PENAFSIRAN BAHASA LIDAH

(THE INTERPRETATION OF TONGUES)

 

Dr. W. A. Criswell

 

17-07-66

 

1 Korintus 14:13

 

Kami mengucapkan selamat datang bagi anda semua yang bergabung melalui siaran radio. Anda sedang mendengarkan dan bergabung dalam ibadah dari Gereja First Baptist Dallas. Ini adalah Pendeta yang sedang menyampaikan khotbah yang berjudul: Penafsiran Bahasa Lidah.   

Di dalam surat 1 Korintus pasal dua belas, Paulus mendaftarkan sembilan karunia Roh. Dan dalam ayat 10, dia berkata: “Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu.” Hal ini bersama dengan karunia penyembuhan, merupakan empat tanda karunia dari jemaat mula-mula. Dan kita telah berbicara tentang karunia-karunia, dari mujizat-mujizat dan karunia penyembuhan.

Dan Minggu yang terakhir, karunia berbahasa lidah. Dan khotbah pada pagi hari ini merupakan bagian kesimpulan dan sebuah diskusi tentang karunia berbahasa lidah. Penafsiran Bahasa Lidah.

Lalu, hal ini bagi kita, untuk sebagian besar, berada di luar lingkaran kehidupan kekristenan kita hingga hal itu menghasilkan sebuah diskusi yang singkat bahwa hal itu tidak penting. Kebanyakan dari kita sangat terbiasa dengan doa, dengan pembacaan Alkitab, dengan komitmen hidup kita di dalam ketaatan dan pujian bagi Tuhan kita yang mulia. Tetapi ini adalah sesuatu yang lain.

Lalu, apakah penafsiran bahasa lidah ini, salah satu karunia Roh di dalam jemaat mula-mula? Jika bahasa roh yang diucapkan itu merupakan sebuah bahasa yang normal, untuk ditafsirkan oleh seseorang yang mengetahuinya maka itu bukan karunia sama sekali. Seorang kafir dapat melakukannya. Jika itu adalah bahasa Yunani dan seorang yang ahli dua bahasa yang mengetahui bahasa Yunani dan Latin menafsirkannya, dari bahasa Yunani ke Latin, itu akan menjadi sebuah prosedur yang umum, dan biasa serta normal.

Itu bukanlah menjadi sebuah kharisma. Itu tidak akan menjadi sebuah karunia: Sebuah karunia kharismatik. Jadi hal itu tidak merujuk kepada sebuah bahasa yang diucapkan secara normal dan ditafsirkan oleh orang yang mengetahuinya, bahasa lainnya.

Apakah penafsiran dari karunia berbahasa lidah ini? Jika hal ini, dengan berbahasa lidah, seseorang yang berbicara dalam sebuah bahasa yang tidak dia mengerti. Hal itu tidak dipahami oleh dia, tetapi sebuah bahasa yang nyata, yang tidak dikenal olehnya. Dan kemudian, untuk menafsirkannya oleh seseorang yang tidak mengetahui bahasa itu akan menjadi sebuah mujizat ganda. Itu akan menjadi sebuah mujizat bagi seseorang untuk berbicara dalam sebuah bahasa yang tidak dia kenal. Itu akan menjadi sebuah mujizat bagi orang yang lain, bagi seseorang yang menafsirkan bahasa yang tidak dia ketahui.

Dan ini akan menjadi sesuatu yang aneh dan berputar tentang cara membangun jemaat. Jika di tempat ketiga, jika bahasa lidah yang tidak dimengerti merupakan sebuah seri dari seruan dan suku kata dan kalimat yang terpisah, kemudian karunia menafsirkan akan meliputinya, mengambil seruan yang terpisah itu dan membuatnya menjadi sesuatu yang bermakna bagi jemaat, untuk sebuah pemahaman dan yang dapat dimengerti oleh telinga. 

Maka, penafsir ini akan menjadi salah satu dari dua macam. Dalam Kitab 1 Korintus pasal empat belas, Paulus berkata: “Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah”—dan, dia mendeskripsikan bahasa lidah di dalam ayat 2—“ Sebab tidak ada seorangpun yang mengerti bahasanya; oleh Roh ia mengucapkan hal-hal yang rahasia”, ayat 5.  “Sebab orang yang bernubuat lebih berharga dari pada orang yang berkata-kata dengan bahasa roh, kecuali kalau orang itu juga menafsirkannya, sehingga Jemaat dapat dibangun.”  Jadi, orang yang berbicara dalam seruan yang tidak dikenal itu harus memiliki karunia untuk menafsirkan sehingga dirinya sendiri dapat menafsirkan apa yang dia sampaikan. Di dalam ayat 13: “Karena itu siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia harus berdoa, supaya kepadanya diberikan juga karunia untuk menafsirkannya.”  Jadi karunia menafsirkan bahasa lidah kadang-kadang dimiliki oleh seseorang yang memiliki karunia berbahasa lidah. Dirinya sendiri menafsirkan apa yang dia sampaikan. 

Kemudian adalam ayat 27 dan 28, kita mempelajari bahwa di dalam jemaat ada orang yang memiliki karunia untuk menafsirkan:

Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada seorang lain untuk menafsirkannya.

Jika tidak ada orang yang dapat menafsirkannya, hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuan Jemaat dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah.

 

Jadi ada kemungkinan bahwa orang yang berbicara dalah seruan-seruan ini akan memiliki karunia untuk menafsirkan dan dia akan menafsirkan apa yang dia sampaikan.

Kemudian ada orang-orang di dalam jemaat Tuhan yang memiliki karunia untuk menafsirkan. Itulah yang mereka lakukan. Dan ketika orang yang memiliki karunia bahasa lidah, berbicara di dalam seruan-seruan ini, orang yang berada disana akan menafsirkannya.

Lalu, ada dua atau tiga hal yang harus disampaikan tentang bagian-bagian ini berdasarkan penafsiran dari bahasa lidah. Yang pertama, orang yang memiliki karunia untuk menafsirkan adalah orang yang dikenal. Dan dia berada di dalam jemaat. Dan siapa pun dia, seluruh jemaat mengenalnya. Dan ketika seseorang berdiri untuk berbicara dalam bahasa lidah, yang pertama yang harus ditetapkan adalah bahwa penafsir itu berada di sana. Jika penafsir itu tidak berada di sana, maka orang itu tidak dapat berbicara.

Itu adalah hal pertama yang harus kita perhatikan. Penafsir, karunia untuk menafsirkan bahasa lidah, orang yang memiliki karunia itu harus dikenal oleh seluruh jemaat. Dan dia harus hadir sebelum seseorang dapat berbicara dalam bahasa lidah, agar hal itu dapat ditafsirkan. Jika dia tidak berada di sana, bahasa yang tidak dimengerti, seruan yang tidak dikatahui, kalimat itu tidak seharusnya diucapkan.

Baiklah. Hal kedua yang saya catat dan saya perhatikan: Penafsir yang sama dapat menafsirkan semua orang yang berbicara dalam bahasa lidah. Hal itu tidak membutuhkan seorang penafsir untuk pembicara ini dan penafsir yang lain untuk pembicara yang lainnya. Tetapi penafsir yang sama merupakan penafsir bagi semua orang yang berbahasa lidah.

Hal ketiga yang saya catat adalah ini: bahwa tidak ada dua penafsir, yang menafsirkan seri yang sama dari seruan dan bahasa lidah yang tidak dikenal itu. Dan alasan bagi hal itu tampak sangat jelas. Di dalam ayat sebelumnya, ayat 26, di situ dikatakan bahwa bilamana orang-orang berkumpul, “Seseorang mempersembahkan mazmur, yang lain pengajaran, atau pernyataan Allah, atau karunia bahasa lidah atau karunia untuk menafsirkan bahasa lidah.” Dan Paulus berkata, “Tetapi semuanya itu haruslah dipergunakan untuk membangun.”

Jadi, apa yang terjadi sangat jelas: Jika seseorang berbicara dalam bahasa lidah, dan seseorang yang berada disana harus berdiri untuk menafsirkannya, harus seperti itu, karena, jika disana ada orang lain yang memiliki karunia untuk menafsirkan bahasa lidah, dan dia juga berdiri, maka akan ada dua penafsiran yang berbeda dari bahasa lidah yang sama. Dan anda akan mendapat masalah di dalam jemaat.. 

Jadi, Paulus berkata, agar semuanya terhindar dari pertengkaran dan perbantahan, ketika mereka berbicara bahasa lidah, hendaklah satu orang yang menafsirkannya. Kemudian tentu saja, apa yang dia sampaikan adalah tidak seorang pun yang mengetahui suatu perbedaan. Tetapi jika mereka memiliki dua orang penafsir, anda memiliki masalah di dalam tangan anda. Seluruh situasi, sebagaimana anda membacanya—seluruh situasi yang saya tekankan dan yang kembali saya tekankan dari penilaian yang telah saya buat dari khotbah hari Minggu pagi yang lalu adalah: semuanya itu merupakan sebuah masalah, dan Paulus sedang bergumul dengan hal itu, dengan seluruh kemampuannya.

Jadi, pada pagi hari ini, di dalam menafsirkan bahasa lidah, kita akan mengaplikasikannya kepada kita. Yang pertama dari semuanya, kita akan melihat penafsiran Paulus tentang bahasa lidah. Kemudian saya memiliki sebuah kesimpulan yang akan menutup khotbah ini, melihatnya melalui seluruh masa dan seluruh sejarah dan Alkitab dan pengalaman pada masa kini.

Baiklah. Kita akan mulai dengan penafsiran Paulus tentang bahasa lidah. Minggu pagi berikutnya, ini akan menjadi seluruh khotbah: 1 Korintus pasal tiga belas. Pasal tentang glossolalia, berbicara dalam bahasa lidah, adalah 1 Korintus pasal 12 dan pasal 13 serta pasal 14. Dan pasal 13, pasal yang indah “pasal kasih,” setelah kita berdiskusi tentang glossolalia sebagaimana yang dicatat dalam pasal dua belas dan empat belas.   

Baiklah, kita akan melihat penafsiran Paulus: Yang pertama dari semua, mari kita membunyikannya di dalam telinga kita, apa yang disampaikan Paulus dalam 1 Korintus 14:19:

Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, dari pada beribu-ribu kata dengan bahasa roh.

 

 

 

Kemudian kesimpulan Paulus tentang berbicara dalam bahasa lidah—1 Korintus, pasal 13, ayat 8 dan 9, dan seterusnya:

Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.

Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna.

Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap.

Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak—bahasa lidah—aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak—karunia bernubuat. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.

Hal-hal ini merupakan milik dari anak-anak, dari bayi-bayi dari jemaat. 

Sekarang mari kita kembali ke ayat 8. Ada sebuah hal yang paling signifikan di dalam ayat 8 ini, yang tidak pernah saya lihat di dalam terjemahan Inggris: “Kasih tidak berkesudahan. nubuat akan berakhir.”  Di dalam terjemahan Inggris, anda mungkin akan berpikir bahwa kata kerjanya sama: “Berakhir.” “Nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.” 

Paulus menggunakan kata kerja yang tidak diikuti dalam versi King James, dari apa yang saya baca. Jadi mari kita melihat apa yang ditulis oleh Paulus secara tepat: “Kasih tidak berkesudahan.”  EkpiptōPiptō adakah sebuah kata Yunani yang memiliki arti “untuk jatuh.” Dan  ek adalah “menjauh dari.”  

Jadi, ekpiptō:  “merosot.” Kasih tidak akan pernah hancur. Kasih, kasih yang sejati, tidak akan pernah gagal. Ia tidak akan pernah jatuh. Ia tidak akan pernah lenyap. Ia tidak akan pernah berhenti. Kasih tidak akan pernah “layu.” Lalu, itu adalah sebuah terjemahan yang baik dari ekpiptō.  Itu adalah terjemahan yang lebih baik. “Kasih tidak akan pernah lenyap.”

Tetapi, “nubuat akan berakhir, mereka akan katargēthēsetai.”  Kata itu cukup berbeda dari ekpiptō.  Apakah anda mengetahui bahasa Yunani atau tidak, anda dapat memberitahukan perbedaan antara ekpiptō dan katargēthēsetai.  Akan tetapi kedua kata itu diterjemahkan “gagal” di dalam versi King James. Tetapi, “nubuat akan katargēthēsetai.” 

Baiklah. Sekarang bagian kedua dari tiga serangkai yang ada di sana: “Bahasa roh akan pausontai”—Anda memperoleh sebuah kata yang berbeda di sana—Dan: “pengetahuan akan katargēthēsetai.  Lalu, kenalilah yang satu itu, karena itu adalah kata kerja yang sama, yang dia gunakan berkaitan dengan nubuat. 

Baiklah. Sekarang mari kita melihat ketiga kata kerja itu, karena dia sedang berbicara tentang bernubuat. Dia sedang berbicara tentang bahasa lidah. Dan dia sedang berbicara tentang berkata-kata dengan hikmat pengetahuan. Dia sedang berbicara tentang karunia pengetahuan. Dan dia sedang berbicara tentang karunia berbahasa lidah. Dan dia sedang berbicara tentang karunia bernubuat.

Lalu, apakah makna dari katargēthēsetaiKatargēthēsetai memiliki makna “dibuat menjadi sia-sia,” katargeō, “menjadi sia-sia.” Katargēthēsetai adalah future pasif dari  katargeō.  Jadi terjemahan Inggris dari katargēthēsetai akan menjadi bahwa nubuatan ini akan dibuat menjadi sia-sia. Mereka tidak lagi memiliki makna.

Dan dia menggambarkan hal itu.. 

Kemudian dia berkata, “karunia pengetahuan akan katargēthēsetai.”  Hal yang sama: Sebuah future pasif. Mereka akan dibuat menjadi sia-sia. Lalu, hal itu tidak bermakna bahwa mereka akan menjadi sia-sia dalam perasaan bahwa nubuatan telah gagal atau karunia pengetahuan tidak sampai kepada penyelesaiannya. Apa yang sedang dia bicarakan adalah, ketika seorang nabi berbicara dan hal-hal itu digenapi, maka nubuatan itu telah digenapi. Ia tidak memiliki ketepatan lainnya. Hal itu telah selesai.

Jika saya berkata, seperti salah satu nabi yang berkata kepada musuhnya—“Esok hari sama seperti waktu ini, kamu akan mati”—ketika orang itu mati, persis seperti itu. Tidak ada lagi kegunaan dari nubuatan itu. 

Itulah yang digunakan Paulus di sini dengan menggunakan kata katargēthēsetai, ketika nubuatan dibuat dan telah digenapi. Maka hal itu tidak dibutuhkan lagi. Hal itu menjadi tidak berguna lagi.

Lalu, apa yang dirujuk oleh kata itu? “Nubuat akan dibuat menjadi sia-sia.” Karunia pengetahuan akan juga akan dubuat menjadi sia-sia”—tidak akan dibutuhkan lagi.

Sebab bagi seseorang yang datang ke gereja pada hari ini dan berkata, “Aku memiliki sebuah wahyu dari sorga. Saya akan menambahkan pasal dua puluh sembilan ke dalam Kitab Kisah Rasul. Atau saya akan menuliskan pasal dua puluh tiga dari Kitab Wahyu.” Dan itu yang mereka usahakan di dalam bidat Montanis. Tetapi pada hari ini, kita akan berdiri dan berkata, “Tetapi saudaraku, Alkitab ini telah selesai. Allah berkata demikian. Dan anda tidak boleh menambahkannya atau menguranginya. Jadi, apa pun visi anda, apapun nubuat anda, apapun karunia pengetahuan anda, hal itu tidak lagi bermakna, sebab masa dewasa telah tiba, teleion, yang lengkap, yang sempurna sudah tiba. Dan saya telah memiliki Alkitab di tangan saya, dan kita tidak lagi membutuhkan penglihatan. Kita tidak membutuhkan wahyu. Kita tidak membutuhkan pasal dua puluh tiga yang ingin anda tambahkan ke dalam Kitab Wahyu, sebab Alkitab telah sempurna. Karunia itu merupakan tambahan yang sia-sia. Dia tidak lagi memiliki posisi permanen, tidak lagi dibutuhkan.

Lalu, Paulus mengubah kata kerja ketika dia berbicara tentang karunia bahasa lidah. Dan dia melakukannya dengan sebuah cara yang menakjubkan. Pausontai adalah future middle indikatif, dan bukan pasif, Kedua kata kerja lainnya adalah pasif: future pasif. Tetapi ini adalah sebuah future middle indikatif.   

Jadi apa makna dari kata pausontai adalah hal ini: Pauo berarti “untuk membuat berhenti.” Lalu bentuk middlenya adalah: pausontai secara literal berarti bahasa lidah itu akan berhenti dengan sendirinya. Jadi mereka akan berhenti secara otomatis, oleh mereka sendiri. Mereka akan berhenti. Mereka akan berhenti sendiri.

Di dalam ayat selanjunya, yang merupakan ayat 9, mereka telah berhenti: “Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna. Tetapi jika yang sempurna tiba… .”  Alkitab telah ditulis dan kata “maka yang tidak sempurna itu akan lenyap.” 

Jadi, di dalam ayat 9, mereka telah berhenti. Mereka tidak ada lagi. Dia tidak lagi menyebutkan karunia berbahasa lidah. Dia menyebutkan karunia bernubuat hingga akhir Alkitab, hingga Alkitab telah ditulis. Dia menyebutkan karunia pengetahuan, yang terus berlangsung hingga kitab suci ditulis. Tetapi dia tidak menyebutkan karunia bahasa lidah, sebab mereka secara otomatis menghentikan diri mereka sendiri: pausontai

Oh, saya ingin membaca terjemahan Phillips dari hal itu, aya 8 dan 9 ini: “Sebab jika ada nubuatan, mereka akan dipenuhi dan selesai”—katargēthēsetai: dipenuhi dan selesai—“Jika ada bahasa lidah, mereka akan berhenti sendiri, dan mereka tidak perlu lagi untuk muncul”—secara literal, mereka secara otomatis akan menghilang sendiri—“Jika ada karunia pengetahuan, hal itu akan tertelan dalam kebenaran”—jika anda memiliki sepotong pengetahuan, maka anda akan memperoleh seluruhnya. Anda tidak akan berpikir sepenggal lagi, sebab pengetahuan kita selalu tidak sempurna dan nubutan kita selalu tidak sempurna—“Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap.” 

Itu adalah cara Phillips menerjemahkan ayat-ayat ini—yang merupakan terjemahan yang baik.

Lalu, saya ingin anda melihat Rasul Paulus, sebab kita sedang berbicara tentang penafsirannya atas karunia berbahasa lidah. Dia berkata di sini bahwa karunia berbahasa lidah akan berhenti secara otomatis. Sekarang, anda lihat, surat 1 Korintus ini merupakan salah satu surat pertama yang dia tulis. Surat ini hanya di dahului oleh surat  1 dan 2 Tesalonika. Jadi Paulus menulis surat 1 Korintus ini dan dia berkata di dalam 1 Korintus bahwa berbicara dalam bahasa lidah secara otomatis akan berhenti dengan sendirinya. Setelah dia menulis surat 1 Korintus, dia menulis surat 2 Korintus. Kemudian dia menulis Roma. Kemudian dia menulis Galatia. Kemudian dia menulis Efesus. Kemudian dia menulis Filipi. Kemudian dia menulis Kolose. Kemudian dia menulis 1 dan 2 Timotius. Kemudian dia menulis Filemon. 

Seluruh surat-surat itu, secara praktis seluruh surat-surat Paulus, dia tulis setelah dia menulis surat 1 Korintus. Tetapi tidak sekalipun dia menyebutkan tentang bahasa lidah—tidak pernah lagi. Dia menutupnya di dalam bagian ini: “Bahasa roh akan berhenti sendiri.”

Itu adalah sebuah karunia tanda—Dan saya tidak memiliki kesempatan untuk mengkhotbahkan kembali khotbah Minggu pagi yang lalu—itu adalah sebuah karunia tanda. Dan bagi bangsa Yahudi, Allah berfirman: “Sungguh, oleh orang-orang yang berlogat ganjil dan oleh orang-orang yang berbahasa asing akan berbicara kepada bangsa ini”—dan di dalam Yesaya 28:11.  Dan Paulus mengambil nubuatan itu dan mengaplikasikannya kepa Pantekosta dan ke Kaisarea, ketika Allah, sebagai sebuah tanda mengirim “sebuah suara seperti sebuah tiupan angin yang keras” dan mengirim sebuah tanda seperti lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan mengirim sebuah tanda dari karunia berbahasa lidah.  

Tetapi tanda-tanda itu tidak dibutuhkan lagi. Dan bahasa lidah, salah satu dari tanda-tanda itu akan berhenti sendiri. Hal itu telah berlalu. Seperti yang telah dijelaskan Paulus, tanda ini adalam milik masa kanak-kanak dari jemaat: “Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.”  Aku tidak lagi membutuhkan tangkai gula-gula lagi. Aku tidak lagi membutuhkan sebuah pembawa perdamaian. Kita telah tumbuh dewasa. Sekarang gereja-gereja telah tumbuh dewasa. Kita bertumbuh dewasa dan seluruh pengesahan tanda itu telah berlalu. Itulah yang ditulis oleh Paulus.

Lalu, saya berharap memiliki waktu lima jam. Saya ingin meringkaskan hal-hal ini: penafsiaran bahasa lidah. Yang pertama, dasar doktrin yang terletak di belakang berbahasa lidah itu sama sekali tidak bersifat kitab suci dan alkitabiah.

Dasar doktrin yang terletak di belakang bahasa lidah itu adalah ini: Berbahasa lidah merupakan tanda perasaan. Mereka menyebutnya baptisan Roh Kudus.

Apakah itu benar? Itu tidak alkitabiah. Itu tidak berdasarkan kitab suci. Sekarang, untuk sesaat, mari kita melihat 1 Korintus 12:13. Paulus berkata: “Sebab dalam satu Roh, kita semua telah dibaptis ke dalam satu tubuh.” Oleh satu roh kita semua telah dibaptis. 

Setiap orang dari kita telah menerima baptisan Roh Kudus—setiap orang dari kita. Jika anda telah diselamatkan, jika anda seorang Kristen, jika anda telah bertobat, jika anda sudah dilahirkan kembali, jika anda pergi ke sorga ketika anda meninggal, anda telah dibaptis oleh Roh Kudus. Kita semua, kata Paulus: “Sebab dalam satu Roh kita semua telah dibaptis ke dalam satu tubuh.”

Lalu, ketika saya berpaling ke dalam pasal itu, dan kesimpulan dari pasal itu, Paulus berkata: “Adakah mereka semua rasul, atau nabi, atau pengajar? Tidak. Adakah mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, atau untuk menyembuhkan atau untuk berkata-kata dalam bahasa roh atau untuk menafsirkan bahasa roh? Tidak.” Tetapi kita semua telah dibaptis oleh Roh Kudus—kita semua.

Jadi, doktrin ini secara mendasar tekah salah: tanda dari baptisan Roh Kudus adalah berbicara dalam bahasa lidah. Dan jika anda belum berbicara dalam bahasa lidah, anda belum menerima baptisan Roh Kudus. Hal itu tidak benar. Itu tidak alkitabiah. Itu tidak berdasarkan Firman Allah.

Baiklah. Yang kedua, saya telah membaca melalui tahun-tahun hidup saya, autobigrafi dan kisah-kisah dari raksasa iman. Dan tidak satu kali pun dalam pembacaan saya, saya pernah membaca atau tersandung ke dalam atau pernah bertemu dengan manusia Allah yang hebat yang berbicara dalam bahasa lidah—tidak satu kali pun di dalam hidup saya.

Saya membaca tentang pengalaman John Wesley di Aldersgate, salah satu transformasi yang terbesar rohani di dalam sejarah, dari seluruh kekristenan. Tetapi saya tidak pernah bertemu di dalam pengalaman yang besar itu jenis dari pengalaman berbahasa lidah itu. Wesley membantu menolong merubah jalan dunia dan tentu saja membebaskan Inggris dari revolusi berdarah, yang memandikan Prancis di dalam darah. Saya tidak pernah mendengar John Wesley berbahasa lidah, tidak pernah. 

Di dalam autobiografi yang luar biasa tentang Charles G. Finney—Dan saya pikir, bahwa setiap pengkhotbah yang pernah hhidup harus membaca autobigrafi Finey—dia berbicara tentang kepenuhan Roh Kudus ketika dia berseru kepada Allah atas hal itu. Akan tetapi di dalam autobiografi yang luar biasa itu, saya tidak pernah mendapati Charles G. Finey berbicara dalam bahasa lidah.

Di dalam pengalaman yang luar biasa dari Dwight L. Moody, saat sedang  berjalan di Wall Street di Kota New York, yang sedang meminta uang untuk membangun kembali bangunan yang besar itu yang telah  dihancurkan oleh kebakaran Chicago yang luas—Dia telah berdoa untuk kepenuhan Roh. Dan pengalaman itu datang ke atas dia, saat berjalan di Wall Street. 

 Dan dia pergi ke ruangan salah satu sahabat dan gelombang yang besar dari kasih Allah mengalir ke dalam jiwanya, hingga dia juga, seperti Finey, berteriak dengan keras, “Aku tidak dapat menanggungnya lebih lama. Aku tidak memiliki kekuatan, Ya Allah, biarkan aku mati.” Di dalam pengalaman yang hebat dari Dwight L. Moody, saya tidak pernah membaca bahwa dia berbicara dalam bahasa lidah. 

Di dalam pengalaman yang luar biasa dari R. A. Torrey—Dan dia tidak menggunakan tatanama yang benar. Dia berbicara tentang baptisan Roh Kudus. Alkitab berbicara tentang kepenuhan Roh Kudus. Dan dia menulis sebuah buku tentang hal ini. Dan dengan seluruh kesarjanaan yang luar biasa dan ketaatan serta pelayanan yang sukses yang dijalani oleh  R. A. Torrey, akan tetapi dia dengan penuh semangat menarik diri dari berbicara dalam bahasa lidah. Saya tidak dapat menemukannya di dalam kehidupan manusia-manusia Allah yang hebat.

Paulus berkata bahwa mereka akan berhenti dengan sendirinya. Dan mereka telah melakukannya. Ketika tanda itu telah sempurna, kegunaannya tidak penting lagi.   

Baiklah. Lagi, di dalam pembacaan sejarah gereja, dan saya menyampaikan hal ini karena itu adalah sebuah bagian dari kebenaran sejarah, di mana saja gerakan bahasa lidah muncul. Hal itu dilihat oleh kekristenan sebagai sebuah bidat.

Tidak ada pengecualian terhadap terhadap hal itu. Kapan saja, di dalam abad yang pertama, atau di dalam abad sembilan belas dan dua puluh, kebanyakan kekristenan, jemaat-jemaat melihat glossalalia sebagai sebuah bidat.

Sekarang, pendekatan saya sendiri terhadap hal itu: Glossalalia, sebagaimana hal itu berkembang pada hari ini, merupakan sebuah perkembangan yang mengherankan bagi saya. Saya telah mempelajarinya. Saya telah melihatnya. Saya telah mendengarnya. Dan itu merupakan sebuah hal yang mengherankan bagi saya. 

Sekarang, saya ingin membacakan kepada anda dari sebuah traktat yang telah saya terima satu atau dua hari yang lalu, “Bagaimana Saya Dapat Membaca Roh Kudus”: “Hal yang harus anda lakukan, jika anda telah diselamatkan, adalah untuk mengangkat tangan anda menuju sorga dan memulai memuji Allah secepat yang anda bisa, dan biarkan lidah anda pergi dan biarkan Roh Kudus masuk ke dalam. Ribuan orang menerima Roh Kudus dengan cara ini. Anda juga dapat menerimanya juga, jika anda  akan membiarkan Roh Kudus berbicara melalui lidah anda.”

Kemudian, saya membaca tentang seorang pemimpin terkemuka pada hari ini—Saya membaca petunjuknya tentang bagaimana menerima Roh Kudus: “Angkatlah tangan anda—seperti yang disampaikan oleh traktat ini—dan angkatlah mata dan awajah anda ke sorga. Dan kemudian mulai berbicara. Dan berbicara dengan cepat dan cepat dan cepat dan cepat, anda telah menerimanya. Anda telah dibaptiskan dengan Roh Kudus.”

Dan di dalam salah satu petunjuk yang saya baca itu, mereka memiliki sebuah pertemuan lanjutan untuk para pencarinya. Dan orang yang memimpinnya mengambil jepit dari para pencari itu untuk melihat baptisan Roh Kudus, dan dia mengendurkan jepitan itu—dan dia menggetarkan jepitan untuk mengendurkannya. 

Dan kemudian, dia berkata kepada salah satu yang mencari baptisan Roh Kudus itu: “Sekarang, anda ulangi setelah saya, ‘Abba, abba, beta, beta, abba’—berbicara meracau—dan tetap melakukan hal itu, dan anda telah mendapatkannya. Anda telah menerima baptisan Roh Kudus.”

Saya hanya berkata, dengan penuh kejujuran, glossolalia modern adalah sebuah perkembangan yang membingungkan bagi saya. Hal-hal ini yang telah saya gambarkan, yang berada di mana-mana, mereka bukanlah unik atau terpisah. Hal-hal ini, yang berada di mana-mana, merupakan sesuatu yang mengherankan bagi saya. Apakah ini kuasa dan pengurapan Allah? 

Oh, oh, oh.  Lalu, mereka telah membuat rekaman tape dari dari glossolalia, berbicara dalam bahasa lidah. Suatu kali mereka mengambil rekaman di hadapan Toronto Institute of Linguistics.  Dan setelah mereka pelajari dan pelajari, Toronto Institute of Linguistics berkata, “Itu bukan bahasa manusia.”

Christianity Today—yang merupakan sebuah majalah periode dua bulanan—Christianity Today mengambil rekaman tape dan  mereka membawanya ke Washington, di hadapan ahli bahasa dari pemerintahan Amerika yang jenius dan memainkan rekaman itu di hadapan mereka. Dan mereka berkata, “Tidak ada bahasa manusia di dalamnya.”

Lalu, apakah dampak dari glossolalia ini?  Saya dapat berdiri di sini berjam-jam dan menyampaikan penilaian dan pengalaman saya sendiri kepada anda.  

Bulan Februari terakhir ini, saya telah pergi ke salah satu kota terbesar di Utara. Dan saya berkhotbah melalui konferensi penginjilan negara bagian, di mana konferensi itu diadakan  di kota itu dan di gereja terbesar dari persekutuan Baptis kita di kota itu.

Dan ketika saya berada di sana, saya berkata, “Saya tidak tahu bahwa jemaat Baptis Selatan kita memiliki sebuah gereja seperti ini.” Itu adalah gereja Baptis Selatan yang tertua di kota itu, di ibukota dan merupakan auditorium yang paling indah dan semarak.

Saya sangat gembira. Saya sangat merasa terdorong. Kemudian salah satu diaken di dalam gereja itu datang dan membawa saya untuk makan malam, dia dan istrinya. Dan dia menceritakan kepada saya salah satu situasi yang paling menyedihkan. Hati saya secara literal terluka.  Glossolalia, berbicara dalam bahasa lidah, telah masuk ke dalam gereja yang besar itu dan telah memecahnya dan merobeknya serta membaginya hingga kecil-kecil. Dan gereja itu merupakan sebuah penggalan yang kecil, bergumul untuk menanggungnya. Di dalam sebuah samudera pemberhalaan dan di dalam sebuah samudera kebencian, di mana sukar bagi seseorang untuk menghadiri sebuah ibadah Protestan, dan gereja yang cemerlang itu, seperti sebuah mercu suar di atas bukit, terbagi dan terpecah. Untuk apa? Untuk berbicara dalam bahasa lidah. 

Saya memiliki salah satu perkataan lainnya di sini. Saya telah melihat sebuah gerakan universitas yang besar yang terpecah dan terbagi oleh bahasa lidah ini. Sebuah program yang luar biasa dari jemaat Baptis kita, di dalam kebangunan rohani di kampus itu, untuk bagian dunia—saya melihatnya terpecah-pecah.

Dan saya telah dimohonkan untuk menolong di dalam situasi yang tragis itu. Dan datanglah pemimpin dari gerakan itu ke Dallas untuk menemui saya. Dia berkata demikian dan demikian serta seterusnya. Dan saya berkata kepadanya, dari sebuah pembicaraan yang panjang—Saya berkata kepadanya, “Anak muda, seandainya anda berkendaraan bermil-mil hingga ke Dallas ini untuk berkata kepada saya, ‘Oh, Pendeta, saya telah dibaptis”’—sebagaimana saya menggunakan kata-katanya. Apa yang telah dia sampaikan adalah: “Saya telah dipenuhi.” Tetapi, kita akan menggunakan perkataannya—“Saya telah dibaptis oleh Roh Kudus.”

Dia merupakan seorang pemuda yang kaya, dari sebuah keluarga yang kaya.

Seandainya anda datang sejauh bermil-mil untuk datang ke Dallas ini dan berkata kepada saya, “Pendeta, saya telah dibaptis oleh Roh Kudus, saya akan memberi sembilan puluh persen dari apa yang aku miliki untuk misi dan dengan sepuluh persen akan menjadi biaya hidup saya sendiri.”

Saya akan berkata, “Kemuliaan bagi Allah, oh, pujilah Tuhan.”

Seandainya ada datang sejauh bermil-mil untuk datang ke Dallas ini dan berkata kepada saya, “Pendeta, saya telah dibaptis oleh Roh Kudus. Saya akan berdoa enam jam sehari di atas lutut saya.”

Saya akan berkata, “Pujilah Allah, haleluya.” Seandainya anda berkendaraan bermil-mil jauhnya untuk datang ke Dallas ini dan berkata kepada saya, “Saya telah dibaptis oleh Roh Kudus. Saya akan memenangkan sedikitnya tiga jiwa kepada Yesus setiap hari.” Saya akan berkata, “Terpujilah Allah, haleluya.”

Tetapi ketika anda berkendaraan sejauh bermil-mil untuk datang ke Dallas ini dan berkata kepada saya, “Pendeta, saya telah dibaptis oleh Roh Kudus, saya  telah berbahasa lidah di semua tempat.”

Saya berkata, “Oh, oh. “

Saya berkata, “Itu merupakan hal yang paling memecah belah di dalam roh Kekristenan.”

Dan dia berkata, “Tidak demikian.”

Mengapa, saya berkata, “Universitas yang hebat ini telah terpecah-pecah. Mengapa? Karena anda dan kepemimpinan anda.”

Kapan saja glossolalia itu masuk, di sini, pada masa lampau, di Afrika. Di Amerika Selatan. Di Cina. Di Indonesia, di mana saja ada  glossolalia (fonetik ), di sana diikuti oleh perpecahan yang tidak dapat dihindari.

Mazmur 133: Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya.

Seperti embun gunung Hermon (fonetik) yang turun ke atas gunung-gunung Sion. Sebab ke sanalah Tuhan memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya.

Saudara yang terkasih, setelah bertahun-tahun mempelajarinya dengan seluruh kemampuan terbaik yang saya miliki, saya menyampaikan hal yang sebenarnya kepada anda, Paulus benar di dalam penilaian ini ketika dia berkata: Bahasa lidah , hanya akan meninggikan diri mereka sendiri.

Itu adalah sebuah tanda di dalam jemaat mula-mula dan tidak lagi dibutuhkan. Dan hal itu sungguh-sungguh tidak terlihat lagi..

Karena itu jadilah kuat di dalam iman. Dan di dalam komitmen hidup kita kepada Allah. Mari kita memberikan diri kita kepada pekerjaan yang besar seperti Paulus yang berada di Aeropagus, berdiri, berbicara dengan cerdas di dalam pikiran saya. Seluruh sumber daya dari pikiran saya.

Dan jiwaku, seluruh ketaatan  dari jiwa saya dan hidup saya, seluruh komitmen hidup saya, secara sederhana, secara cerdas, dan dapat dimengerti sehingga orang-orang yang mendengarkannya, mungkin mereka akan berpaling dan menjadi selamat.

Allah memberikan jaminan itu bagi mereka dan berkat bagi kita. Sekarang, kita harus berdiri dan menyanyikan lagu undangan kita. Dan ketika kita menyanyikan lagu undangan kita, seseorang dari anda, serahkanlah diri anda kepada Yesus. Letakkanlah hidup anda ke dalam persekutuan jemaat. Bagaimanapun Tuhan akan berfirman, mari datanglah, pada baris yang pertama dan bait yang pertama. Lakukanlah sekarang.

Saat kita berdiri dan saat kita bernyanyi.

 

Alih bahasa: Wisma Pandia, Th.M.