Daftar Isi

PENDETA YANG SEDANG MENGADAPI KEPUTUS-ASAAN DAN KEGAGALAN

(The Pastor Facing Discouragement and Failure)

 

Oleh Dr. W. A. Criswell

Alih bahasa Wisma Pandia, Th.M.

Editor Dr. Eddy Peter Purwanto

 

Ke-universal-an dari Kesulitan dan Masalah

 

Pada masa lampau Ayub berteriak dalam keputus-asaannya : “Karena ganti rotiku adalah keluh kesahku, dan keluhanku tercurah seperti air. Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku….tetapi kegelisahanlah yang timbul” (Ayub 3:24-26). “Melainkan manusia menimbulkan kesusahan bagi dirinya, seperti bunga api berjolak tinggi” (5:7). “Manusia yang lahir dari perempuan, singkat umurnya dan penuh kegelisahan” (14:1).

Biarlah pendeta tidak meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia akan lolos ketika hari  dan waktu pencobaan itu datang. Raja dan Perdana Menteri dan pelaksana pemerintahan, orang-orang besar, orang-orang hebat, menghadapi masalah sama seperti yang dihadapi oleh nabi-nabi, rasul-rasul, misionaris dan pengkotbah. Semuanya tidak terkecuali, bahkan Musa atau Elia, atau Petrus bahkan Paulus. Dari semua penjelasan di atas, haruskan  seorang pendeta berpikir untuk dapat lolos dari masalah dan pencobaan, terutama semenjak dia hidup begitu dekat dengan jemaat.

 

Masalah yang Dihadapi Pendeta

 

Seorang pendeta dapat menjadi emosi dan kasar. Di suatu rabu malam di gereja kami, saat ibadah doa tengah minggu, ada sebuah keluraga yang terdiri dari tujuh orang—seorang pria dengan istrinya dan lima orang anaknya yang masih kecil. Setelah ibadah selesai dia memperkenalkan dirinya kepada saya. Dia adalah seorang pendeta yang berasal dari kabupaten dan saat itu sedang berlibur bersama dengan keluarganya, dan ketika dia kembali sehari sebelumnya dia telah belajar dari minggu sebelumnya, atas rekomendasi para diaken, telah ditetapkan untuk mengisi mimbar yang lowong. Dia telah diberhentikan sebagai gembala tanpa pemberitahuan sebelumnya. Dia datang kepada saya dengan penuh air mata dan dalam keputus-asaan yang mendalam.  Dengan lima orang anak, apa yang dapat dia lakukan dan kemana dia harus berpaling? Orang yang memiliki dedikasi ini, orang kudus, orang yang telah dipanggil Allah.

Pendeta dapat jatuh ke dalam sebuah depresi yang dalam dan keputus-asaan yang disebabkan oleh respon dari dalam dirinya terhadap kualitas, kesuksesan dan kekurangannya di atas mimbar.

Dia dapat dikecewakan oleh tujuannya yang tidak terwujud. Tidak ada mimpi-mimpinya yang terwujud.

Dia dapat mengalami luka yang dalam oleh sikap yang tidak bersahabat dan kritik yang tidak bertanggung-jawab.

Dia dapat jatuh ke dalam rasa putus-asa karena sikap apatis, ketidakacuhan, dan tidak adanya sebuah kerjasama dalam jemaatnya.

Dia dapat merasa frustasi karena harus melakukan hal-hal kecil dan yang kurang berharga yang menyita waktunya terhadap tugas utama seperti belajar, berkotbah, mengajar, dan memenangkan jiwa. Dia hanya memiliki waktu yang sedikit untuk belajar dan mengunjungi yang terhilang.

Dia dapat merasa gagal sama sekali terhadap kehidupan pekerjaannya dan gaya hidupnya jika dia memiliki sebuah keluarga dan anak-anak yang bertumbuh melihat ayah mereka hanya di atas mimbar dan kantor gereja. Jika di sana ada masalah dengan anak yang berumur belasan tahun dalam keluraganya seperti sebuah pengambil alihan waktu oleh pekerjaan dapat menjadi sesuatu yang menghancurkan.

Dan dunia tanpa akhir,  konpensasi keuangan yang sedikit yang diberikan oleh gereja untuk kebutuhan pendeta seringkali membuat banyak pendeta yang keluar dari pelayanan.

Ketika sebuah statistik dibuat untuk melihat laporan terhadap salah satu dari sepuluh orang yang masuk kedalam dunia pelayanan lalu akhirnya berhenti, survei tersebut dibuat untuk melihat alasan mengapa mereka berhenti.  Jawaban yang diberikan berdasarkan laporan tersebut adalah seperti ini:  gaji yang tidak cukup, pekerjaan yang terlampau berat, tempat tinggal yang tidak layak, berselisih dengan pemimpin pastoral. Alasan lain yang menimbulkan keputus asaan adalah  ketidak-pedulian anggota jemaat, persoalan keluarga, kehilangan iman, rasa kurang puas secara pribadi, kurangnya rasa aman.

Sungguh masalah-masalah dalam pelayanan sangat begitu banyak: pengucilan sosial, permintaan yang berlebihan dari sebagaian anggota jemaat, tekanan keuangan, tekanan administratif, persaingan professional,  ketegangan psikologi, perasaan yang kurang nyaman, kegelisahan,  kemarahan, dan ribuan sebab lainnya yang dapat menghancurkan pekerjaan yang efektif dari seorang pendeta.

Markus Dodds, seorang pelayan muda yang selanjutnya menjadi seorang pengkotbah yang hebat dan penulis buku yang luar biasa menulis dalam diarinya,”Tiada hari berlalu tanpa pencobaan yang kuat sehingga kita menyerah terhadap pekerjaan kita.”

 

Mengganti Pengembalaan: Penyelesaian Terhadap Masalah?

 

Di dalam banyak hal, ada begitu banyak kejahatan didalam memgubah ladang pelayanan yang tidak didasarkan kepada kehendak Allah. Seorang pendeta akan memberikan banyak alasan ketika akan meninggalkan gerejanya, akan tetapi semua alasan itu tidak diterima di hadapan Allah.

Salah satu alasan seorang pendeta meninggalkan gerejanya adalah karena dia tidak mau untuk belajar. Jemaatnya telah jenuh terhadap dia sehingga dia pergi ke ladang pelayanan yang lain dan disana dia kembali tidak berdaya dan mengkotbahkan kotbahnya hingga mereka bosan, lalu kemudian dia pergi lagi ke ladang pelayanan yang lain.

Ini, merupakan sebuah tragedi, karenanya seorang pendeta harus belajar dan harus selalu segar dalam menyampaikan pesannya dan tetap tinggal dalam satu lahan penggembalaan seumur hidupnya atau Tuhan sendiri yang mengirimnya ke tempat penggembalaan yang lain. Merupakan sebuah kehilangan besar bagi seorang pendeta yang meninggalkan pengembalaannya dan pergi ke tempat yang lain, karena dia akan kehilangan semua persahabatannya dan hubungan yang telah dibina secara perlahan-lahan dalam waktu yang panjang. Kepercayaan dan kasih dari sebuah jemaat kepada sebuah pelayanan yang sejati dapat merupakan sebuah elemen yang luar bisa bagi pelayanannya. Ada sejumlah kecil pelayan yang memperlebar jarak mereka terhadap investigasi mula-mula setelah pelayanan pengembalaan mereka yang pertama. Di dalam pengembalaan yang pertama, mereka ditekan keluar kedalam lahan yang baru dan memberikan diri mereka sendiri kedalaman intelektual dan pertuimbuhan rohani.

Kadang-kadang seorang pendeta pergi karena tekanan mental. Seseorang yang secara terus-menerus belajar tanpa henti  seringkali terjatuh kedalam situasi yang membuatnya gugup dan tidak normal serta kesedihan yang tanpa alasan akan membuat perasaan yang salah tafsir dari jemaatnya dan meremehkan hasil dari pelayanannya. Sebuah perubahan sungguh-sungguh dibutuhkan akan tetapi perkembangan yang terlalu berlebihan tidak akan sungguh-sungguh membantu dia.

Dan lagi, pengkotbah ingin meninggalkan pelayanannya disebabkan oleh kehilangan popularitas.  Hal ini seringkali terjadi karena ada cacat didalam karakter dan pekerjaan dari seorang pendeta dan perbaikan tidak dilakukan terhadap pelayanan melainkan didalam diri pendeta itu sendiri. Dia telah gagal untuk  mengolah pelaksanaan, pastoralnya dan kekuatan rohani. Dia harus melakukannya dengan lebih baik di dalam dirinya sendiri, tetapi dia sendiri tidak mau berubah. Dia hanya melihat bahwa perubahan harus terjadi pada orang lain yang justru hal itu bukan disebabkan oleh kegagalannya sendiri.

Tetapi kehilangan popularitas di dalam gereja tidak begitu berarti dibanding jika dia telah gagal di hadapan Allah. Pencobaan seperti kehilangan popularitas diantara beberapa orang akan mengurangi nilai pelayananannya akan tetapi pencobaan terjadi untuk membangun iman dan kesabaran dan sebuaha karakter yang luhur dan kuasa yang bertambah di dalam berkotbah. Ikatan terhadap pengembalaan seharusnya tidak diputuskan,. Mungkin Allah akan bermaksud untuk memberikan berkat yang lebih melimpah lagi.

Kadang-kadang seorang pendeta meninggalkan pelayanan disebabkan oleh ambisi terhadap sebuah posisi yang lebih baik. Ada ambisi yang tidak baik termasuk ketidakpuasan terhadap terhadap kemajuan yang bertumbuh secara alami, hal itu merupakan suatu kegelisahan yang melihat  beberapa mimbar yang menyolok mata. Hal ini merupakan sesuatu yang tragis dalam pelayanan.

Kadang-kadang pendeta meninggalkan pelayanan karena ada begitu banyak kesulitan yang tidak terpecahkan dalam jemaat. Dia harus mengingat, bagaimanapun bahwa tidak ada gereja tanpa sebuah kesulitan. Pendeta harus melawan godaan dan harapan bahwa di lahan pelayanan lain akan lebih mudah dan lebih menyegarkan daripada apa yang dia hadapi di tempat pelayanannya yang sekarang ini.

Tanpa melalui kondisi apapun haruskah seorang pendeta pergi dari lahan pelayanannya kecuali disana ada sebuah alasan lain yang membuat dia harus meninggalkan pelayanannya. Kesulitan, kesukaran dan pencobaan tidaklah termasuk dalam alasan tersebut.

Bagaimanapun juga kita tidak dapat menyangkal bahwa ada alasan yang valid mengapa seorang pendeta harus meninggalkan gerejanya.

Salah satu alasan diantaranya bahwa pengkhotbah itu bertumbuh secara pribadi dan sebagai orang yang muda dia menjadi seorang yang memiliki kemampuan yang lebih baik dalam melayani Tuhan. Ladang yang lebih besar dapat saja mencari orang yang seperti dia dan dia merasa bahwa kehendak Allah bagi dia untuk pergi.

Kadang-kadang ada kepentingan sehat yang menyebabkan seorang pelayan mengubah pelayanannya menjadi sesuatu yang lebih bermutu.

Kadang-kadang gereja begitu kecil untuk mendukung seorang pendeta, dan dia memiliki sebuah kesempatan untuk pergi ke gereja yang lebih baik yang dapat mendukung dia. Berhati-hatilah dan berdoalah untuk pindah ke sebuah tempat disebabkan oleh sebuah gaji yang besar, dia harus pergi disebabkan oleh rasa kekeluargaan dan kebebasan yang lebih baik yang dia miliki dalam mencurahkan seluruh waktunya dan talentanya terhadap pelayanan injil.

Kadang-kadang ada beberapa dampak yang tidak terkontrol di dalam gereja yang tersusun secara teratur melawan pendeta dan dia tidak memiliki pilihan yang lain selain melanjutkan pelayanannya di tempat lain. Hal itu jauh lebih baik bagi seorang pendeta untuk merasakan dan melihat situasi yang berkembang dan mengundurkan diri daripada harus dipecat. Jika dia mengundurkan diri, dia dapat pergi dengan maksud baik dan mendapat kemurahan untuk di perkenalkan kepada komite mimbar dan para pemimpin gereja yang sedang mencari seorang pendeta atau seorang pekerja didalam pekerjaan yang sama di ladang pelayanan Allah.

Tetapi semua keputusan ini harus dibuat sesuai dengan kehendak dan pikiran Allah. Secara mendasar dan paling pokok seorang pendeta harus dapat menerima semua pencobaan dan penganiayaan yang ada di dalam gerejanya. Mengganti sebuah tempat hanya akan mengganti bentuk dari pencobaan itu sendiri. Dia harus menghadapi kesulitan ini dimanapun dia berada dan tidak berusaha untuk lari darinya. Hal itu sama seperti apa yang telah Yesus sampaikan sendiri, “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera di dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, aku telah mengalahkan dunia” (Yoh. 16:33).

 

 

Pendeta yang Berjaya Mengatasi Kesulitan

 

Di atas semuanya itu dan setiap hal lainnya, pendeta butuh untuk mengingat bahwa dia tidak sendirian di dalam pekerjaannya. Jika Allah telah memanggil dia, Roh Allah akan berada bersamanya dan menolong dia.  Serahkanlah semua hal itu ke hadapan Allah; beritahu Dia tentang hal itu; carilah wajahNya dan kebijakan ilahi. Dia memiliki jawaban yang tidak pernah kita pikirkan dan sebuah solusi yang tidak pernah kita bayangkan. Allah akan menjawab dan selalu menjawab. Selalu bahwa setiap pendeta yang hebat bersumber dari Allah.

Daud adalah orang yang sangat berkecil hati ketika orang-orang lupa terhadap pelayanan yang pernah di berikan kepada mereka dan berupaya untuk membunuhnya. Untuk mengatasi rasa sakit hatinya itu, dia “membesarkan hatinya sendiri di dalam Tuhan Allahnya” (1 Sam. 30:6).

“Orang yang tertindas ini berseru, dan Tuhan mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya. Kemalangan orang benar banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semuanya itu; Tuhan membebaskan jiwa hamba-hambaNya, dan semua orang yang berlindung padaNya tidak akan mendapat hukuman” (Mazmur 34:7, 20, 23).

Banyak dari persoalan pengkhotbah yang dia bawa dalam dirinya sendiri. Terlalu sering penilaian yang dangkal,  perbuatan yang tidak bijaksana, ambisi yang buta, haus kekuasaan, ketidak jujuran, perselisihan pribadi, sikap yang keras kepala dan lain sebagainya, mengambil korban mereka dan seringkali menghancurkan persekutuan, sehingga baik jemaat maupun pendeta menjadi frustasi, dengan kemarahan yang ditunjukkan oleh dirinya sendiri atas peristiwa yang tidak membahagiakan tersebut.

Ambisi yang salah dapat memakan dia hidup-hidup. Hal itu terjadi ketika dia tidak pernah menduduki tempat yang lebih tinggi atau mendapat penghargaan pribadi. Kita tidak pernah menemukan Juruselamat kita di dalam puncak Bait suci tetapi hanya sekali, tetapi tebak siapa yang menemaninya disana? Biarlah orang lain mencari kursi ketua di sinagoge dan dihantar ke meja utama dan “politik” untuk dipilih dalam lingkaran gerejawi. Anda melakukan pekerjaan Allah di dalam sebuah panggilan dimana seluruh hasilnya harus anda berikan kepada Allah.

Rasa cemburu dan iri hati dapat merusak hati seorang pendeta. Hal itu dapat membakar dia. Termasuk benci terhadap kepopuleran atau kesuksesan orang lain, pujilah Tuhan atas keberhasilannya, berdoalah untuknya, bersukacitalah di dalam prestasi yang dicapai olehnya. Seorang pendeta di London berkata bahwa ketika Spurgeon muda datang ke London, dia sangat sedih dan merasa malu oleh kerumunan orang banyak yang yang datang untuk mendengar pemuda ini ketika dirinya sendiri menjadi semakin kecil. Dia berkata bahwa akhirnya dia mulai berdoa untuk kebangkitan orang muda ini, dan hal itu membuat dia tak lama kemudian merasa bahwa setiap kemenangan yang dimenangkan oleh Spurgeon menjadi sebuah bagian dari dirinya sendiri. Hal itu merupakan suatu hal yang luara biasa.

Jangan menjadi cemburu terhadap pendahulu anda. Olesilah dia dengan madu dan bukan dengan cuka. Jemaat akan mengasihi dan menghormati anda karena hal itu. Berbicaralah tentang hal-hal yang baik tentang dia, sehingga orang-orang yang telah mengasihi dia akan mengasihi anda juga.

Hindarilah sifat manusiawi, sifat yang membuat stress. Kejahatan ada di dalamnya, bukan Allah. Paulus menulis, “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur” (Fil. 4:6). Ada begitu banyak orang yang tinggal dalam keheningan dan ketenangan hidup berada di tengah-tengah rasa frustasi yang mengelilinginya yang dapat mengendalikan seluruh hidupnya. Pembicaran yang manusiawi, alasannya adalah mereka telah datang untuk percaya kepada Tuhan tetapi dengan cara yang sama mereka juga datang ke dalam suatu bentuk lain bersama dengan respons dari dalam diri mereka dan mengendalikannya dengan kemampuannya sendiri. Hal ini akan menjawab setiap masalah yang diakibatkan oleh stress.

Hindarilah rasa gugup, emosi yang membuat jatuh. Ini diakibatkan oleh sisi manusiawi, yang berasal dari dalam diri sendiri. Pelayan digunakan untuk menjadi yang terbaik di dalam semua jaminan resiko. Hal itu berlangsung dengan tidak lama. Kehidupan yang diharapkan bagi seorang pendeta luput dan bebas dari serangan jantung dan gangguan urat syaraf merupakan kemuraman yang sering terjadi.

Latihan! Allah tidak pernah membuat seorang manusia yang duduk saja di belakang meja kantor selama seharian penuh. Kehidupan yang dilakuan dengan hanya duduk secara terus menerus akan melumpuhkan setiap tulang dan otot, juga saraf dan setiap jaringan di tubuh manusia. Allah membuat otot-otot tersebut bergabung dengan urat-urat untuk bergerak. Gerakkanlah mereka. Setiap hari seorang pendeta harus berjalan atau jogging atau melakukan suatu gerak badan atau memainkan sebuah olah raga permainan seperti bola tangan, bola volley, atau sesuatu yang lainnya. Kebiasaan yang esensial  ini akan mendarah daging dan berlangsung secara regular. Mengambil waktu setengah jam setiap hari untuk melakukan aktivitas ini jauh lebih produktif dari pada bermain golf di sore hari yang dilakukan selama satu kali seminggu. Lakukanlah sesuatu yang sibuk setiap hari. Tubuh dan pikiran anda akan merespon hal itu dengan indah.

Makanlah dengan benar. Ikutilah sebuah diet yang seimbang. Orang yang berpenyakitan terutama yang berhubungan dengan perut akan mudah terkena serangan virus, dan hal itu akan menjadi setengah kekalahan bagi dia sebelum dia memasuki arena untuk bertarung di pertempuran rohani.

Ada begitu banyak tekanan di dalam pengembalaan, yang akan menghujani setiap hari. Tetapi Allah memberikan kepada kita kebijaksaanan untuk mengatasi semua itu.

Bagaimana seorang pendeta yang akan mengatasi kritik akan menentukan efektifitasnya yang lebih besar dalam memimpin jemaat kepada usaha yang lebih baik dalam melayani Allah.  hal itu bisa saja datang dari berbagai public figure, termasuk orang yang tidak berpengetahuan dengan sikap yang tidak bersahabat, dan memberikan kritikan yang pedas, dia dapat saja seorang polisi, politikus, atau pengajar. Setiap orang yang berdiri dan melihat sebuah kesempatan untuk menyerang semuanya dengan lemparan batu yang pendek. Bagaimana reaksi pendeta mengahadapinya?

Dia dapat menjadi sangat sensitive terhadap kekasaran seperti itu. Dia dapat mengambil sikap berperang terhadap apa yang orang sampaikan tentang dirinya. Dia dapat berkonfrontasi dengan kritik itu melalui ungkapan-ungkapan yang tajam dan keras. Dia dapat menjadi musuh yang sengit baik terhadap orang yang menyerangnya ataupun sahabat-sahabat serta keluarga yang terbakar dengan kata-kata itu. Tetapi ludah yang dikeluarkan dapat mengenai wajah sendiri.  Sesungguhnya tidak dibutuhkan sebuah tindakan balasan dari seorang pendeta. Adalah lebih baik untuk memberikan reaksi yang positif dari pada tindakan balasan yang sengit. Setelah semua itu, pekerjaan pelayanan akan menghancurkan hati yang keras dan menambal hati yang luka. Pekerjaan seorang pendeta bukan untuk mencederai tetapi untuk memnyembuhkan, bukan untuk berperang tetapi untuk bersaksi. Kita dapat membalas dengan lebih indah dengan menerbangkan kupu-kupu yang meneteskan gula daripada cuka.

Lalu bagaimanakah tindakan yang tepat dalam mengahadapi masalah seperti itu? Yang pertama dari semua kita harus berdoa untuk semua hal tersebut. Berdoa terhadap orang yang memberikan kritik tersebut, berdoa terhadap situasi yang menyebabkan kritik tersebut, berdoa untuk solusi yang baik dan penuh penghormatan kepada Kristus. Di luar dari persoalan tersebut, sebuah solusi terbaik terhadap masalah tersebut adalah dengan mengabaikannya. Mungkin kritik tersebut hanyalah sebuah pembicaraan, dan orang senang untuk berbicara.

Yang kedua, mengapa tidak mempertimbangkan kritik itu secara hati-hati jika hal ini dapat memiliki nilai yang baik bagi anda? Mungkin kesalahan memang ada dalam diri pendeta. Tanyalah diri anda sendiri: “Apakah Allah sedang berbicara kepada saya melalui kata-kata yang tidak menyenangkan ini? Apakah kritik ini benar? Apakah benar sebagaian?” Pertimbangkanlah orang yang menyampaikan kata-kata tersebut. Apakah dia seorang pengkritik? Ataukah seorang yang memiliki karakter yang baik?

Jika saya memiliki sebuah pelayanan yang harus dihidupi kembali, ini merupakan suatu tempat dimana saya dapat  berubah secara absolut. Hanya karena seseorang bertanya tentang program yang ditawarkan oleh pendeta di pertemuan diaken atau di dalam sebuah diskusi atau dalam komite jemaat tidak berarti bahwa ia merupakan musuh dari pendeta. Lagi pula, kebijaksaan pendeta tidak akan mati (seperti yang disampaikan Ayub dalam Ayub12:2). Dapat saja berarti bahwa kebijaksanaan dan pertimbangan orang lain dapat bermanfaat untuk mendukung kebijakan kita. Dengarkan dan jangan menutup diri terhadap hal tersebut.  Bekerja secara bersama-sama merupakan sebuah solusi yang lebih baik atau sebuah metode yang lebih baik dapat dipakai sebagai pendekatan yang lebih baik.

Akhirnya, seorang pendeta harus memberikan contoh kesaksian orang Kristen yang baik. Bagaimana jika dia bukan seorang pengikut Allah? dan hal itu yang Allah sampaikan tentang hal ini:

 

Kamu telah mendengar Firman: mata ganti mata dan gigi ganti gigi.

Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.

Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu.

Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil.

Kamu telah mendengar Firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.

Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.

Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.

Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?

Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian?

Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna. (Mat. 5:38-41; 43-48)

 

Merupakan seorang raja yang sangat bijaksana yang pernah memerintah berkata, “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan amarah” (Amsal 15:1).

Raja yang sama yaitu Salomo menambahkan, “Dengan kesabaran seorang penguasa dapat diyakinkan dan lidah lembut mematahkan tulang” (amsal 25:15). Kita dapat berkata bahwa merupakan semangat yang lembut dan anugrah yang bernilai jika dapat menjawab sebuah kritik yang keras dengan kebaikan. Biarlah seorang pendeta dapat menjadi orang yang bijaksana.

Terlalu sering seorang pendeta mengambil keuntungan dari mimbar untuk menyindir jemaat terhadap ketidak hadiran mereka, respon keuangan yang minim, relawan yang sedikit, atau sesuatu hal dan segala hal yang membuat dia meresa frustasi. Hal ini selalu merupakan sebuah kesalahan yang berakibat luas. Termasuk mendamprat jemaat dengan serangan yang mematikan bagi mereka yang tidak menghadiri ibadah. Mengapa tidak menunjukkan sebuah apresiasi terhadap mereka yang tidak datang, dan mengapa tidak sungguh-sungguh berdoa dan secara cerdik mengatasi masalah tersebut dengan kebijaksaan dan kekuatan yang diberikan oleh Tuhan? T. DeWitt Talmage suatu ketika pernah berkata: “Dalam suatu hari heboh, seorang pendeta mengomeli jemaatnya yang berada di dalam gereja karena mengabaikan jemaat yang berada di rumah. Hal itu sama dengan pengharapannya untuk membawa bunga di bawah tiupan badai angin utara. Sekarang adalah saat untuk melampiaskan kemarahan dan pengaduan, tetapi ingatlah orang muda bahwa kita tidak dapat mengomeli orang-orang karena untuk membuang dosanya, menghadiri gereja, atau mengomeli mereka supaya masuk ke surga. Anda tidak dapat mengomeli jemaat anda untuk bertumbuh, sekalipun anda dengan segera dapat meredakannya. Dibutuhkan madu untuk menangkap lalat, jangan pernah memancing dengan menggunakan umpan kepiting.

Seorang pendeta Brooklyn yang terkenal suatu ketika pergi untuk memberikan saran kepada seorang pendeta pemberang, dia berkata: “hal yang harus anda lakukan adalah menjaga pencernaan anda dengan baik,. Anda juga membutuhkan hati yang bersih dan liver yang bagus. Jangan memakan lobster pada sabtu malam. Usahakanlah untuk bersenam, menunggang kuda, mendayung sampan; usahakan untuk tetap menjaga kulit dengan baik. Adalah hal yang memalukan jika pendeta hanya membasuh jarinya dan ujung hidungnya. Milikilah penampilan yang baik, suara yang baik, kesehatan yang baik, dan hal itu akan mustahil bagi orang lain untuk mengatai anda.”

Tiga hal yang terlihat dari nasehat itu dari apa yang dipikirkan oleh Talmadge yang dapat membantu pengkotbah yang tidak bahagia. Yang pertama, dia berbicara tentang hati yang bersih, hal itu dapat mengobati banyak kegelisahan dalam pengembalaan. Jika orang itu telah dipanggil Allah untuk berkhotbah maka dia harus memiliki kasih Kristus di dalam hatinya. Yang kedua, dia menyarankan kebiasaan makan yang sepantasnya. Setiap dokter akan menyarankan sebuah program kepada seorang pendeta. Merupakan sebuah kejutan bagi jemaatnya bila ada perbedaan yang besar yang ditampilkan dalam khotbahnya, ketika dia berubah dari perasaan yang secara fisik sakit ke dalam perasaan yang kuat. Yang ketiga, Talmadge memberikan sebuah jadwal untuk membangun fisik yang sehat. Saudaraku, hal itu semua dapat menjadi obat bagi kondisi setiap orang yang cendrung sakit hati, patah hati dan tertekan.

Salah satu buah Roh adalah kesabaran (kadang-kadang disebut sebagai “sabar menderita,” Gal. 5:22). Betapa seorang pendeta membutuhkan hal itu dalam bekerja bersama jemaat! Kadang-kadang hal itu membutuhkan seluruh keuletan sikap kekristenan dimana seorang pendeta dapat dituntut untuk membawa kebajikan ini untuk dipikul dalam doa yang sungguh-sungguh sebagai sebuah proyek, tetapi kebaikan dan kasih akan mendapat pembayarannya saat pembagian keuntungan.

Merupakan sesuatu hal yang indah ketika seorang pendeta dapat menerima hal-hal yang mengecilkan hati, kekecewaan, yang mematahkan harapan, dan keputus-asaan sebagai suatu tantangan untuk didoakan, sebagai pekerjaan yang lebih, dan digunakan sebagai batu loncatan untuk mencapai tempat yang lebih tinggi dalam berprestasi. Setiap perkembangan yang mematahkan hati merupakan sebuah tantangan untuk menjatuhkan kebijaksanaan dan kecerdikan dari kepemimpinan seorang pendeta dalam pengembalaan. Mengapa tidak menerima hal itu dalam semangat yang dari Allah dan berpaling dari masalah dan masuk ke dalam kemenangan oleh kuasaNya yang membelah Laut Merah, yang mengeluarkan air dari batu karang, meurunkan api ke altar Elia yang dituangi dengan air, yang telah membangkitkan Yesus dari  kematian, dan memiliki kuasa di surga dan di bumi?

Setiap musim gugur kami dikunjungi oleh seorang muda yang merupakan lulusan dari Spurgeon College di London yang datang menghabiskan waktu selama setahun pelayanannya bersama kami di gereja Dallas. Setelah pengalaman satu tahun dalam mempelajari bagaimana kami melakukan pelayanan di Amerika, dia kembali untuk pengembalaan di Inggris. Mahasiswa asing pertama kali adalah Rodney Sawtell. Surat pertama yang datang kepada saya setelah dia pulang ke Inggris untuk melakukan tugasnya di jemaat dekat London adalah seperti ini: “Dari pendapat seorang pengkhotbah saya sekali lagi harus menghadapi bangku-bangku gereja kosong. Betapa pemandangan yang sangat suram? Di hari yang lain, saya telah diberitahukan oleh komite Baptist Union yang telah mengumpulkan sejumlah statistic yang berhubungan dengan pelayanan gereja baptis kita dan menempatkannya dalam sebuah computer. Berdasarkan perkiraan dari computer tersebut dalam tahun 2000 A.D. tidak akan ada sebuah gereja Baptis yang tertinggal di Inggris Raya! Betapa sebuah prospek yang suram! Dan merupakan sebuah tantangan bagi kita untuk melangkah kedepan di dalam kekuatan Allah.” Lihat kalimat yang terakhir, “sebuah tantangan!”  Jika tidak ada orang sakit, maka para dokter akan berhenti bekerja. Jika tidak ada bank yang gagal dan digelapkan maka inspector akan tidak berguna. Jika tidak ada orang berdosa maka pengkhotbah akan memiliki begitu banyak bagasi yang kelebihan. Jika tidak ada gereja yang mati, maka tidak akan diperlukan suatu kebangunan penginjilan. Percayalah pada saya, kita membutuhkan mereka semua! Ada sebuah tantangan yang harus diraih, ada sebuah peperangan yang harus dimenangkan, sebuah dunia terhilang yang harus diselamatka, gereja yang harus dibangun, anak-anak yang harus diajar, dan Allah telah memanggil kita untuk melakukan hal itu. Setiap kesulitan, kerja keras dan kegagalan ada di dalamnya dan bersamanya ada sebuah tantangan besar untuk dimenangkan.

Pendeta, bertahanlah dengan hal itu! Suatu ketika saya bertanya kepada pendeta Halleck apa yang dia lakukan dengan tantangan yang dihadapinya. Dia menjawab, “saya hanya hidup lebih lama bersama mereka.” Dia bertahan sebagai seorang pendeta di gereja First Church di Norman Oklohama selama empat puluh delapan tahun. Jangan pernah menyerah. Kemenangan pasti akan datang. Salah satu diaken di gereja kami (Boone Powell) telah membangun sebuah rumah sakit Baptis yang terbesar di dunia, Baylor Medical Center. Saya telah berbicara kepadanya suatu hari tentang masalah-masalah yang dihadapi dan dia menjawab: “Sebuah masalah besar dapat dihancurkan menjadi sebuah masalah kecil. Setelah membuatnya menjadi kecil, selesaikanlah masalah yang kecil itu satu demi satu pada saat yang tepat sehingga akhirnya semuanya dapat siselesaikan.” Ambillah satu bagian tugas setiap waktu. Lakukan hal itu dengan baik, hingga beralih ke selanjutnaya. Maka kemenangan akan diraih dengan sempurna.

 

 

Pendeta Sebagai  Korban Keadaan

 

Adalah tidak mungkin bagi saya untuk menutup bab ini tanpa sebuah kata-kata simpati yang dalam terhadap pendeta yang menjadi korban keadaan, baik yang menderita sakit secara tubuh, atau pemeliharaan yang kejam yang membuat mereka kehilangan kontrol. Seorang mahasiswa saya yang masih muda di seminari telah diberitahu oleh istrinya pada malam kelulusannya bahwa istrinya itu akan menceraikan dia, bahwa dia menolak untuk menjadi istri seorang pendeta, sehingga dia ingin kembali ke rumah orang tuanya. Hati saya terluka terhadap apa yang terjadi padanya. Hal itu telah merusak pelayanannya yang sangat menjanjikan.

Rasa sakit di dalam tubuh dan pikiran dapat membinasakan sebagian kehidupan pendeta.  Bahkan Charles Spurgeon jatuh ke dalam tekanan batin. Dia secara rutin menghubungkan kesusahan itu di dalam khotbahnya. Salah satu darinya yang dia sampaikan, “Saya merupakan subjek dari tekanan batin yang sangat menakutkan dan saya berharap supaya diantara anda tidak seorangpun yang memperoleh keadaan yang menyedihkan ini seperti yang saya alami.” Dia meninggal dalam usia yang masih muda.   Hanya Allah yang mengetahui alasan dari kedukaan dan pencobaan itu. Mungkin hal itu adalah “dalam pencobaan besar terhadap penderitaan,” yang menjadi beban bagi hatinya dan tidak diberitahukan agar orang-orang yang dikhotbahinnya tetap merasa nyaman. Paulus berkata bahwa hal itu adalah “supaya aku jangan meninggikan diri,”  sehingga kepadanya diberikan sebuah duri dalam daging. Ketika dia memohon kepada Allah untuk menyingkirkan hal itu dari dalam dirinya, Allah menjawab, “Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna” (ayat 9).  Paulus lalu menuliskan penderitaannya itu: “Dan ketika aku dalam kekurangan di tengah-tengah kamu, aku tidak menyusahkan seorangpun, sebab apa yang kurang padaku, dicukupkan oleh saudara-saudara yang datang dari Makedonia. Dalam segala hal aku menjaga diriku, supaya jangan menjadi beban bagi kamu, dan aku akan tetap berbuat demikian.  Demi kebenaran Kristus di dalam diriku, aku tegaskan, bahwa kemegahanku itu tidak akan dirintangi oleh siapapun di daerah-daerah Akhaya” (11:9-10).

Hal yang sama mungkin berlaku terhadap pendeta yang baik yang memikul sebuah beban yang berat; kuasa Allah menjadi sempurna di dalam kelemahannya. Hanya tolonglah kami ya Tuhan, supaya kami tetap dirangkul oleh lenganMu.