IBU KITA DAN ANAK-ANAKNYA

(OUR MOTHER AND HER CHILDREN)

 

Dr. W. A. Criswell


 2 Timotius 1:3-5

05-13-84

 

           

... yang membawakan warta yang diberi judul, Ibu kita dan anak-anak-Nya. Kerap sekali saya ditanya, “Pak Pendeta, apa yang anda lakukan ketika anda berkhotbah melalui sebuah rangkaian warta yang panjang yang mana merupakan adat serta kebiasaan anda, seperti berkhotbah dari seluruh Alkitab?”

 

            Saya pernah berkhotbah satu kali menyelesaikan seluruh Alkitab selama delapan belas tahun, dan sekarang saya berada di dalam rangkaian selama empat tahun yang diberi judul, DOKTRIN-DOKTRIN AGUNG DARI ALKITAB. 

 

            Maka orang-orang bertanya kepada saya, “Jadi apa yang anda lakukan tentang hari-hari yang tidak biasa, hari-hari yang khusus?”

 

            Dan saya selalu menjawab, “Saya tidak pernah ragu-ragu untuk menyimpang di dalam sebuah rangkaian untuk menyampaikan sebuah khotbah yang spesial pada sebuah hari yang spesial seperti pada perayaan Paskah, untuk mempersiapkan sebuah khotbah tentang kebangkitan di hari Paskah; sebuah khotbah tentang Natal di saat perayaan Natal; sebuah khotbah mengenai Thanksgiving di saat perayaan Thanksgiving.” 

 

            Dan sebagaimana yang saudara-saudara ketahui, saudara-saudara yang merupakan kepunyaan dari gereja sepanjang tahun, pada peringatan kematiapn Pendeta yang agung Dr. Truett, saya selalu mempersiapkan sebuah warta tentang beberapa permasalahan tentang kepentingan kerajaan kepada mana diberikannya hidupnya. Saya telah melakukannya selama empat puluh tahun.

 

            Dan, Hari Ibu, kecuali terdapat sebuah pemeliharaan yang baik untuk yang dapat saya fikirkan, saya selalu mempersiapkan sebuah khotbah yang spesial tentang Hari Ibu. Dan ini adalah hari yang indah dan penuh dengan arti.

 

            Kembali kepada kitab 2 Timotius, surat Paulus yang kedua kepada anaknya dalam pelayanan yang masih muda, Timotius, membaca lima ayat yang pertama kepada Timotius,

 

“Dari Paulus, rasul Kristus Yesus oleh kehendak Allah untuk memberitakan janji tentang hidup dalam Kristus Yesus,

Kepada Timotius, anakku yang kekasih; kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau.

Aku mengucap syukur kepada Allah, yang kulayani dengan hati nurani yang murni seperti yang dilakukan nenek moyangku. Dan selalu aku mengingat engkau dalam permohonanku, baik siang maupun malam.

Dan apabila aku terkenang akan air matamu yang kau curahkan, aku ingin melihat engkau kembali supaya penuhlah kesukaanku.

Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.

 

 

            “Iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin,” engkau mewarisinya dari mereka. “Hidup juga di dalam dirimu.”

 

            Saya ragu apakah saya telah menjadi pendeta dari sebuah gereja yang tidak memiliki sebuah kelas “TEL” di dalamnya, kelas Timotius, Eunike, dan Lois, nenek, ibu dan anak. Mak kita berbicara tentang ibu kita dan anaknya, kesayangannya.

 

            Dulu, di waktu dulu saya pernah mendengar tentang sebuah kisah yang kerap saya ulangi. Kisah itu sangat berarti buat saya di dalam – di dalam pengertian kepastian serta penghargaan akan kehidupan ketuka saya mendengarnya. Di zaman perebutan ladang emas di California dulu – pada tahun 1849an, ketika terjadi perebutan ladang emas di California itu, terdapat seorang ibu yang membawa bayinya ke sebuah teater.

 

            Dan ketika orkes tersebut mulai, bayi tersebut juga mulai menangis. Dan ketika bayi itu mulai menangis, seorang pencari emas tua yang besar dan beruban, berdiri dan berkata, “Hentikanlah gesekan biola itu dan biarkanlah bayi ini menangis. Saya tidak pernah mendengar sebuah suara seperti itu di dalam mata air selama dua puluh tahun sekarang.”

 

            Maka orkes itupun berhenti, dan bayi tersebut melakukan pekerjaannya. Dan orang banyakpun bertepuk tangan dengan suasana menjadi hingar-bingar.

 

            Saya hanya berfikir bahwa kisah tentang persoalan di dalam kehidupan itu begitu indahnya. Pernikahan tidak pernah menjadi sebuah kesuksesan yang gemilang sampai seorang bayi dilahirkan, tidak pernah. Dan sebuah gereja tidak pernah menjadi sebuah kesuksesan yang gilang–gemilang sampai taman kanak-kanak itu dipenuhi dengan bayi-bayi. 

           

Kapanpun saudara-saudara melihat seorang bayi yang sehat, kulitnya pasti berwarna merah muda, dan sudah pasti bayi itu akan menjadi seorang penjerit yang kuat. Bayi-bayi yang memanggil-manggil di pagi hari ini, yang merangkak di siang hari ini, yang menjerit-jerit di tengah malam ini, warga negara yang kecil dari pangkuan daratan ini, merupakan bumbu dan jantung serta warna-warni dari hidup itu sendiri.

 

            Beberapa waktu yang lalu saya melayani di Nigeria, sebuah negara di sebelah barat Afrika. Dan mereka membawa saya masuk ke dalam hutan, sebuah hutan yang sangat jauh, di mana beberapa orang misionaris, seorang perawat dan seorang dokter, memiliki sebuah apotik sementara, sebuah rumah sakit yang dapat berpindah-pindah yang terbuat dari jalinan tanaman-tanaman yang menjalar serta dari semak-semak.

 

            Dan mereka sedang melayani semua kaum primitif yang ada di sana itu di dalam negara semak-belukar itu. Jadi mereka berfikir bahwa akan menjadi sangat menyenangkan dan mengesankan jika saya akan pulang ke rumah dan bersama dengan saya, foto yang mereka buat ketika saya sedang menggendong salah seorang dari bayi-bayi itu di dalam tangan saya.

 

            Hal yang seperti itu sangat primitif, dan mereka tidak mengenakan pakaian apapun sampai dengan begitu berumur. Jadi para bayi tidak mengenakan popok atau apapun, dan mereka meletakkan makhluk kecil itu di dalam pelukan tangan saya. Dan saya kemudian memegangnya, bersiap-siap untuk difoto, dan hal yang menakjubkan saya, hal itu sangat mengganggu saya. Hal itu membuat saya hancur. Saya melihat jke bawah Astaga.

 

            Saya telah melupakan bahwa seorang bayi merupakan sebuah saluran pencernaan dengan suara yang gaduh di ujung yang lainnya, serta tidak memiliki suatu tanggung jawab apapun pada ujung yang lainnya. Dan ketika mereka telah bertambah besar, mereka menjadi begitu menarik. Tidak ada momen-momen yang demikian menjemukan atau membosankan di sekitar anak-anak kecil itu.

 

            Anak kecil itu bertanya kepada ibunya ketika ibunya menggendong anaknya yang kecil itu di pangkuannya, dia berkata, “Ibu, mengapa anak bayi tidak dapat berbicara?”  Dan sang Ibu menjawab, “Anakku, anak-anak bayi memang tidak dapat berbicara.”

 

            Lalu kemudian anak itu menjawab, “Tapi, itu bukan seperti yang telah aku pelajari di Sekolah Minggu. Hari Minggu yang lalu guruku membacakan sesuatu dari Alkitab kepada kami, dan di sana dikatakan, “Ayub mengutuk pada hari di mana dia dilahirkan.”

 

            Mereka selalu tertarik di dalam pengamatan mereka tentang kehidupan atau tanggapan mereka mengenai kehidupan yang mana merupakan sebuah pendidikan di dalam dirinya sendiri. Ibu ini sedang membawa anaknya yang masih kecil itu untuk mendapatkan penanganan Tonsillectomi. Anak itu akan dibawa ke rumah sakit untuk mengoperasi serta membuang amandelnya. Jadi ibu itu sedang mendorong semangatnya untuk menjadi berani. 

 

            Dan anak kecil itu menjawab, “Baiklah, bu, saya akan menjadi berani, akan tetapi saya tidak mau adanya seorang bayi yang sedang menangis dikeluarkan dari diri saya seperti yang engkau lakukan ketika engkau berada di rumah sakit waktu itu.” Anak laki-laki itu kemudian menambahkan, “Yang saya inginkan adalah seekor anak anjing.”

 

            Tetapi anak kecil bersama-sama dengan ibunya itu adalah jantung dari kerajaan Allah. Dan hal itu bergerak di dalam spektrum tersebut. 

            Ketika saya masih remaja, saya berkunjung ke Springfield, Illinois, dan ketika berada di sana saya mengunjungi makam Abraham Lincoln yang keramat itu, dengan koridor-koridornya beserta dengan sarkofagusnya yang lembut dan panjang serta bercahaya temaram. Dan di belakangnya kata-kata yang diucapkan oleh Sekeretaris Perang, Stanton, ketika matanya – ketika hidupnya surut.

 

            Lalu kemudian belakangan saya berada di kota Washington serta melihat pada salah satu monumen yang paling mengesankan di muka bumi ini, monumen untuk Abraham Lincoln yang didirikan di atas sungai Potomac dan menghadap pada sebuah Mal dan Monumen Washington dan gedung Capitol serta bangunan-bangunan pemerintah dan patung-patung heroik dari Abraham Lincoln terletak di dalam monumen yang terbuat dari batu pualam tersebut.

 

            Lalu kemudian di saat-saat ketika saya masih sebagai seorang pendeta yang masih muda di sebuah gereja di desa di Kentucky, menaiki kenderaan dari seminari sampai ke tempat saya menjadi melayani, saya melewati Hodgenville. Dan di sana ada sebuah monumen yang demikian indah megahnya serta begitu mengesankan yang ditujukan kepada Abraham Lincoln yang lahir di tempat tersebut.

 

            Dan di bawah struktur yang terbuat dari batu pualam tersebut terdapat sebuah pondok kayu yang paling kecil dan paling sederhana yang pernah saya lihat. Dan di tempat itulah presiden yang hebat itu dilahirkan. Dan terukir pada dinding yang terbuat dari batu pualam yang persis di belakang dari pondok kayu tersebut kata-kata dari Abraham Lincoln, “Seluruhnya dari diri saya atau yang pernah saya harapkan, saya berhutang budi kepada ibu saya yang seperti malaikat.”

 

            Mereka adalah jemaat dari gereja Baptist. Ayahnya dan ibunya dan rumahnya adalah rumah dari kaum Baptist. Dan Nancy Hanks Lincoln, ibunya, meninggal dunia ketika pemuda itu berusia sekitar sembilan tahun atau sepuluh tahun. Dan ayahnya dengan anak itu, dari sebuah – potongan kayu gergajian yang kasar - membuat sebuah peti mati.

 

            Dan anak itu, bersama-sama dengan ayahnya, mengebumikan ibunya ketika dia masih merupakan anak muda yang masih kecil. Dan ucapannya itu, “Seluruhnya dari diri saya atau yang pernah saya harapkan, saya berhutang budi kepada ibu saya yang seperti malaikat,” begitu menggambarkan serta begitu mencerminkan arah perjalanan dari sejarah umat manusia.

 

            Seluruh dunia ikut ke dalam pembuluh darah tersebut serta di dalam arah tersebut. seluruh dunia di beri warna. Seluruh dunia dibentuk. Seluruh dunia diubah. Seluruh dunia dibentuk oleh kaum ibu yang sangat hebat, beriman serta menghormati Kristus.

 

            Saya telah membaca seperti yang telah saudara-saudara lakukan, di dalam kita Ibrani pasal yang ke 11, sebuah penghormatan yang megah kepada Muda. Dan pengarang dari kitab Ibrani itu di dalam penghormatan tersebut mengatakan,

 

“Setelah dia dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun; karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa. Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta di Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah. Karena iman maka ia telah meninggalkan Mesir dengan tidak takut akan murka raja. Ia bertahan sama seperti ia melihat apa yan tidak kelihatan.

 

Bagaimana hal-hal seperti itu ada di dalam kehidupan seorang anak yang bertumbuh di dalam istana kekaisaran yang paling besar di dunia ini? Jawabannya dapat ditemukan dengan mudah.

 

            Pada hari ketika Firaun telah memerintahkan kematian, pembinasaan setiap anak laki-laki bagi keluarga Yahudi, Jokhebed, ibu dari bayi kecil yang terakhir ini, meletakkan anakk muda itu, dia meletakkah bayi kecil itu di dalam sebuah bahtera - di dalam sebuah keranjang, serta meletakkannya di pinggiran sungai Nil di mana sang  putri mahkota, putri Firaun turun untuk berendam.

 

            Dan ketika mereka melihat keranjang itu, mereka mengambilkannya untuk sang putri. Dan ketika sang putri membuka bahtera itu, terdapat seorang anak bayi yang masih kecil, dan bayi itu menangis.

 

            Di sekitar mereka ada Miriam, anak perempuan dari Jokhebed dan Amram dan saudara perempuan dari bayi kecil tersebut. Dan dia berlari menemui putri raja itu ketika dia melihat putri itu menatap pada anak kecil itu dan bertanya kepada putri raja itu jika dia menginginkan untuk dijemputkan seorang perawat untuk merawat anak kecil itu sebagai pengganti dirinya – sebagai anak dari putri Firaun.

 

            Dan ketika sang putri memberikan persetujuannya, si gadis kecil Miriam menjemput ibunya – ibu dari bayi mungil itu, Yokhebed. 

 

            Dan tuan putri itu membayar sang ibu untuk merawat anak bayi itu untuknya dan untuk membesarkan anak muda itu untuk dia.

 

            Bukankah hal itu sangat luar biasa? Di dalam tahun-tahun yang pertumbuhan yang singkat itu, ibu itu melihat telah tertanam di dalam hati dan kenangan anak bayi itu Tuhan Allahnya Abraham, dan Tuhan Allahnya Ishak, dan Tuhan Allahnya bangsa Israel, bahwa selama tahun-tahun Kitab Suci itu dapat mengatakan, “Ia bertahan sama seperti ia melihat apa yang tidak kelihatan.”

 

            Tidak seorangpun dari saudara-saudara sekalian yang tidak terbiasa dengan perubahan akan seluruh dewa-dewa di Mesir. Di dalam tempat pemujaan yang paling dalam mereka akan menyembah seekor lembu jantan atau seekor buaya atau seekor ular atau seekor burung, akan tetapi anak muda ini, telah diajarkan padanya sejak dari kecil, sejak masih anak-anak, tentang Tuhan Allah Yang Mahakuasa dari semesta alam ini yang tidak kelihatan. Dan dia tidak pernah terpisah daripada hal tersebut. Keseluruhan cerita itu merpuakan sebuah pengulangan tentang kepercayaan terhadap seorang ibunya Tuhan.

 

            Di dalam pasal yang kedua dari Kitab Samuel yang pertama, dikatakan, dan seluruh keturunan Israel mulai dari suku Dan sampai dengan keturunan Betseba mengetahui bahwa anak muda ini telah ditetapkan sebagai seorang nabi di Israel,” di ajarkan serta dikasihi oleh ibunya, Hana.

 

            Bukankah hal itu merupakan sebuah gambaran yang luar biasa dari hidup yang penuh dengan doa dari ibu yang luar biasa itu?

 

            Lalu kisah tersebut berlanjut. Berada di sini, di dalam nats yang telah saya baca pagi tadi, “Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.”

 

            Dan jika kita masih memiliki waktu untuk mengunjungi seluruh sejarah umat manusia, hal tersebut tidak pernah berbeda. Hal itu selalu sama, selalu sama.

 

            Agustinus merupakan leluhur bangsa Latin agung yang paling cemerlang dan paling diberkati. Saya kira Agustinus merupakan salah seorang kaum intelektual yang paling besar, salah satu manusia yang paling diberkati kecerdasannya yang pernah hidup. Agustinus, ketika masih seorang anak muda, tidak mempan kepada iman Kristen. Dia adalah orang yang jahat dan hina.

 

            Dan dia merupakan seorang filsuf yang hebat. Dia belajar dan mendapatkan pendidikan tentang kesusasteraan serta kebudayaan Yunani klasik. Dan dia merupakan seorang pemuja serta penyembah kepada berhala, dia menjalani kehidupan yang buruk dan tidak masuk akal. Akan tetapi dia memiliki seorang ibu. Dan nama ibunya adalah Monika. 

 

            Ketika saudara-saudara pergi mengunjungi California, Santa Monica, Monica.  Ibu itu adalah seorang wanita yang beriman, rendah hati, seorang Kristen, tajut akan Tuhan Allah, seorang wanita yang percaya akan doa. Dan tiada henti-hentinya dia berdoa dengan sungguh-sungguh untuk anak muda itu sehingga Pendeta di gereja kota Kartago di Afrika Utara itu berkata kepada wanita tersebut, “Ibu, pergilah engkau. Anak yang mendapatkan begitu banyak doa tidak akan mungkin tersesat.”

 

            Dan apabila saudara-saudara membaca “Kesaksian” dari Agustinus, kalimat itu akan menjadi salah satu kalimat yang akan saudara-saudara baca di dalamnya, kalimat apa yang dikatakan oleh Pendeta itu kepada Monika. Dan di dalam literatur yang luar biasa itu, saudara-saudara sekalian akan membaca pertobatan Agustinus yang gemilang. Ibu, sebuah penghargaan kepada doa seorang ibu.

 

            Saya memiliki waktu untuk berbicara tentang Konstantinus, Kaisar Romawi yang beragama Kristen. Dia memiliki seorang Ibu Kristen yang luar biasa bernama Helena. Beberapa ahli sejarah mengatakan bahwa wanitu berasal dari Inggris, bahwa Constantius – ayahnya – menemukannya di Inggris dan menikahinya di sana.

 

            Beberapa ahli sejarah mengatakan hal tersebut, akan tetapi semua ahli sejarah berbicara tentang kehidupan Kristen Helena dan Konstantinus yang indah dan penuh pengabdian, yang merubah arah peradaban barat sebagai hasil dari doa yang membawa hasil, kemenangan dari seorang ibu Kristen yang ajaib itu.

 

            Meskipun begitu saya memiliki waktu untuk berbicara tentang Vladimir, Tsar Rusia yang pertama pada tahun 1900an. Vladimir memeluk iman kepercayaan Kristen dan membukakan pintu-pintu untuk seluruh wilayah kekuasaan Rusia yang sangat luas itu terhadap iman kepercayaan yang ortodoks, kepada iman kepercayaan Kristen.

 

            Bagaimana hal itu dapat terjadi? Dia memiliki seorang nenek yang bernama Olga, wanita yang paling dihormati dan dikasihi di alam sejarah Rusia. Dia memiliki seorang nenek yang bernama Olga yang merupakan seorang wanita Kristen yang beriman di dalam negeri yang kasar serta biadab tersebut.

 

            Dan dia selalu berdoa serta membimbing langkah-langkah cucunya itu seperti Eunike dan Lois melakukannya terhadap Timotius. Dan Vladimir menjadi anak Raja, seorang murid pengikut Kristus serta memenuhi Rusia dengan gereja-gereja dan sekolah-sekolah yang hebat dan agung. Demikianlah kisah yang tidak berkesudahan.

 

            Dan saya bersalah – apakah saya terlalu yakin ketika saya melihat kepada saudara-saudara sekalian, serta mengatakan hampir pasti alasan mengapa saudara-saudara sekalian membungkukkan badan saudara di hadirat Tuhan serta membukakan hati saudara-saudara kearah langit dan ke arah Kristus dan kepada-Nya hanya karena doa dari ibu saudara-saudara?

 

            Kaum Pria dan kaum wanita dari jemaat ini bersama-sama dengan ribuan mereka yang mendengarkan melalui media mengatakan, “Pak Pendeta, benar. Amen. Ibu saya yang baik serta menyenangkan membukakan pintu-pintu iman, kepercayaan serta pengabdian untuk saya.”

 

            Ketika saya berfikir tentang bagaimana Tuhan Allah telah begitu percaya kepada kaum ibu, saya hampir dilimpahi. Saya hampir dapat mengatakan bahwa saya hampir-hampir tidak percaya bahwa Tuhan Allah melakukan hal yang sedemikian, sebuah kepercayaan yang seperti itu.

 

            Izinkanlah saya menunjukkan apa yang saya maksudkan kepada saudara-saudara sekalian. Melalui seluruh isi dari Perjanjian Lama ini, saya telah membaca tentang Kristusphany, theophany, penampakan Tuhan Yesus kita jauh sebelum penjelmaannya, Kristus yang telah ada terlebih dahulu.

 

            Dan ketika saya sampai pada kitab Perjanjian Baru, salah satu Injil dimulai dengan seperti ini, “Pada mulanya adalah logos – Firman -; Firman itu bersama-sama dengan Allah...

 

            “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.”

 

            Demikianlah firman Allah. Saya membacanya di dalam Alkitab. Lalu kemudian ketika saya mulai memikirkannya, Tuhan, Tuhan, bagaimana bisa terjadi hal yang sedemikian? Kristus yang telah ada terlebih dahulu, Firman Tuhan, Tuhan yang Hidup, Tuhan akan pemikiran, akan perbuatan, satu-satunya Tuhan Allah yang akan pernah kita lihat serta kita kenal.

 

            Ketika saya memikirkan tentang Tuhan yang telah ada terlebih dahulu itu, dan dia ditempatkan di dalam sebuah sel, di dalam sel, di dalam kandungan dari seorang gadis perawan yang bernama Maria, Tuhan menjelma. Dan Dia dilahirkan sebagai seorang bayi, dan dia tumbuh menjadi besar di dalam dekapannya sebagai seorang bayi.

 

            Tuhan Allah Yang Mahakuasa, bagaimana hal yang sedemikian dapat terjadi? Saya tidak tahu bagaimana saudara-saudara dapat memahami tentang sebuah penghargaan yang lebih besar kepada keibuan daripada kepercayaan dari Tuhan yang telah ada sebelumnya – penjelmaan Kristus ke dalam kandungan dari seorang gadis perawan yang bernama Maria.

 

            Akan tetapi demikianlah Injil yang kita beritakan tersebut. Demikianlah pesan yang kita nyatakan. Demikianlah pengharapan kita akan surga. Demikianlah iman kepercayaan orang Kristen. Demikianlah keyakinan Tuhan Allah di dalam ibu kita. Dan saya dapat melihat hal tersebut di segala tempat serta dan di sebagian hidup saya. Ataupun saya meyakinkan diri saya sendiri bahwa saya membawakan hal-hal yang baru kepada saudara-saudara ketika saya mengakuinya.

 

            Suatu ketika saya berputar-putar di sepanjang jalan di kota Chicago, dengan kurang berhati-hati saya berbelok ke dalam Gereja Pacific Garden Mission di mana Billy Sunday bertobat. Dan ketika saya berjalan di dalam di dalam gereja itu, dan saya merasa tercengang. Saya merasa takjub. 

 

            Di satu sisi dari mimbar itu tertulis dengan huruf-huruf besar “Yohannes 3:16.”  Dan di sisi yang lainnya dengan huruf cetak besar yang sama tertulis, “Kapankah yang terakhir engkau menulis surat kepada ibumu?” Dan saya menatapnya dengan penuh ketakjuban. Bagaimana saudara-saudara dapat menyamakan ayat injil yang tiada bandingannya itu, yang dinyatakan di dalam Yohannes 3:16 itu dengan kalimat “Kapankah yang terakhir engkau menulis surat kepada ibumu?” 

 

            Dan ketika saya berdiri di sana serta memandang pada kedua tulisan tersebut, lalu kemudian ke dalam hati saya seperti yang dilakukannya ke dalah hati saudara-saudara sekalian ketika saya mengatakannya sekarang. Kaum gelandangan serta para pembangkang dan anak-anak pemboros masuk ke dalam gereja Pacific Garden Mission itu melihat pada pertnayaan tersebut, “Kapankah yang terakhir engkau menulis surat kepada ibumu?”

 

            Kita memikirkan kembali kepada ingatan tentang rumah dari anak yang pemboros itu, Alkitabnya, gerejanya, doa-doa ibunya, cinta kasih ibunya, Tuhan Allah dari ibunya. Mereka sama di dalam hati orang yang melakukannya. Di sisi yang satu terdapat Tuhan Allah, dan di sisi yang lainnya terdapat bukti yang terbaik akan kasih Tuhan Allah di dunia ini, seorang ibu yang berdoa.

 

            An ketika saya berfikir, Tuhan Allah akan dipuji untuk mereka yang telah memelihara kita, ang telah melahirkan kita – melahirkan kita, merawat kita ketika kita tidak dapat mengurus diri kita sendiri. Tuhan, segala pujian untuk ibu kami yang baik hati, yang mencintai Tuhan Allah, yang menghormati gereja, yang berdoa untuk kita, yang membayar harga untuk keselamatan kita, Dan betapa kaya serta indahnya, betap akekal serta tak berkesudahannya seharusnya upahnya di surga.

 

            Apabila saya akan hidup ketika Yesus datang nanti serta dapat mengetahui hari itu dan saat itu, saya ingin untuk berdiri di samping kuburan Ibu ketika Yesus datang nanti di dalam kekuasaan-Nya. Akan datang waktunya ketika saya dapat menemui keluarga saya di sana. Lalu kemudian saya akan melihat Yesus di atas takhta-Nya di dalam kota terang yang begitu indahnya itu. 

 

“Akan menjadi hari yang menyenangkan, hari yang penuh kegembiraan

Berkumpul bersama-sama di pantai keemasan itu

Ketika saya dapat mendengar Yesus Juru Selamatku berkata,

"Anak-Ku, ucapkan salam kepada ibum kembali.”

 

            Sungguh sebuah pengharapan yang berharga. Sungguh sebuah janji yang indah, Demikianlah hati dari iman Kristen kita. Dan demikianlah ajakan untuk saudara-saudara sekalian hari ini.