Daftar Isi

WAHYU DAN INSPIRASI

(Revelation and Inspiration)

 

 Oleh Dr. W.A. Criswell

Diadaptasi oleh Dr. Eddy Peter Purwanto

 

“Segala tulisan adalah diilhamkan Allah dan memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2 Timotius 3:16)

 

 Dua ayat terakhir dari 2 Petrus 1 mengatakan: “Bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.” (2 Petrus 1:20-21). Marilah kita melihat ini secara literal. Kata yang diterjemahkan “kehendak sendiri” di sini adalah idios. Dan idios adalah kata Yunani yang berarti “one's own private ownership.” Sedangkan kata yang diterjemahkan “ditafsirkan” di sini adalah epilusis, yang secara literal berarti “unloosing.” Ini menghubungkan dengan sumber originalnya. Dan “is” [dalam KJV] bukan penggunaan kata untuk “to be,” tetapi ginetai, berarti “come into being.” Jadi marilah kita menerjemahkan persis seperti yang Petrus tuliskan: “no prophecy came into existence, came into being, by one's private origination” – bukan datang dari padanya – “tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.”

Mari sekarang kita membuka 2 Timotius 3: 16: “Seluruh Kitab Suci” – dan “is” dalam [Alkitab KJV] Anda dicetak miring, yang berarti ini bukan asli dari bahasa aslinya – “seluruh Kitab Suci diberikan melalui inspirasi Allah” -- KJV (2 Timotius 3:16). Dan kata-kata ini adalah terjemahan dari satu kata, yaitu theopneustos, jadi “seluruh Kitab Suci theopneutos.” Di hadapan Allah dan Kristus Yesus…. aku berpesan dengan sungguh-sungguh kepadamu … Beritakanlah firman” (2 Timotius 4:1). Ada dua bagian untuk kata itu dan keduanya penuh arti. Setiap bagian yang terpisah memiliki arti sendiri. Gambaran yang diletakkan di balik theopneutos adalah seperti permainan seruling. Gambaran dari seorang pemain seruling adalah mereka meniup dan tiupan itu menjadi instrumen. “Seluruh Kitab Suci adalah nafas Allah (God-breathed) – Allah memainkan menjadi sebuah instrumen, tiupan menjadi instrumen, dan instrumen  itu adalah Kitab Suci. Kata ini, seperti yang saya katakan, dibagi menjadi dua bagian. Pertama berhubungan dengan pribadi yang meniup – yaitu sang Pemberi wahyu, yaitu Allah. Theos adalah kata Yunani untuk “Allah.” Ia meniup menjadi instrumen wahyu-Nya. Ketika Anda menggunakan kata “revelation” dan “inspirasi,” Anda sedang menggunakan kata-kata dari bahasa Latin. Kata Latin untuk “menyingkapkan”, “mewahyukan”, “menyatakan” adalah revelare. Dan bentuk substantif dari kata ini adalah revelatio. Dalam bahasa Yunani, kata kerja bahasa Yunani akan menjadi apokalupto yang memiliki arti yang sama persis dengan revelare dalam bahasa Latin. Dan kata apokalupsis adalah bentuk substantifnya yang berarti “pembukaan selubung,” “penyingkapan,” Apocalypse. Kita mengambil kata itu ke dalam bahasa Inggris. Jadi bagian pertama dari kata ini adalah  theos, Allah sang penyingkap, pemberi wahyu, Pribadi yang menyingkapkan kebenaran ini.

Bagian kedua dari kata ini, pneutos atau penuma, adalah kata untuk “menafaskan,” dan dalam bahasa Latin nya adalah “inspiratio.” Bentuk verbal dalam bahasa Latin, inspirare berarti “meniup ke dalam” (to breathe into). Dan substantif dari kata ini atau bentuk kata bendanya adalah inspiratio, “yang ditiupkan ke dalam.” Bahasa Yunani empeneo berarti “meniupkan ke dalam”; dan dalam bahasa Yunani klasik, kata ini berhubungan dengan pemain seruling. Ini adalah gambaran dari seluruh pernyataan substantif dari rasul Paulus. “Seluruh Kitab Suci adalah theopneutos,” dinafaskan Allah,  “melalui wahyu,” penyingkapan, penyataan kebenaran. Wahyu berhubungan dengan kebenaran yang manusia tidak akan pernah ketahui dengan kekuatan alami, atau dengan menggunakan kemampuan alaminya. Ini adalah penyingkapan, penyataan kebenaran yang manusia tidak akan pernah ketahui dengan kemampuan dirinya sendiri – bukan melalui reset, bukan melalui observasi, bukan melalui studi, bukan melalui pengalaman. Ia tidak pernah dapat mengetahuinya. Itu harus berasal dari Tuhan. Tuhan yang harus menyingkapkannya. Itulah wahyu, penyataan, apokalupsis, kebenaran ilahi yang diberikan kepada kita yang mana hanya Tuhan yang dapat mengetahuinya. Inspirasi berhubungan dengan transmisi kebenaran wahyu itu. Penyingkapan itu sendiri datang dari Allah; dan dalam mujizat, Roh Kudus Allah menghembuskan kebenaran ke dalam kata-kata, ke dalam Kitab Suci yang tertulis.  Wahyu Allah yang tertulis adalah inspirasi. 

Penciptaan dunia ini adalah wahyu. Tidak ada seorangpun di sana. Tidak ada seorangpun yang melihatnya. Kita mengetahuinya dalam penyingkapan dari Allah. Ini adalah wahyu. Ini menjadi inspirasi tatkala Musa menuliskan penyingkapan tentang bagaimana Allah menciptakan alam semesta ini pada mulanya. Musa menuliskannya tanpa salah, inerrancy, infallibility. Ketika Rasul Yohanes, di pulau Patmos, ia melihat visi dari wahyu Kristus (apokalupsis). Ini adalah kata pertama dalam Kitab Wahyu, yaitu  Apokalupsis, wahyu Yesus Kristus dalam seluruh kemuliaan agung-Nya. Dan wahyu yang disingkapkan kepada Rasul Yohanes adalah tentang kesudahan dunia, dan akhir dari sejarah. Segala hal yang berhubungan dengan akhir zaman ada di sana dalam bentuk panorama, dinyatakan di depan mata Rasul Yohanes. Itu adalah wahyu. Ini menjadi inspirasi, tatkala Yohanes dapat menuliskannya infalibel, benar, setia, dan tanpa salah. Jadi wahyu berhubungan dengan “isi” kebenaran, kebenaran ilahi dari Allah. Sedangkan inspirasi berhubungan dengan “transmisi” kebenaran itu, tulisan dari kebenaran Allah. 

 

WAHYU ALLAH

Pertama kita akan berbicara tentang wahyu. Wahyu dibangun di atas tiga asumsi, yaitu: Pertama, bahwa Allah dapat dan mau berkomunikasi kepada manusia. Asumsi kedua, bahwa kebenaran yang dikomunikasikan adalah macam dan sifat kebenaran yang tidak pernah dapat diketahui manusia melalui observasi atau dengan akal, atau dengan menggunakan kemampuan alaminya. Sebagai contoh, matahari dapat melepuhkan kulit saya. Ini adalah pengalaman dan observasi. Tetapi dari mana asalnya matahari itu dan siapa yang meletakkan di langit sana, saya tidak akan pernah dapat mempelajarinya melalui observasi, bahkan astronom sekalipun juga tidak akan pernah dapat memahaminya. Semua yang dapat ia lakukan hanyalah berdasarkan apa yang dilihatnya. Tetapi ia tidak dapat menjelaskan asal-usulnya atau siapa yang menciptakannya. Itu harus diketahui melalui wahyu dari Allah. Itulah kebenaran ilahi yang tidak dapat dipelajari dengan kemampuan manusia. 

Ada tiga cara bagaimana Allah mengkomunikasikan kebenaran-Nya, yaitu bagaimana Allah menyingkapkan kebenaran ilahi-Nya:

(1) Pertama secara obyektif, melalui manifestasi eksternal. Dalam Kitab Keluaran dan Ulangan, dikatakan bahwa Allah menulis Sepuluh Perintah dengan jari-Nya sendiri. Ini adalah wahyu yang obyektif. Allah menulisnya di atas batu dengan jari tangan-Nya sendiri. Kisah dalam  Kitab Daniel, di tengah pesta Belsyazar, tangan Allah dan jari-jari Allah menulis di dinding. Itu adalah wahyu yang obyektif. Tentunya wahyu obyektif yang paling agung ditemukan dalam diri Yesus Kristus: “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran… sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus” (1 Yohanes 1:14, 17). Seperti apakah Allah itu? Lihatlah Yesus. Bagaimana Allah bicara? Dengarkan Kristus. Bagaimana cara mengikut Tuhan? Ikutilah langkah kaki Tuhan Yesus. Itu adalah salah satu cara yang Allah gunakan untuk menyingkapkan kebenaran illahi-Nya, yaitu melalui apa yang tampak (outward), eksternal, manisfestasi obyektif. 

(2) Kedua Allah menyingkapkan kebenaran illahi-Nya secara mistikal, melalui mimpi dan melalui visi. Ketika Anda membaca Kitab Yehezkiel, atau ketika Anda membaca Kitab Daniel, atau banyak kali dalam kehidupan orang-orang seperti Rasul Paulus, dan tentunya juga dalam kehidupan Rasul Yohanes di pulau Patmos, mereka melihat kebenaran illahi yang Allah wahyukan atau nyatakan dalam visi dan mimpi. Itu adalah cara kedua bagaiman Allah mewahyukan kebenaran illahi-Nya.

(3) Ketiga Allah mewahyukan kebenaran illahinya secara inwardly, bersifat subyektif.  Dalam Kitab II Raja-Raja pasal tiga, ketika Elisa mencari kehendak Tuhan, ia memanggil seorang pemetik kecapi. Dan ketika pemetik kecapi itu memainkan kecapinya, Firman Tuhan datang kepada Elisa. Dalam banyak kali, Alkitab mengatakan: “Dan datanglah Firman Allah kepada” penyampai pesan dan nabi, dan selalu seperti itu. Firman Allah datang kepada penyampai berita di dalam hatinya, secara subyektif. Ini adalah wahyu obyektif ketika tangan Allah menulis di dinding, yaitu dinding istana Belsyazar di Babilon. Ini adalah kebenaran wahyu Allah yang bersifat subyektif ketika Daniel menjelaskan apa arti kata-kata itu kepada raja. Itulah tiga cara yang Allah pakai untuk mewahyukan, mengkomunikasikan kebenaran illahi-Nya kepada manusia.

Selanjutnya, yang ketiga ada tiga karakteristik dari wahyu Allah, kebenaran illahi yang Allah singkapkan kepada manusia, yaitu;

(1) Wahyu itu selalu bersifat maju (onward). Penyampaiannya cenderung bersifat meningkat. Ini dikarakteristik oleh wahyu yang datang belakangan menyempurnakan wahyu sebelumnya.  Ini bersifat progresif. Perkembangan dan perluasannya selalu bersifat maju dan meningkat. Allah tidak pernah statis. Ia selalu dinamis dan bergerak. Selalu ada kemajuan dan peningkatan di dalam Tuhan.  Karya penciptaan-Nya diikuti dengan karya penebusan-Nya. Dan karya penebusan-Nya diikuti dengan pembenaran-Nya. Pembenaran-Nya diikuti dengan penyucian-Nya. Dan penyucian-Nya diikuti oleh pemuliaan-Nya. Selalu ada gerakan, perkembangan, peningkatan dalam pewahyuan Allah. Jadi isi Kitab Suci dibangun seperti aliran-aliran air yang dialirkan untuk menyatu ke dalam arus sungai utama, anak-anak sungai diarahkan untuk bergabung ke dalam sungai utama. Seperti itulah wahyu Allah. Kitab Ibrani mulai dengan seperti ini, “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya” (Ibrani 1:1, 2). Semua anak sungai ini diarahkan ke wahyu Allah yang final, komplit, dan penuh.

Atau Anda dapat membuat ilustrasi tentang wahyu Allah yang terus berkembang dan progresif ini dengan tulisan bergambar. Mula-mula orang-orang menulis dalam bentuk gambar-gambar. Anda menyebutnya “hieroglyphics.” Ketika Anda melihat kuburan kedap udara yang disegel di Mesir, di sana ada tulisan-tulisan dalam bentuk gambar. Tulisan itu disebut hieroglyphic. Ini ada pada zaman dulu. Hanya pada tahun-tahun terkemudian kita mulai menulis dengan menggunakan alfabet, tulisan abstrak. Tetapi mula-mula orang menulis dengan membuat gambar. Allah juga melakukan itu.  Mula-mula Allah menyimpan kebenaran-Nya dalam bentuk tipe-tipe dan simbol-simbol, ritual-ritual dan upacara-upacara, tatacara-tatacara dan hiasan yang orang dapat lihat pada baju yang dipakai oleh imam dan setiap hiasan itu memiliki arti; bagaimana hiasan-hiasan, kandil, meja sajian, mezbah, ritual, semua itu merupakan tipe atau lambang. Allah menyimpan kebenaran-Nya yang orang-orang dapat lihat ketika Ia memimpin semua itu ke dalam kebenaran akhir (ultimate truth). 

Anda dapat juga mengilustrasikan dengan cara lain. Perkembangan wahyu yang bersifat progesif ini seperti seorang anak yang dibentuk dan  dididik serta dibimbing untuk menjadi dewasa. Ketika anak itu menjadi remaja, ia harus dididik secara keras. Ia harus didisiplinkan. Dan membesarkan anak tanpa disiplin akan menghancurkan hidupnya di masa remaja. Anak itu perlu bimbingan dan harus didisiplinkan dengan keras. Seperti Alkitab berkata, “pukulan rotan atau berikan rotan dan pukullah anak.” Pada permulaan wahyu, Anda akan menemukan paksaan sebagaimana Yosua diperintahkan untuk melenyapkan orang Kanaan atau Saul diperintahkan untuk mencincang Agag dan orang-orang Amalek. Tetapi kemudian Alkitab akan membangun pendekatan dengan cara persuasi moral seperti yang sedang saya lakukan hari ini. Tidak mengikat dan tidak memukul Anda dengan rotan atau pedang, tetapi menyentuh hati Anda. Pewahyuan adalah seperti itu, ini bersifat progresif. Ini seperti anak yang bertumbuh menjadi dewasa. Saya pernah mendengar, suatu kali ada anak yang benar-benar nakal di Sekolah Minggu. Tetapi Minggu berikutnya ia begitu manis, baik, dan alim. Sehingga gurunya bertanya kepada anak-anak lainnya, “Apa yang kalian bisa katakan tentang dia?”  Dan anak-anak yang ada di kelas itu menjawab, “Ibu guru, kami tidak dapat berkata apa-apa tentang dia. Kami baru saja memukul hidungnya.” Itu lah disiplin untuk anak itu.

Apakah Anda ingat dengan kisah terkenal ini? Kisah tentang anak orang yang sangat kaya, yang nakal sekali ada di suatu department store. Ia sedang naik kuda-kudaan dan ibunya tidak dapat membujuknya untuk turun. Pihak department store tidak ingin menyinggung orang kaya itu. Oleh sebab itu mereka memanggil seorang psikolog untuk membujuk anak itu turun dari kuda-kudaan itu. Kemudian psikolog itu berbicara kepada anak kecil itu dan anak kecil itu pun akhirnya turun dari kuda-kudaan seperti yang dimintanya. Ketika mereka pulang, ibunya bertanya kepada anak itu, “Apa yang psikolog tadi katakan kepada kamu?” Dan anak kecil itu menjawab, “Psikolog itu berkata kepada saya, “Kamu harus turun dari kuda-kudaan itu sekarang, atau saya akan memukul kamu, sehingga kamu tidak dapat duduk selama satu minggu karena pantatmu sakit.” Jadi, seperti itulah cara Allah dalam memberikan wahyunya. Ini diberikan kepada kita sejauh kita dapat menerimanya. Dan mula-mula seperti anak kecil Tuhan mempimpin kita menuju kedewasaan. Itu adalah karakteristik pertama dari pewahyuan. Itu bersifat meningkat. Ada perkembangan di dalamnya.

(2) Karakteristik kedua dari pewahyuan adalah selalu memiliki tujuan di dalamnya. Selalu ada alasan di dalamnya. Mula-mula orang tua kita yang pertama membuat daun ara untuk menutupi ketelanjangan mereka, tetapi Tuhan berkata, “Jangan lakukan itu.” Dan Ia menumpahkan darah binatang di Taman Eden dan membuatkan pakaian dari kulit binatang itu untuk menutupi ketelanjangan orang tua kita yang pertama. Tentu ada maksud di dalamnya, ada tujuan di dalamnya.  Di pintu gerbang Taman Eden, para kerup mengajar orang tua pertama kita dan Habil dan keluarganya untuk membawa domba dan meletakkan di atas mezbah serta mengorbankannya sebagai korban persembahan kepada Tuhan. Jelas ada maksud di dalamnya. Dalam beribadah kepada Allah, dalam kemah dan bait suci yang indah, pelayanan bait suci, pelayanan kemah suci, simbol-simbol, semuanya itu mahamulia. Ketika waktunya sudah tiba, yaitu ketika antitipe dari tipe yang menggambarkan masa depan itu tiba, maka Kekristenan harus menanggalkan baju usangnya dan berjalan menuju kedewasaan. Namun wahyu itu, semuanya selalu memiliki tujuan. Itu lah teologi. Wahyu itu bergerak menuju maksud final dan akhirnya.

(3) Karakteristik ketiga dari wahyu adalah – homogeneous. Ia memiliki kontinuitas. Ia memiliki keserasian antara satu dengan yang lain secara menyeluruh. Tidak ada yang saling kontradiksi antara yang satu dengan yang lainnya, tetapi ia memiliki tekstur  homogeneous di dalam keseluruhannya. Anda mengetahui bahwa di dalam segala sesuatu Allah bekerja. Seluruh alam semesta memperlihatan pikiran yang agung dari sang Mahakuasa.  Hukum-hukum yang sama dapat Anda temukan di atas bumi ini, di bulan atau di Mars atau di Saturnus atau di Galaksi Bima Sakti kita. Di manapun di alam semesta ini Anda menemukan ciptaan, Anda menemukan suatu penyataan pikiran illahi yang sama. Seperti itulah wahyu itu. Itu seperti matematika. Tidak ada kontradiktif yang paling sederhana baik dalam geometri atau dalam kalkulus atau dalam cabang-cabang ilmu matematika lainnya. Itu semua sama. Apa yang terselubung di satu tempat mungkin tersingkap di tempat lain, tetapi itu semua selalu sama atau memiliki kesatuan. Jadi itu lah wahyu Allah. Tidak ada sesuatu yang ada di satu tempat bertentangan dengan yang ada di tempat lain.  Itu selalu homogeneous. Seluruhnya bersifat kontinuitas. Itu adalah sesuatu yang luar biasa yang ditemukan di dalam Firman Allah. Itulah Tuhan. Ia menjadikan demikian. Dan Anda menemukan pikiran-Nya, perluasan pikiran-Nya di dalam Kitab Suci.

INSPIRASI KITAB SUCI

1. Teori Inspirasi yang Salah

Sekarang kita sampai pada masalah inspirasi, yaitu transmisi kebenaran illahi, mujizat Roh Kudus yang memimpin para penulis untuk mencatat kebenaran Allah tanpa salah. Ada tiga teori inspirasi, yang menurut saya itu tidak benar;

(1) Teori “rasionalistik.” Kaum rasionalis tidak percaya tentang pribadi Allah. Ia tidak percaya hal-hal yang bersifat supranatural, dan baginya Alkitab dihasilkan oleh pikiran dan kemampuan serta kejeniusan manusia belaka. Baginya inspirasi yang ada dalam diri penulis Alkitab adalah hal yang sama yang Anda dapat temukan dalam inspirasi genius dari Homer atau Cicero atau Dante atau Milton atau Shakespeare atau para penulis literatur besar lainnya. Baginya tidak ada perbedaan antara Alkitab dengan literatur manusia lainnya.

(2) Teori kedua dari inspirasi, saya menyebutnya “fractional.”  “Fractional” adalah teori yang mengajarkan bahwa bagian-bagian tertentu dari Alkitab diinspirasikan, tetapi bukan keseluruhan Alkitab. Mereka akan berkata bahwa Alkitab berisi Firman Tuhan. Mereka akan berkata beberapa kata adalah Firman Tuhan, tetapi Alkitab secara keseluruhan bukan Firman Tuhan. Itulah ide mereka tentang inspirasi Alkitab. 

(3) Teori ketiga ini adalah teori yang sangat menggelikan, yaitu teori “mekanis.” Ini disebabkan oleh karena liberalisme menyerang iman umat Allah yang percaya Alkitab, sehingga mereka berkata bahwa kita percaya dalam teori “mekanis” tentang inspirasi.  Bahwa Allah mendiktekan firman Allah dan Ia sebagai Pendiktenya sedangkan penulis Alkitab menulis sama seperti yang didiktekan Tuhan. Semua teori ini bagi saya adalah teori tentang inspirasi Alkitab yang sangat menggelikan.

 

2. Teori Inspirasi yang Alkitabiah

Ini lah yang saya pikirkan tentang inspirasi Alkitab, wahyu Allah yang tertulis. Saya berpikir Roh Kudus -- seperti menurut kesaksian Alkitab sendiri -- Roh Kudus adalah pembimbing supranatural untuk para penulis ketika mereka menuliskan kebenaran illahi, yaitu wahyu illahi itu. Dan mereka menulis di bawah inspirasi Roh Allah, di bawah pimpinan Roh Kudus, di bawah hembusan Roh Allah. Mereka menuliskannya infallibility dan inerrantly. Jadi, itulah cara yang saya percaya. Itu tidak berarti bahwa Allah tidak menggunakan manusia. Ia menggunakan manusia ini sejauh yang Ia mau. Misalnya semak yang menyala tetap semak biasa atau burung gagak yang mengirimkan roti kepada Elia tetap lah seperti burung biasa lainnya namun dipakai Tuhan sebagai alatnya. 

Sebagai contoh, Alkitab berkata bahwa Musa mempelajari semua ilmu seni dan ilmu pengetahuan di Mesir. Ketika berada di istana ia telah dididik tentang hukum-hukum dan pemerintahan. Dan ketika Anda membaca legalisasi Mosaik, Anda dapat melihat pikiran orang yang sudah terlatih di bidang hukum, itulah Musa. Yesaya adalah pengkhotbah di istana. Ia menyampaikan nubuatannya dengan gaya puisi yang luar biasa. Ia memberikan ikhtisar yang agung setelah ia menyampaikan nubuatannya. Saya pikir, tidak ada literatur  yang sama mulianya dengan khotbah Yesaya. Amos, di sisi lain, pemberita untuk suatu bangsa. Dan ketika Anda membaca Kitab Amos, Anda akan merasa seperti ada di ladang. Allah menggunakan mereka berdua. Puisi Daud yang luar biasa, seorang pemuji Israel, Allah menggunakan dia. Tuhan menggunakan Daud untuk menyatakan dan menuliskan penyataan illahi-Nya.  Allah menggunakan Salomo orang yang paling berhikmat di dunia untuk menulis amsal-amsal. Dr. Lukas – ia memiliki kegemaran untuk mengadakan suatu riset. Dan ketika ia menulis Injil Lukas dan juga ketika ia menulis Kisah Para Rasul, ia menghubungkan fakta dengan mengadakan penelitian secara seksama yaitu dengan menanyai setiap saksi dan semua sumber dari kebenaran yang akan ia tuliskan. Rasul Paulus yang adalah Saulus dari Tarsus adalah seorang rabinik, murid Talmudik di sepanjang pendidikannya. Ia diajar langsung oleh Gamaliel, cucu dari Hillel dan seorang rabi yang agung. Dan ketika Anda membaca surat-surat Paulus, Anda sedang membaca tulisan seorang teolog. Ia berbicara seperti sedang mendidik orang di sekolah teologi. Allah menggunakan dia. Itu adalah cara penulisan wahyu, menurut kemampuan dan karunia yang orang itu miliki dalam pimpinan Roh Kudus.

Dapatkah saya berkata tentang hal yang sama di jaman modern ini? Phillips Brooks adalah seorang pengkhotbah budayawan. Dan di sana di Trinity Church di Boston, selama bertahun-tahun ia menyampaikan firman Allah untuk kalangan akademisi, pembelajar, dan budayawan Boston. Itulah Phillips Brooks dari Boston. Billy Sunday dari Chicago  memberitakan firman Tuhan di jalanan dengan cara yang mengejutkan dunia. White Sox seorang pemain basball yang bertobat, tanpa pendidikan, ia menyampaikan firman Tuhan juga seperti itu. Walaupun mereka berbeda-beda, namun Roh Kudus memakai mereka semua -- seorang ahli budaya seperti Phillips Brooks, dan yang menekankan masalah keterikatan oleh dunia, hukuman neraka dan kutukan yang dikhotbahkan oleh Billy Sunday. Itu adalah cara Allah melakukannya. Ia menggunakan manusia menurut kemampuannya. Dan inspirasinya adalah Roh Kudus yang memimpin orang itu untuk menuliskan kebenaran. 

Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa inspirasi memiliki tiga karakteristik, yaitu; (1) Inspirasi yang benar selalu bersifat plenary. Ini menunjukkan bahwa keseluruhan Alkitab diinspirasikan. Plenary ini bukan berarti bahwa hanya bagian-bagian tertentu yang diinspirasikan, tetapi seluruh Firman Allah adalah nafas Allah. (2) Inspirasi bersifat verbal. Ini dalam bentuk bahasa. Ini juga dalam bentuk kata-kata. Setiap kata diinspirasikan; bukan hanya pikiran, atau bukan usaha penulis untuk menuliskan pengalaman subyektifnya, tetapi setiap kata dinafaskan oleh Tuhan. Tidak ada musik dan melodi tanpa not.  Tak ada matematika tanpa angka-angka (fugures), dan tak ada Kitab Suci tanpa kata-kata. Dan jika Kitab Suci diinspirasikan, dan dinafaskan oleh Allah, maka setiap kata diinspirasikan Tuhan, dinafaskan Tuhan. Dan (3) yang terakhir adalah inspirasi firman Allah bukan hanya plenary, atau secara keseluruhan, atau secara verbal saja, atau kata perkata, atau menggunakan bahasa; tetapi sepenuhnya adalah supranatural. Ini bukan apa yang dapat manusia biasa tuliskan: “Sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah” (2 Petrus 1:21).