HATI BINATANG

(THE BEAST HEART)

 

Dr. W. A. Criswell

 

Daniel 4:28-33

03-07-71

 

Judul dari khotbah ini adalah: Hati Binatang. Dan judul ini merupakan suatu penjelasan yang terperinci mengenai bagian yang terakhir dari pasal yang keempat dari kitab Daniel. Sekarang kita akan belajar melalui kitab Daniel, dan warta yang pertama di dalam rangkaian ini telah diuraikan pada hari Minggu pagi yang lalu pada jam yang sama.

 

Ada beberapa orang yang telah bertanya kepada saya minggu ini: “Anda mengatakan bahwa pasal yang keempat dari Kitab Daniel merupakan sebuah buku kecil. Dan buku kecil tersebut merupakan kesaksian pribadi yang didiktekan oleh raja Nebukadnezar, dan dituliskan melalui Daniel. Jika hal itu benar,” mereka bertanya kepada saya, “Bagaimana dengan yang anda katakan bahwa Alkitab merupakan inspirasi dan datang dari Firman Tuhan, ketika buku kecil ini dituliskan oleh seorang raja penyembah berhala?”

 

Kita harus memahami apa yang dimaksud dengan datang dari suatu  kesempurnaan, terinspirasi dari Firman Tuhan. Inspirasi, kesempurnaan serta dari dalam terletak pada kebenaran dari pencatatan. Semuanya berada di sini pada saat semuanya terjadi. Di dalam Alkitab, iblis juga berbicara. Akan tetapi kata-katanya dengan sebenarnya dan dengan sedalam-dalamnya dicatatkan, apa yang telah dilakukan oleh iblis dan apa yang telah dikatakan oleh iblis. Di dalam Alkitab, ada banyak halaman yang mengisahkan tentang apa yang telah dikatakan oleh sahabat-sahabat dari Ayub …  mereka itu seperti kutu. Akan tetapi kata-kata tersebut juga dituliskan di sini di dalam Alkitab ini. Di dalam Alkitab, saudara-saudara sekalian akan menemukan perkataan-perkataan dari nabi-nabi palsu dan saksi-saksi palsu serta rasul-rasul palsu.

 

Akan tetapi sumbernya terletak di dalam kebenaran dari catatan tersebut. Dan semuanya terdapat di dalam Alkitab ini ketika hal tersebut terjadi. Dan ketika saya membaca Alkitab itu, saya sedang membaca tentang kebenaran dari pencatatan tersebut. Maka di dalam pasal yang keempat dari kitab Daniel saya menemukan sebuah buku kecil yang dituliskan oleh raja penyembah berhala itu. Dan seluruhnya terjadi persis sebagaimana kejadian itu dicatatkan di sini di dalam Firman Tuhan yang abadi dan sempurna ini.

 

Sekarang, sebuah ringkasan yang singkat – dimulai dengan sang raja yang berdiam di dalam istananya di kota Babilon. Perang penaklukannya telah selesai. Sekarang ia sedang menggabungkan otoritas dunianya dan membangun kota emasnya. Dan ketika ia berbaring untuk beristirahat, saudara akan berfikir bahwa ia akan mengkhayalkan tentang suatu impian akan kekayaan serta kemakmuran dan kemegahan serta kemuliaan, akan tetapi sebaliknya apa yang dilihatnya merupakan sebuah mimpi yang menakutkannya. Mimpi tentang sebuah pohon yang besar, tinggi dan menjulang yang akan ditebang.         

Dan pada akhirnya Daniel diundang untuk menafsirkan mimpi tersebut, mimpi itu merupakan sebuah pesan dari Tuhan Allah kepada raja Nebukadnezar. Mimpi itu merupakan sebuah pukulan sebuah tongkat dan suatu hukuman. Ia akan mengalami ketidak warasan selama tujuh tahun sampai ia bertobat dan membungkukkan diri di hadapan Tuhan Allah untuk mengakui semua dosa-dosanya, berpaling dari mereka dan menerima Allah Yang Maha Tinggi sebagai Tuhan dalam hidupnya.

 

Sekarang, perintah dari Tuhan Allah ketika ia mengancam orang dengan penghukuman selalu memiliki persyaratan – selalu begitu. Seluruh jagad raya ini nyata-nyata dijalankan oleh suatu gerakan serta hukum mekanis. Yang sebenarnya, hal tersebut tidaklah benar. Seluruh jagad raya ini dan kita semua, dijalankan oleh pribadi Tuhan Allah. Jadi, ketika Daniel selesai menyampaikan pesan tentang hukuman yang menakjubkan kepada raja Nebukadnezar, ia menutupnya dengan sebuah permohonan, “Jadi, ya raja, biarlah nasehatku berkenan pada hati tuanku.” 

 

Dengan penuh keanggunan dan hikmat sebagai seorang pegawai istana yang harus menundukkan diri di depan seorang raja, Daniel membuat permohonan kepada raja Nebukadnezar:

 

“Jadi, ya raja, biarlah nasehatku berkenan pada hati tuanku. Lepaskanlah diri tuanku dari pada dosa dengan melakukan keadilan, dan dari pada kesalahan dengan menunjukkan belas kasihan terhadap orang yang tertindas; (karena Tuhan adalah Allah yang bermurah hati dan pengampun) dengan demikian kebahagiaan tuanku akan dilanjutkan!” (Bahwa Tuhan Allah akan mengampuni dan akan memberkati).

 

            Sekarang, mengapa terjadi hukuman yang luar biasa ini terhadap raja Nebukadnezar? Ah, dapatkah saudara membayangkan ancaman yang datang dari Tuhan Allah, tujuh tahun menjadi tidak waras dan hidup seperti seekor binatang? Mengapa hukuman yang luar biasa itu dijatuhkan kepada raja Nebukadnezar? Ada beberapa alasan, yaitu: Yang pertama, ia merupakan seorang manusia kejam, garang dan bengis. Ia tidak memiliki pengendalian diri di dalam kemarahannya. Dan setiap penaklukan akan menambahkan kecongkakan serta kesombongan pada dirinya. Ia seorang yang kejam jauh melebihi raja-raja yang pernah dikenal dari Timur. Misalnya:

 

 

 

Secara pribadi raja Nebukadnezar memang kejam dan sadis serta pemarah dan memiliki sifat antagonis dan bengis. Baiklah. Yang lain ialah – secara politis ia membawa suatu penderitaan yang tak terkatakan kepada dunia ini, tidak termasuk di dalamnya dengan menetapkan pemberian upeti dari bangsa-bangsa yang telah ditaklukkannya. Akan tetapi ia telah mendapatkan pelajaran yang pahit dari bangsa Syria yang kejam itu. Ia menawan orang banyak, lalu ia mengasingkan orang-orang seluruh bangsa-bangsa tersebut dan memencarkan mereka serta membuat mereka menetap di tengah-tengah orang-orang asing dan ditengah-tengah negeri asing. Berfikir tentang tidak adanya pengharapan serta tidak adanya pertolongan serta kesengsaraan semua orang yang tidak dapat dikisahkan serta tidak dapat dilukiskan ketika mereka diasingkan jauh dari rumah mereka dan dari negeri mereka ke negeri luar yang asing. Mengapa setiap jalan dari kemenangan seorang raja harus ditandai dengan mayat-mayat wanita dan anak-anak serta orang-orang tua dan yang sakit-sakitan yang tidak mampu melangkah beriringan dengan pasukan perang.

 

Dan fikirkan tentang mereka yang ketika membuka matanya dan rumah-rumah mereka sudah tidak ada lagi di sana, dan bangsa mereka sudah dihancurkan, dan mereka tinggal di suatu negeri yang asing dan tidak merka kenal. Saya dapat merasakan denyut jantung serta tetesan darah dan air mata yang ada dituliskan di dalam kitab Mazmur pasal yang ke 137:

 

Di tepi sungai-sungai Babel, disanalah kita duduk sambil menangis, apabila kita mengingat Sion. Pada pohon-pohon gandarusa di tempat itu kita menggantungkan kecapi kita. Sebab di sanalah orang-orang yang menawan kita meminta kepada kita memperdengarkan nyanyian, dan orang-orang yang menyiksa kita meminta nyanyian sukacita.

 

Bagaimana saudara mampu menyanyikan lagu puji-pujian kepada Tuhan di negeri asing?

 

Dialah raja Nebukadnezar:  Bukan hanya kejam dan bengis secara kepribadiannya, bukan hanya tidak tertarik terhadap jeritan orang-orang yang tertindas karena tindakan militer dan politik, akan tetapi ia sendiri begitu congkak dan sombong dan merasa tinggi hati. Mengapa, ketika nabi Daniel berkata kepadanya, “Engkaulah kepala yang dari emas itu, tuanku,” raja Nebukadnezar menginginkan agar supaya keseluruhan patung tersebut terbuat daripada emas. Dan dia, patung itu, di dalam pasal yang ke tiga dari kitab ini, raja Nebukadnezar menempatkan dirinya di atas dari dewanya sendiri. Mereka melakukan perintahnya, dan jika salah satu dari dewanya mengecewakan hatinya, ia akan membakar pendetanya, lalu ia akan meratakan kuil tersebut bahkan sampai rata dengan tanah.

 

Mengapa penghukuman itu dijatuhkan kepada raja Nebukadnezar? Dan sekali lagi, ia menolak untuk bertobat. Nebukadnezar, sang raja, di dalam kekuasaan serta kebesarannya, mendapatkan seorang pegawai istana berdiri di hadapannya. Dan pegawai istana itu membungkukkan badan di hadapannya dan berkata, “ Jadi, ya raja, biarlah nasehatku berkenan pada hati tuanku. Lepaskanlah diri tuanku dari pada dosa dengan melakukan keadilan, dan dari pada kesalahan dengan menunjukkan belas kasihan terhadap orang yang tertindas.” 

 

Apakah kemudian ia melakukannya? Mengapa, walaupun ia merasa unggul, sangat sukses – jenderal perang yang paling hebat yang ikut berbaris di bagian depan dari pasukan penakluk – walaupun begitu, keadilan bukan menjadi salah satu bagian di dalam programnya. Nabi Habakuk melukiskan di dalam suatu ramalan nubuat tentang kedatangan pasukan dari raja Nebukadnezar. Mengutip apa yang telah dikatakan oleh Tuhan:

 

“Sebab, sesungguhnya, Akulah yang membangkitkan orang K asdim, bangsa yang garang dan tangkas itu, yang melintasi lintang bujur bumi untuk menduduki tempat kediaman yang bukan kepunyaan mereka. Bangsa itu dahsyat dan menakutkan; keadilannya dan keluhurannya berasal daripadanya sendiri. Kudanya lebih cepat dari pada macan tutul dan lebih ganas dari pada serigala pada waktu malam; pasukan berkudanya datang menderap, dari jauh mereka datang, terbang seperti rajawali yang menyambar mangsa. Seluruh bangsa itu datang untuk melakukan kekerasan, serbuan pasukan depannya seperti angin timur, dan mereka mengumpulkan tawanan seperti banyaknya pasir.

 

“Keadilan?” Ia tidak mengenal kata itu, dan ia juga tidak berniat untuk mempelajarinya. Dan begitu juga dengan belas kasihan - “Lepaskanlah diri tuanku dari pada dosa dengan melakukan keadilan, dan dari pada kesalahan dengan menunjukkan belas kasihan terhadap orang yang tertindas” – saya tidak tahu apakah ia pernah mendengar kata-kata tersebut atau tidak. Bagi kita hal itu merupakan sifat alami yang kedua untuk memikirkan penderitaan serta keputus asaan dari orang-orang yang tertindas. Akan tetapi untuk satu hal, raja Nebukadnezar sama dengan Napoleon, mereka pengikut dalil-dalil yang murni. Dan mengenai kota emasnya, ia mendirikannya dengan menggunakan budak sebagai tenaga kerja. Dan ia menempatkan orang-orang yang menyedihkan itu, orang-orang celaka yang tidak merasakan kebahagiaan, yang telah diambilnya secara paksa dari negeri mereka sendiri, dan di bawa untuk menjadi budak dan pelayan-pelayannya, orang-orang yang berada di sekitar kekaisaran Babilon Kasdim. Belas kasih? Siapa saja yang pernah mendengar bahwa kaum tertindas memiliki hak? Belas kasih? Baginya mereka itu sama seperti seekor binatang yang digunakan untuk kemajuan dari ambisi kesombongannya.

 

Dan hari penghukuman telah dijatuhkan. Di akhir masa yang dua belas bulan itu betapa bersungguh-sungguhnya Tuhan meminta dan menunggu! Di akhir masa yang dua belas bulan itu, mengapa, ia bahkan telah melupakan hal tersebut – kejadian itu bahkan sudah tidak ada di dalam fikirannya lagi, permohonan dari hambanya yang negarawan itu, Daniel. Dua belas bulan – Tuhan Allah menunggu, berharap dan mungkin juga berdoa. Akan tetapi di akhir masa yang dua belas bulan itu, ah, raja Nebukadnezar mungkin telah melupakannya, akan tetapi Tuhan Allah tidak.

                       

Penggilingan dari para dewa menggiling dengan perlahan,

Akan tetapi mereka menggiling melebihi yang kecil.

Dan walaupun ia menggiling sedemikian lama,

Sekalipun demikian, ia menggiling kita semua dengan tepat.

                                                                        [Longfellow]

 

Dan di akhir dari masa yang dua belas bulan itu hukuman itu dijatuhkan. Jika seorang manusia tidak akan mendengar kepada permohonan tanpa suara dari Tuhan Allah, jika ia mengeraskan hatinya serta menutup kedua telinganya kepada bisikan-bisikan merdu yang datang dari Tuhan Allah dari surga, lalu kemudian Tuhan akan membuat kengerian di dalam tanganNya. Ia memiliki kutuk serta penghukuman atas perintahNya. Ia telah melecutkan sebuah cemeti dan sebuah tongkat pemukul. Dan hukuman-hukuman yang datang daripada Allah tersebut begitu menakjubkan untuk dilihat. Dan akan terjadi seperti ini. 

 

Dan setelah lewat dua belas bulan, ketika ia sedang berjalan-jalan di atas istana emasnya. Saya dapat melihatnya – sang raja, begitu angkuh, begitu sombong, diktator dari seluruh peradaban di muka bumi ini. Kekayaan dari wilayah Mediterania dan Teluk Persia, kaum Elamit, bangsa Mesir, bangsa Armenia, bangsa Syria, bangsa Yahudi – seluruh dunia ini menjadi miliknya, semuanya, keseluruhannya. Saya dapat membayangkannya berjalan di atas istana emasnya, diikuti oleh para menterinya, bangsawan-bangsawannya serta penasehat-penasehatnya.

 

Ketika ia berjalan dengan penuh rasa hormat mereka – dengan suatu jarak tertentu – mengikuti di belakangnya. Ketika ia sampai di ujung dari teras, kemudian ia berbalik dan dengan sikap yang menjilat, saling membungkuk di sisi yang lain dengan niat jahat masing-masing di dalam mereka, dan membuka jalan kepadanya untuk berjalan dari antara mereka. Ia tidak menandai kehadiran mereka. Bahkan tidak hanya menyadarinya, karena ia telah dipenuhi dengan keangkuhan, sikap egois, kesombongan, tinggi hati. Raja tersebut kemudian berbicara dan mengatakan: “Bukankah ini Babel yang besar itu?” Dan saya dapat melihatnya memandang melalui langkan dari istana emasnya dan kaki langit di Babilon dari langit ke ujung langit lainnya, naik dalam kemuliaan: “Bukankah ini Babel yang besar itu, yang dengan kekuatan kuasaku dan untuk kemuliaan kebesaranku telah kubangun menjadi kota kerajaan?” Oh, setiap kata darinya menggambarkan besar kepala dan keangkuhan dari raja yang sombong itu.

            Dan baru saja ia selesai mengatakannya, seperti sambaran dari sebuah guntur, seperti sebuah gempa bumi, seperti adanya sebuah campur tangan serta penghalangan dari langit, seperti kilat dan api, pikirannya berderik. Ia menjadi tidak waras – berdiri di sana untuk sesaat, di dalam kemuliaan dan keangkuhan, sikap otoriter, raja yang totaliter dari dunia yang beradab, matanya menatap dengan tajam, pandangannya jelas, pikirannya, pria yang diberkati dengan kejeniusan, kepala yang terbuat dari emas itu – dan sejenak kemudian pandangannya menjadi tidak setajam dulu lagi. Ia memiliki raut wajah serta pandangan tersembunyi dari seekor binatang. Ia menjadi gila.

 

Dan sebagai seorang yang berada di dalam ketakutan dan keputus asaan serta kecemasan bersembunyi di dalam dirinya, maka raja tersebut melarikan diri dari rasa takutnya – seekor lembu jantan, seekor binatang menyembunyikan dirinya sendiri di dalam semak belukar di sepanjang sungai Efrata. Penghinaan tersebut bukan tanggung-tanggung. Begitu kejam dan sempurna. Raja ini, yang menjadi jenderal dari pasukannya yang menaklukkan seluruh permukaan bumi ini, sekarang bersembunyi di dalam ketakutan serta keputus asaan di balik semak-semak belukar, di padang-padang, di hutan-hutan, di dalam rimba belantara. Dan orang ini yang duduk di sebuah meja, mencobai seluruh kecantikan dari seluruh dunia, sekarang memakan rumput seperti seekor lembu jantan – seorang monomaniak – semua kepandaian serta perasaannya kecuali satu. Suatu rasa ketakutan akan hal tersebut! Penderitaan akan hal tersebut! Kesusahan selama tujuh tahun lamanya, tahun-tahun yang berkelanjutan tanpa sekalipun terputus.

 

“Tetapi setelah lewat waktu yang ditentukan,” – tujuh tahun lamanya - “Aku, Nebukadnezar menengadah ke langit.” Apa yang diingatkan kepada saudara mengenai hal ini?  Jawabannya adalah Mazmur 121:

 

“Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung, dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi.”

 

“Tetapi setelah lewat waktu yang ditentukan, aku, Nebukadnezar menengadah ke langit.” Bukankah kisah itu mengingatkan saudara mengenai kisah dari seorang anak yang pemboros yang lari menjauh dari rumahnya ke suatu negeri dan di dalam sebuah kandang babi, datang kepada dirinya sendiri? “Ia mendatangi dirinya sendiri …”  Bukankah perkataan tersebut membawa fikiran saudara kepada seorang pengembara yang dihuni oleh iblis yang sangat banyak yang telah disembuhkan oleh Yesus? Dan sekarang ia duduk dan memakai pakaiannya dan di dalam pikirannya yang jernih melihat ke wajah Yesus.

 

“Tetapi setelah lewat waktu yang ditentukan, aku, Nebukadnezar menengadah ke langit.” Ia telah berbalik. Ia telah berubah. Ia telah menyesalinya. “Lalu aku memuji Yang Maha Tinggi dan membesarkan dan memuliakan Yang Hidup kekal itu.” Ia telah menemukan Tuhan! 

 

Beberapa orang tidak akan menemukan Tuhan dengan cara yang lain. Mereka harus dikalahkan terlebih dahulu. Mereka harus dilecut dahulu dengan memakai cambuk hukuman dari Tuhan Allah. Mereka tidak akan belajar dengan cara yang lain. Dan Nebukadnezar melakukannya. Di bawah hukuman yang luar biasa menakjubkan ia menengadahkan pandangannya ke langit dan memuji Yang Maha Tinggi, Yang Hidup kekal itu. Dan apakah Tuhan Allah bermurah hati? Ia selalu bermurah hati! Ketika saudara-saudara sekalian berubah, Ia berubah. Ketika saudara-saudara sekalian berbalik, maka Ia akan berbalik. Tangan yang memukul dan tangkai perbaikan itu akan menjadi tongkat penuntun jalan kita, menjadi kekuatan serta berkat untuk kita.

 

“Dan akal budiku kembali kepadaku:” Baiklah, saudara bisa saja mengotbahkan sebuah khotbah jika kita masih memiliki waktu. Keika seseorang berada di luar Tuhan Allah, maka ia menjadi gila. Ketika seseorang berpaling dari kemurahan hati Tuhan Allah Yang Maha Kuasa, maka ia tidak waras. Ia telah kehilangan akalnya. Akan tetapi ketika seseorang merupakan dirinya yang terbaik serta kecerdasan pikirannya yang terbaik, ketika seseorang telah mencapai puncak dari kemuliaannya, sebagai makhluk yang memiliki pemikiran, kecerdasan serta moral, akal budinya telah kembali. Ia berpikir dengan benar:

 

“Pada waktu akal budiku kembali kepadaku, kembalilah juga kepadaku kebesaran dan kemuliaanku untuk kemashyuran kerajaanku. Para meneteriku dan para pembesarku menjemput aku lagi; aku dikembalikan kepada kerajaanku, bahkan kemuliaan yang lebih besar dari dahulu diberikan kepadaku.”

 

Lihatlah sejenak. Apakah saudara menyadari apa yang telah dikatakannya? Mengapa dan bagaimana kerajaan tersebut dijaga untuk Nebukadnezar selama tujuh tahun yang tidak putus sementara ia sedang mengalami kegilaan? Mengapa, adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh Allah. Apakah saudara mengetahui bahwa ketika raja Nebukadnezar meninggal, anaknya yaitu Evilmerodak, mewarisi takhtanya? Ia memerintah selama tiga tahun. Lalu ia dibunuh oleh seorang perebut kekuasaan.

 

Dan apakah saudara mengetahui bahwa kerajaan itu hanya bertahan selama dua puluh tujuh tahun setelah peristiwa tersebut? Dan kerajaan tersebut dibinasakan untuk selama-lamanya. Kerajaan itu menghilang dari muka bumi ini. Dan walaupun begitu, selama tujuh tahun yang panjang kerajaan itu dijaga untuk raja Nebukadnezar. Mengapa, apakah tidak terlintas di dalam pemikiran saudara-saudara sekalian bahwa bangsa-bangsa yang pernah ditaklukkannya akan memberontak pada saat itu? Apakah tidak terfikir oleh saudara bahwa suku-suku liar yang didalam penaklukannya akan mengamuk dan merampas dan merajalela? Walaupun begitu, kerajaannya begitu tenang.

 

Bagaimana hal itu bisa terjadi? Yang saya fikirkan hanya satu, istrinya, Amytis, sang ratu – wanita gunung dari suku Midian yang telah dinikahinya, dan kepada siapa yang telah dicurahkannya segala hal yang tak dapat dipercaya, wah, betapa banyak hal yang sangat mulia, mendirikan sebuah gunung disana yang disebut dengan taman tergantung, salah satu dari tujuh keajaiban dunia – sang ratu, Amytis, pasti mengambil bagian di sana.

 

Akan tetapi di atas segalanya,  saya hanya berfikir bahwa wakilnya yang sangat setia, Daniel, yang melakukannya. Ia memandu hubungan antar kerajaan, menepati janji-janji Allah di depannya, yang mana setelah masa selama tujuh tahun tersebut berlalu, jika Nebukadnezar merendahkan dirinya sendiri, Tuhan Allah akan mengembalikan tongkat lambang kekuasaanya beserta mahkotanya dan kerajaannya kembali kepadanya. Dan diberitahukan kepada Daniel hari yang tepat untuk ketujuh tahun tersebut, saya melihat bahwa nabi agung yang negarawan itu dan seorang sahabat yang setia – bukankah hal itu aneh? Sepertinya ia mengasihi raja tersebut meskipun ia merupakan seorang yang penuh dengan rasa dendam, kejam dan pemarah, rohnya yang gampang menguap. Sepertinya Daniel mengasihinya. Dan saya dapat melihat Daniel di bagian depan dari para penasehat raja dan para menteri dan gubernur tersebut. Saya dapat melihatnya di depan barisan, mencari di balik rimba belantara, di balik hutan serta dibalik semak belukar.

 

“Para menteriku dan para pembesarku menjemput aku lagi.” Dan dipimpin oleh Daniel, mereka menemukan raja itu di suatu tempat di dalam rimba belantara. Dan ia tetap seperti raja agung yang sama seperti ketika ia menaklukkan dunia ini dan mambangun kota emas tersebut serta membangun kerajaan Babilon. Kecuali satu hal ini – kesombongannya telah sirna. Dan keangkuhannya yang dahulu telah hilang. Dan kebengisan, kesadisan, kekejaman dan jiwa yang dipenuhi rasa dendam itu telah hilang – dan ia merendahkan diri serta membungkukkan badannya, menengadahkan wajahnya ke langit, memuliakan Tuhan Allah. Wah, sungguh  suatu pemandangan yang menakjubkan! Apakah saudara ingin berada di sana pada saat itu untuk menyaksikan suatu perubahan yang kolosal, mengangkasa dan surgawi di dalam kehidupan dari raja emas tersebut?

 

Dan hal yang pertama dilakukannya sekarang adalah – dan itulah ayat yang kesimpulan yang terakhir –:“Jadi sekarang aku, Nebukadnezar, memuji, meninggikan dan memuliakan Raja Sorga.

 

Dan di dalam kesaksiannya ia meminta agar seluruh dunia mengetahui serta mendengarkan serta turut bersukacita dengannya. Nebukadnezar, raja itu. (dan begitulah caranya hal tersebut dimulai) – Nebukadnezar, raja itu, kepada semua orang, dan bangsa-bangsa, serta bahasa-bahasa yang mendiami bumi ini: betapa indahnya bagi saya bahwa saya memberitahukan kepada saudara keajaiban apa yang telah dibawakan oleh Tuhan Allah kepada saya.

 

Kesaksian dari raja penyembah berhala itu – bukankah seharusnya kita merasa malu tentang apa yang telah dilakukan oleh Tuhan Allah kepada kita? Perlukah raja penyembah berhala ini berbicara, bersaksi dan menyaksikan kita, yang telah diselamatkan oleh kayu salib dari sebuah pengorbanan atas kasih sayang dan isak tangis serta air mata dan kemurahan dari Putra Allah? Ketika ia mengabarkan buku kecilnya kepada seluruh dunia bahwa semua orang dan semua bangsa boleh mengenal kemurahan yang telah diberikan oleh Tuhan Allah kepadanya, bagaimana dengan kita?

 

Tidakkah ada kata-kata kesaksian yang dapat saya ucapkan untuk mengucapkan rasa terima kasih saya kepada Yesus atas berkat dan kemurahan hatiNya yang diteruskan kepada saya – meninggal karena dosa-dosa saya, diangkat untuk pembenaran saya, berada di tengah-tengah surga yang mana saya diperbolehkan, pada suatu hari nanti, dapat saya masuki melalui gerbang-gerbang emas serta jalan-jalan yang agung itu? Oh Tuhan, tidakkah ada kata-kata yang dapat saya ucapkan, tidakkah ada kalimat yang dapat saya katakan, tidak adakah doa serta puji-pujian atas kemuliaan serta syukur? Tuhan, di manakah kesaksian dan ekspresi atas rasa terima kasihku? Tuhan Allah, jamahlah lidahku.

 

“Pak Pendeta, anda tidak menyadari. Saya tidak mendapatkan berkat dalam hal berbicara  dan memberikan kesaksian.”

 

Dengarkanlah, kita tidak diminta untuk menjadi seorang filsuf atau ahli metafisika dan ahli ilmu theologi dan ahli berpidato atau ahli logika. Saudara-saudaraku, di dalam kerajaan Allah, dan di dalam rumah Tuhan, serta di dalam iman dalam Yesus Kristus, logika yang terbakar itu selalu ada ketika seseorang berkata, “Inlah yang aku rasakan di dalam hatiku. Inilah yang aku lihat dengan kedua mataku.” Begitulah logika dan retorika. Itulah filosofi dan theologi yang terbakar, bersentuhan dengan batubara yang berapi-api yang berasal dari altar Tuhan. 

 

Saya tidak tahu bagaimana mengatakannya; saya tidak mempunyai kata-kata atau kalimat dan tatanama serta perbendaharaan bahasa untuk membuat pengertiannya – hanya ini yang saya ketahui: “aku pernah tersesat, tapi sekarang aku ditemukan.”  “aku pernah buta, tapi sekarang aku dapat melihat.” Saya telah menemukan Tuhan! Oh, Terpujilah namaNya! Terpujilah keagunganNya! Segala kemuliaan bagi Allah! Saya telah diselamatkan! Saya telah memberikan hati saya kepada Yesus! Selalu, di mana saja, kesaksian kami begitu merdu, hening, indah, memiliki arti yang mendalam yang seharusnya dilakukan – pengorbanan cinta kasih dan doa serta puji-pujian yang ditempatkan di kaki Juru Selamat kita.

 

Apa yang akan saudara lakukan hari ini? Sebentar lagi kita akan menyanyikan lagu persembahan kita, maukah saudara-saudara sekalian datang ke mari dan mengatakannya kepada saya? “Pak Pendeta, saya ingin dicatatkan di antara orang-orang Tuhan Allah. Saya ingin diselamatkan oleh Tuhan Allah. Saya membukakan hati saya ke arah langit, ke arah Kristus, ke arah Tuhan Allah, dan saya datang pada hari ini juga.”

 

Engkau bersama-sama dengan keluargamu, di sekitar balkon pada lantai yang lebih rendah ini – engkau dengan pasanganmu, atau hanya engkau seorang diri, katakan:  “Inilah saya, Pak Pendeta, Saya datang pada hari ini juga. Tuhan Allah yang sama, yang dengan kemurahan hatiNya berbicara kepada Nebukadnezar, memanggil saya, dan saya merasakannya di dalam hati saya, dan saya datang pada hari ini juga.” 

 

Ambillah keputusan tersebut sekarang juga dimanapun saudara berada. Tuhan, Tuhan, buatlah keputusan itu sekarang juga. Dan sebentar lagi ketika kita berdiri dan bernyanyi, berdiri dan datanglah – turunlah dari anak tangga itu atau masuk ke dalam gang ini sampai penuh ke depan sambil mengatakan: “Inilah saya. Saya telah melakukannya pada hari ini juga.” Lakukanlah sekarang juga. Tuhan Allah akan memberkati saudara-saudara sekalian dan melihat sampai ke dalam saudara. Datanglah sekarang juga, sembari kita berdiri dan sembari kita bernyanyi.