebodohan).”

 

Sama seperti Edward Gibbon yang sedang saya baca sekarang di dalam bukunya yang berjudul: The Fall and Decline of the Roman Empire. (Kemunduran dan Kejatuhan Kekaisaran Romawi). Saya memiliki seorang sahabat terkasih di sini di dalam gereja ini yang ingin memberikan sebuah buku kepada saya. Saya membayangkan bahwa ia akan memiliki suatu pemikiran bahwa saya mungkin akan memilih buku yang berharga sekitar $2.50 atau $2.95 yang dapat ia peroleh di toko-toko buku di sekitar sini. Saya beritahu dia bahwa saya menginginkan jilid buku karangan dari Edward Gibbon, The Fall and the Decline of the Roman Empire. (Kemunduran dan Kejatuhan Kekaisaran Romawi). Tuhan memberkatinya. Dan ia cukup dermawan untuk kemudian membelikan buku itu buat saya. Edward Gibbon – seorang pria yang secara kesusasteraan mampu dan dimampukan menggambarkan zaman dari Raja George III, kira-kira sezaman dengan George Washington di sini, di Amerika – seorang intelektual yang amat hebat: akan tetapi ia tidak dapat berpikir atau tidak memiliki suatu konsep apapun dari apa yang dia sebut dengan fanatisme dari orang-orang Kristen yang pertama. Ia tidak dapat memahaminya! 

 

Saya dapat memahami hal itu. Saya dapat mengerti bagaimana mereka orang-orang Kristen yang pertama, di dalam ketenangan serta di dalam martabat mereka serta di dalam jaminan diri sendiri yang sepi, diumpankan kepada singa atau dibakar di atas tiang pancang. Saya dapat memahaminya bahwa:

 

Memikul beban karena mampu melihat Dia yang tidak terlihat. Karena mereka mencari sebuah kota yang dibangun dan didirikan oleh Tuhan. Mengapa, Allah tidak merasa malu untuk diserukan sebagai Tuhan mereka, karena kepada mereka telah dipersiapkan kota itu …

Karena manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah.

 

Hal itu merupakan suatu ketidaktahuan kepadanya. Hal itu merupakan suatu kebodohan kepadanya. Bahkan tidak juga mampu walaupun ia diketahui sebagai seseorang yang pintar seperti Edward Gibbon, karena hal itu dapat terlihat secara spiritual. 

 

Seseorang harus dipercepat di dalam hatinya, di dalam jiwanya, di dalam pikirannya, di dalam intelektualitasnya, di dalam pemahamannya jika ia ingin mengenal Allah. Tidak ada pengetahuan akan Allah yang terpisah dari penyingkapan diri serta pengungkapan diri dari Yang Maha Kuasa. Saudara dapat belajar, dan belajar lagi, terus belajar selamanya, serta mengamati, dan mengamati lagi serta terus mengamati selamanya, akan tetapi apa yang dapat saudara lihat hanya sebuah fenomena bagian luar dari pekerjaan tangan Allah. Saudara tidak akan pernah mengenal Allah, juga tidak akan mengetahui keinginan atau keinginan ketuhanan yang terbentang pada kemuliaannya yang berharga, kecuali saudara telah menemukanNya di dalam penyingkapan diriNya dan pengungkapan diriNya. Saya mengenali Allah – namaNya, bagaimana rupaNya, mengapa saya berada disini; kemana saya akan pergi – saya mengenali Allah dan pengertian daripada Tuhan di dalam pengungkapan diri di dalam Kitab Suci tersebut. 

 

Kita harus bergegas. Pasal yang pertama, pencobaan terhadap tubuh, pasal yang kedua, pencobaan terhadap pikiran, terhadap intelektualitas; pencobaan yang ketiga, pasal yang keenam: Pencobaan terhadap jiwa, terhadap roh. Di dalam Kitab Daniel pasal yang kesembilan satu kali, dan di dalam pasal yang kesepuluh dua kali – sehingga menjadi tiga kali – pencobaan-pencobaan itu dituliskan: “Daniel sangat dikasihi.”  Mereka memanggilnya dengan sebutan “Oh Daniel, yang sangat dikasihi.” 

 

Surga di atas langit mengasihinya – Allah juga mengasihinya; para malaikat mengasihinya; orang-orang kudus mengasihinya juga – Surga mengasihi Daniel. Apakah saudara tidak akan berpikir bahwa dunia ini mengasihinya juga? Ya, mereka tidak pernah memiliki roh yang lebih murni lagi. Ia sama seperti Yusuf; ia sama seperti Jonathan; ia sama seperti Yesus. Saudara akan berpikir bahwa semua orang akan mengasihi Daniel. Inilah orang dengan kebijaksanaan yang dipenuhi kemuliaan di dalam hal pemeliharaan hubungan kekaisaran tersebut. Inilah manusia yang memiliki karakter yang tidak bercela dan di dalam kehidupannya. Bahkan musuh-musuhnya tidak mampu mengaitkan suatu noda ataupun kesalahan di dalam karakternya atau perbuatannya. Administrasinya tanpa noda. Begitulah jika seseorang telah bertanya kepada sabda Allah. 

 

Nabi negarawan yang berhati dermawan dan penuh dengan kebajikan itu, apakah saudara tidak akan berpikir bahwa ia akan memerintahkan adanya suatu penegasan dari seluruh dunia. Tidak! Karena ia telah begitu diremehkan dan dilecehkan, Daniel ini, tetap suci dan murni. Sungguh suatu hal yang mempesonakan. Orang yang pertama kali meninggal sebgai seorang martir karena iman kepercayaannya, Abel. Dan yang terakhir meninggal sebagai martir di dalam suatu penderitaan yang luar biasa pada saat akhir penyempurnaan zaman.

 

Daniel ini, bagaimana kisah ini menjadi suatu hal yang sangat, sangat aneh. Sebuah perintah telah ditandatangani – suatu larangan selama tiga puluh hari untuk berseru memanggil kepada nama dari allah manapun. Sungguh sesuatu hal berlebihan yang luar biasa dan tidak biasa dilakukan. Siapa yang mampu memberikannya? Sebelum matahari menghanguskan bumi ini, mereka tidak dapat berdoa meminta turunnya hujan. Jika suatu wabah yang menjadi taruhannya menimpa semua orang, mereka tidak dapat memohon bahwa wabah itu akan tinggal. Jika ada api atau musuh yang ingin menghancurkan kerajaan tersebut, tidak ada jeritan meminta pertolongan kesurga yang dapat dimparkan. Sama seperti jika seseorang menderita sebuah penyakit, ia tidak boleh memanggil seorang dokter; jika seseorang sedang hanyut dan akan tenggelam, ia tidak boleh memohon pertolongan dari pinggir pantai, sama seperti jika seorang pendosa yang tidak boleh memohon pengampunan. Begitulah titah tersebut. 

 

Dari mana kira-kira datangnya titah tersebut? Jawabannya sangat jelas. Titah itu datang dari gagasan mereka terhadap allah-allah mereka. Manusia selalu diciptakan berdasarkan gambar dan rupa tuhannya. Kemarin, sekarang, selama kita masih hidup, kita adalah apa yang kita sembah. Kita adalah gambaran dari tuhan kita. Dan tuhan yang bagaimana? Musuh-musuh dari Daniel memiliki allah yang mereka dapat gunakan dan manipulasikan. Tiga puluh hari, dalam hal ini kata mereka, tiga puluh hari dan seluruh allah-alah mereka, Baal-Merodach, Ishtar, Nebo Nefanitim, semua allah-allah ini harus menunggu kedatangan kita dengan penuh kesabaran. Kami telah memerintahkan dan kami telah memutuskan – tiga puluh hari, sembilan puluh hari, seratus dua puluh hari, tiga tahun, sepuluh tahun, seumur hidup – kami telah memutuskan. Dan Tuhan Allah menunggu kita! 

 

Menggunakan Tuhan, memanipulasi Tuhan! Tidak heran jiwa dari Daniel merasakan suatu kengerian yang mendalam. Seolah-olah Tuhan dapat dipergunakan, dapat didikte atau dapat dimanipulasi – Tuhan Allah yang Maha Besar atas seluruh permukaan bumi dan langit ini dan keabadian, kedaulatan dari suatu penciptaan yang sangat kuat dan tak dapat tersentuh – menggunakanNya serta memanipulasiNya, seekor cacing, sepotong debu. “Mengapa, di dalam penglihatanNya,” Daniel berkata, “suatu bangsa tidak lain hanya setitik dari sebuah timba, setitik debu yang remeh dalam sebuah timbangan.”

 

Dan mereka mengajukan usul untuk menetapkan, untuk memanipulasi dan untuk mengatakan: Nantikanlah dengan kesabaran sampai kami telah memutuskan kapan dan di mana dan bagaimana.” 

 

Apa tempat untuk manusia di hadapan Allah Tuhan Yang Maha Tinggi? Di bawah lututNya! Di bawah wajahNya! Tempat itu berada di dalam pengakuan, ketundukan dan kepatuhan: Tuhan, engkau adalah Allah dan aku, hanyalah debu dan abu. Tuhan, bukan pada tempatku untuk mendikteMu atau untuk memerintahMu. Tempatku Tuhan, adalah duduk di kakiMu dan mempelajari keinginanMu untuk hidupku. Pilihannya Tuhan, adalah bersamaMu. Tuhan, jika pilihan itu begitu sukar, dan sulit, lalu Tuhan, maka harus disertai dengan kekuatan untuk menjalaninya.”

 

Tuhan harus menolong aku. Apakah Ia menjawab? Aapakah ia melakukannya? Mengapa, sekarang, saya berbicara mengeni kemenangan. Semua sumber daya yang selalu dibutuhkan oleh orang-orang Tuhan di dalam pencobaan adalah berada di dalam tangannya. Sedekat sebuah permohonan dan sebuah doa, dan orang-orang yang gemar berdoa selaluu diperuntukkan untuk sebuah kemenangan. Dan Daniel tampil kedepan. Wah, dapatkah saudara membayangkannya? Perasaan itu, hampir selama sembilan puluh tahun, jika tidak persis sembilan puluh, pada saat datangnya panggilan sang raja ketika batu itu digulingkan dan nabi negarawan itu berjalan keluar dari penjara bawah tanah. Saya dapat melihatnya dengan jelas. Dan sang raja berdiri di hadapannya beserta dengan pegawai-pegawai istana, serta pengawal-pengawal istana, para Kasdim, dan kaum bangsawan lainnya, serta kerumunan orang banyak yang berdiri disekelilingnya, melihat kepadanya. Sungguh suatu kesaksian dan sungguh seorang saksi, dan betapa hebatnya dorongan semangat kepada bangsanya. Sang raja dari semua orang di permukaan bumi ini: “Bersama ini kuberikan perintah, bahwa diseluruh kerajaan yang kukuasai, orang harus takut dan gentar kepada Allahnya Daniel.”

 

Lihatlah sebentar: ia tidak menggunakan kata-kata yang bersuku kata banyak untuk menggambarkan Tuhan Allah yang Maha Agung di atas surga – kata-kata seperti “Abadi” atau “Maha Tahu” atau “Maha Hadir” akan tetapi yang dikatakannya hanyalah: “Allahnya Daniel!” Satu-satunya Allah yang pernah terlihat di dalam kita. Di dalam kita – saksi kita dan kesaksian kita di hadapan bumi ini: “Allahnya Daniel.” 

 

Baiklah, seperti yang saya katakan pada saat kebaktian yang pertama, ini hanya sebagian saja dari khotbah saya. Sebahagian lagi, baru saja saya singgung: Daniel adalah sejenis orang seperti Kristus, seolah-olah ia yang berada di dalam kuburan – di dalam sebuah kandang, di dalam penjara bawah tanah, di dalam sebuah makam dengan sebuah batu yang digulingkan untuk menutupinya dan dimateraikan dengan materai dari raja, dan tampil kembali dalam keadaan hidup – suatu jenis kemenangan yang sama dengan kemenangan Kristus mengalahkan kematian.

 

Daniel merupakan sejenis penyempurnaan yang agung di akhir zaman, suatu jenis dari pembebasan sisa-sisa bangsa Yahudi Tuhan setelah masa kesengsaraan:

 

Dan jenis pembebasan Tuhan terhadap orang-orang yang percaya pada Kristus melalui kesaksian-kesaksian mereka pada saat penyempurnaan di akhir zaman, dan semuanya itu berada di dalam Wahyu:

 

Dan Daniel, terakhir, adalah jenis penghukuman Tuhan terhadap mereka yang menolak kemurahan Tuhan. Musuh-musuh dari Daniel dimasukkan ke dalam kandang singa dan kemudian singa-singa itu mencabik-cabik tubuh mereka. Maksud Tuhan adalah bahwa pada suatu hari dunia ini akan dibebaskan dari ketidakadilan, kesewenang-wenangan, dan perbuatan yang keliru, dan kekerasan dan dosa, serta hal-hal yang bersifat kejahatan. Iblis tidak dapat memerintah selamanya. Tidak! Suatu hari, Tuhan Allah akan membersihkan dunia ini. Allah akan mencampakkan Iblis dan membuang dosa, dan ketika Allah mencampakkan Iblis dan dosa, turut juga dibuang bersama-sama dengannya kematian dan duka cita serta kesengsaraan dan isak tangis dan penderitaan. Karena hal-hal seperti ini harus berlalu – bahwa semua hal-hal yang baik yang telah diinginkan oleh Allah untuk mereka yang mengasihiNya.

 

Sebentar lagi kita akan bernyanyi. Dan sembari kita menyanyikan lagu persembahan dan puji-pujian kita, engkau dan keluargamu, pasanganmu, atau hanya engkau sendirian, memberikan hatimu kepada Tuhan, maukah saudara datang dan berdiri di samping saya? Di balkon berkeliling, engkau, di lantai yang lebih rendah, buatlah keputusan di hatimu sekarang. Lakukanlah sekarang juga, tepat di bangku dimana engkau sedang duduk: “Tuhan, aku telah memutuskan untuk mengikutMu dan aku datang.”

 

“Aku membawa keluargaku, pak Pendeta, istriku, anak-anakku, semuanya kami datang pada hari ini” Engkau, beserta pasanganmu, atau hanya engkau dan istrimu, atau hanya engkau sendiri. Di bawah dari anak tangga ini atau ke dalam gang dan di sini sampai ke depan, katakan: “Aku datang, pak Pendeta. Saya tidak memiliki semua jawaban, akan tetapi Ia memilikinya. Saya tidak memiliki kekuatan untuk menjalannya, akan tetapi Ia memilikinya. Aku tidak mengetahui apa-apa mengenai hari esok, akan tetapi Ia tahu! Dan untuk itu aku percaya di dalamNya. Aku datang!”

 

Pada saat roh akan melakukan pendekatan ke hatimu, pada saat nada yang pertama dari bait yang pertama, datanglah. Ketika engkau berdiri, berdiri dan datanglah.